Kontroversi Mobil Dinas Propam Tapanuli Selatan: Remaja Diduga Tabrak Lari, Sorotan pada Tanggung Jawab dan Regulasi SIM

Kontroversi Mobil Dinas Propam Tapanuli Selatan: Remaja Diduga Tabrak Lari, Sorotan pada Tanggung Jawab dan Regulasi SIM

Insiden mengejutkan yang melibatkan sebuah mobil dinas Propam (Profesi dan Pengamanan) Polres Tapanuli Selatan baru-baru ini mengguncang jagat maya dan menimbulkan perdebatan luas di kalangan masyarakat. Kendaraan operasional yang seharusnya menjadi simbol ketertiban dan penegakan hukum tersebut, justru terekam dalam sebuah video viral tengah dikejar lantaran diduga terlibat dalam aksi tabrak lari. Lebih mencengangkan lagi, pengemudi mobil dinas berplat merah itu ternyata adalah seorang remaja di bawah umur, memicu pertanyaan serius mengenai pengawasan aset negara dan tanggung jawab orang tua.

Video yang pertama kali diunggah oleh akun @dashcamindonesia dengan cepat menyebar luas di berbagai platform media sosial, menjadi buah bibir dan memantik beragam reaksi. Dalam rekaman berdurasi singkat tersebut, terlihat jelas mobil dinas Propam itu melaju kencang, berusaha menjauh dari kejaran sebuah mobil lain yang merekam kejadian. Suara seorang wanita yang merekam video terdengar panik dan marah, berteriak, "Wah gila sudah nabrak, lari, sial. Gila ya, aduh!" Emosi dan kekesalan sang perekam video semakin memuncak saat ia menyadari identitas pengemudi yang tak lazim. "Ini sepertinya yang bawa anak-anak," tambahnya dengan nada tak percaya, menggambarkan betapa ironisnya situasi tersebut.

Ketika mobil dinas tersebut akhirnya berhasil dihentikan, dugaan sang perekam video terbukti benar. Sosok di balik kemudi adalah seorang remaja laki-laki yang masih sangat muda. Di sampingnya, duduk seorang wanita dewasa sebagai penumpang. Momen penangkapan tersebut juga terekam, di mana suara wanita dalam video terdengar mendesak pengemudi remaja itu untuk memberikan informasi kontak orang tuanya. "Minta nomor bapak kalian. Minta nomor bapak kalian. Cepat kasih aku," desaknya, mencerminkan urgensi untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

Baca Juga:

Pihak kepolisian tidak tinggal diam menanggapi kegaduhan publik ini. KabidHumas Polda Sumatra Utara, Kombes Pol Ferry Walintukan, segera memberikan keterangan resmi untuk mengklarifikasi insiden tersebut. Menurut Kombes Ferry, pengemudi mobil patroli Propam Polres Tapanuli Selatan itu adalah seorang remaja berinisial AP, yang baru berusia 16 tahun. Sementara itu, penumpang wanita yang bersamanya diidentifikasi sebagai LS (21), seorang guru. Terungkap pula fakta mengejutkan bahwa AP adalah putra dari Plt Kasi Propam Polres Tapanuli Selatan, Iptu A.

Kombes Ferry menjelaskan kronologi kejadian dari sudut pandang hasil pemeriksaan awal. "Mobil itu dikemudikan oleh anaknya yang masih di bawah umur berinisial AP," ungkap Ferry, sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia pada Selasa, 8 Juli 2025. Ia menambahkan bahwa AP, yang masih di bawah umur, kebetulan bertemu dengan gurunya, LS, di jalan. "Jadi pas dia mau pulang, dia ketemu sama gurunya. Jadi dia mengantar gurunya mau pulang. Saat diantar itu terjadi kejadian itu. Sudah begitu aja," ujarnya, mencoba merangkai benang merah peristiwa.

Terkait keberadaan mobil dinas di tangan seorang remaja, Kombes Ferry menyebutkan bahwa dari hasil pemeriksaan, Iptu A, ayah dari AP, mengaku tidak mengetahui bahwa putranya mengemudikan mobil dinas tersebut. Iptu A, pada saat kejadian, diketahui tengah beristirahat di rumahnya setelah melakukan perjalanan dinas di Medan. "Dia lagi ada perjalanan dinas di Medan. Jadi pas yang bersangkutan istirahat di rumah, mobil dinas itu dibawa anaknya pada pukul 19.17 WIB. Jadi Iptu A ini tidak mengetahui mobil dinas itu dibawa anaknya," jelas Ferry. Klaim ini tentu saja menimbulkan pertanyaan lebih lanjut mengenai pengawasan aset negara dan tanggung jawab seorang perwira polisi terhadap kendaraannya, terutama mengingat fungsi strategis mobil Propam yang melekat dengan citra institusi kepolisian.

Mengenai dugaan tabrak lari, Kombes Ferry Walintukan juga memberikan klarifikasi berdasarkan pengakuan AP. Remaja tersebut mengaku bahwa mobil Propam yang dikendarainya hanya menyerempet mobil korban. "Hanya serempetan bumper kiri (mobil propam) dengan pintu sebelah kanan belakang (mobil) korban, tapi setelah dilakukan pengecekan tidak ada goresan (di mobil korban)," kata Ferry, sebagaimana dikutip dari detikSumut. Meskipun demikian, fakta bahwa mobil tersebut berusaha melarikan diri setelah insiden, terlepas dari parah tidaknya kerusakan, tetap menjadi sorotan utama dan berpotensi masuk dalam kategori pelanggaran lalu lintas.

Insiden ini secara otomatis mengalihkan perhatian publik pada isu krusial mengenai Surat Izin Mengemudi (SIM) di Indonesia, khususnya batasan usia untuk mengemudi. Di Indonesia, SIM baru dapat diperoleh seseorang saat ia menginjak usia 17 tahun. Penetapan usia 17 tahun ini bukan tanpa alasan. Usia tersebut menjadi patokan karena secara umum, pada fase ini seseorang dianggap telah mencapai tingkat kedewasaan yang cukup matang, baik secara kognitif maupun emosional, untuk mengemban tanggung jawab mengemudi kendaraan bermotor di jalan raya.

Pada usia 17 tahun, diharapkan seseorang sudah mampu untuk fokus penuh saat berkendara, membuat keputusan yang tepat dalam situasi darurat, serta memiliki kemampuan melakukan berbagai tindakan antisipatif yang diperlukan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan pengguna jalan lainnya. Kemampuan kognitif seperti persepsi risiko, pengambilan keputusan cepat, dan kontrol impuls diyakini telah berkembang cukup baik. Namun, seperti yang diungkapkan oleh Praktisi Keselamatan Berkendara, Sony Susmana, batasan usia ini sejatinya tidak dapat dijadikan sebuah patokan baku dalam menilai kesiapan mental seseorang secara mutlak.

"Usia 17 di Indonesia sudah dianggap dewasa dalam bersikap, berpikir dan bertindak, tetapi dalam berkendara ukurannya susah karena tidak ada penilaian yang fair menyangkut kesiapan mental seseorang. Jadi usia 17 tahun hanya sebatas referensi aja, tidak bisa dijadikan patokan," ungkap Sony Susmana beberapa waktu lalu. Pernyataan ini menyoroti bahwa kematangan emosional dan kesiapan mental untuk menghadapi tekanan di jalan raya bisa bervariasi antar individu, terlepas dari usia kronologis mereka. Perkembangan otak, khususnya bagian prefrontal cortex yang bertanggung jawab atas penalaran, pengambilan keputusan, dan kontrol impuls, masih terus berlangsung hingga usia awal dua puluhan. Ini menjelaskan mengapa remaja seringkali lebih rentan terhadap perilaku berisiko dan kurang mampu mengevaluasi konsekuensi jangka panjang.

Kasus AP yang mengemudikan mobil dinas di usia 16 tahun, tanpa SIM, dan terlibat dalam dugaan tabrak lari, adalah manifestasi nyata dari risiko yang melekat pada pengemudi di bawah umur. Selain melanggar undang-undang lalu lintas, pengemudi tanpa SIM juga tidak memiliki perlindungan asuransi yang sah, dan yang paling penting, mereka belum teruji kompetensi dan pemahaman akan aturan lalu lintas. Kecelakaan yang melibatkan pengemudi di bawah umur seringkali memiliki konsekuensi yang lebih parah, tidak hanya bagi pengemudi itu sendiri tetapi juga bagi korban dan citra institusi yang terkait.

Insiden ini juga memicu sorotan tajam pada tanggung jawab orang tua. Sebagai ayah, Iptu A memiliki kewajiban moral dan hukum untuk memastikan putranya tidak melakukan tindakan ilegal, apalagi mengemudikan aset negara tanpa izin. Dalih "tidak mengetahui" mungkin akan diinvestigasi lebih lanjut oleh Propam internal Polri untuk menilai apakah ada unsur kelalaian atau bahkan penyalahgunaan wewenang. Penggunaan mobil dinas harus mematuhi aturan ketat, dan keberadaan kendaraan operasional di tangan orang yang tidak berwenang, apalagi seorang remaja di bawah umur, adalah pelanggaran serius yang merusak kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.

Polda Sumatra Utara diharapkan akan melakukan penyelidikan yang transparan dan menyeluruh terhadap insiden ini. Penyelidikan tidak hanya akan fokus pada dugaan tabrak lari dan pelanggaran lalu lintas oleh AP, tetapi juga pada aspek internal terkait pengawasan mobil dinas dan potensi kelalaian Iptu A sebagai perwira dan orang tua. Sanksi yang tegas, baik bagi AP sesuai hukum yang berlaku bagi anak di bawah umur, maupun bagi Iptu A jika terbukti bersalah, sangat penting untuk menjaga integritas institusi Polri dan memastikan keadilan bagi semua pihak.

Kasus mobil dinas Propam Tapanuli Selatan ini menjadi pengingat penting bagi seluruh lapisan masyarakat. Bagi orang tua, ini adalah alarm untuk lebih ketat mengawasi anak-anak dan menanamkan pemahaman akan pentingnya kepatuhan hukum, terutama dalam berlalu lintas. Bagi aparat penegak hukum, ini adalah tantangan untuk menjaga kredibilitas dan memastikan bahwa aset negara digunakan sesuai peruntukannya, serta bahwa setiap pelanggaran, tanpa terkecuali, ditindak sesuai hukum yang berlaku. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk mengembalikan dan menjaga kepercayaan publik.

Kontroversi Mobil Dinas Propam Tapanuli Selatan: Remaja Diduga Tabrak Lari, Sorotan pada Tanggung Jawab dan Regulasi SIM

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *