
Jakarta – Asa Indonesia untuk menjadi tuan rumah Youth Olympic Games (YOG) 2030 semakin menguat. Setelah sukses menggelar berbagai ajang olahraga berskala regional dan kontinental, Komite Olimpiade Indonesia (KOI) kini memusatkan perhatian pada ambisi global ini, bersaing ketat dengan kandidat kuat lainnya seperti India dan Qatar. Keyakinan kuat menyelimuti upaya Indonesia, yang melihat YOG 2030 sebagai jembatan penting menuju cita-cita yang lebih besar: menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas 2036.
Perjalanan Indonesia dalam menjadi penyelenggara multievent olahraga internasional bukanlah hal baru. Rekam jejak gemilang yang telah terukir menjadi modal berharga dan bukti kapasitas. Pada tahun 2008, Indonesia mencatatkan sejarah dengan menjadi tuan rumah Asian Beach Games (ABG) pertama di Asia, yang diselenggarakan di Bali. Ajang ini tidak hanya memperkenalkan konsep olahraga pantai dalam skala kontinental, tetapi juga menunjukkan kemampuan Indonesia dalam mengelola acara yang melibatkan lingkungan alam yang unik serta adaptasi logistik yang berbeda dari kompetisi konvensional. Keberhasilan ABG 2008 menjadi landasan awal bagi kepercayaan diri Indonesia di mata komunitas olahraga internasional.
Selain itu, Indonesia juga memiliki pengalaman panjang dalam menyelenggarakan SEA Games, ajang olahraga terbesar di Asia Tenggara, sebanyak empat kali: pada tahun 1979, 1987, 1997, dan 2011. Setiap penyelenggaraan SEA Games ini menandai evolusi dalam infrastruktur olahraga, manajemen acara, dan kemampuan logistik. Dari puluhan tahun pengalaman tersebut, Indonesia telah belajar banyak mengenai koordinasi antarnegara, pengelolaan ribuan atlet dan ofisial, serta persiapan venue yang memenuhi standar internasional. Ini membuktikan konsistensi dan komitmen Indonesia dalam mendukung perkembangan olahraga di kawasan.
Puncak dari pengalaman penyelenggaraan multievent adalah Asian Games dan Asian Para Games 2018. Jakarta dan Palembang berhasil menjadi tuan rumah bersama untuk ajang olahraga terbesar kedua di dunia setelah Olimpiade. Keberhasilan Asian Games 2018 menjadi sorotan dunia, tidak hanya karena skala acaranya yang masif – melibatkan puluhan ribu atlet dan ofisial dari 45 negara, serta ratusan nomor pertandingan di berbagai cabang olahraga – tetapi juga karena efisiensi dan kemegahan penyelenggaraannya. Infrastruktur baru seperti Light Rail Transit (LRT) di Palembang, revitalisasi kompleks Gelora Bung Karno (GBK) di Jakarta, serta pembangunan wisma atlet yang modern, menjadi warisan berharga dari ajang tersebut. Upacara pembukaan dan penutupan yang spektakuler juga berhasil memukau dunia, menampilkan kekayaan budaya Indonesia dan semangat persatuan. Penyelenggaraan Asian Para Games 2018 yang juga sukses, menunjukkan inklusivitas dan kemampuan Indonesia dalam mengakomodasi kebutuhan atlet difabel, yang semakin memperkuat reputasi Indonesia sebagai tuan rumah yang cakap dan berempati.
Pengalaman-pengalaman sukses ini memberikan dasar yang kuat bagi Indonesia untuk melangkah ke level yang lebih tinggi, yaitu Olimpiade. Sebelumnya, Indonesia pernah mengajukan diri sebagai tuan rumah Olimpiade 2032, namun dalam prosesnya International Olympic Committee (IOC) menilai Brisbane sebagai kandidat yang lebih sesuai. Meskipun demikian, pengalaman dalam proses bidding tersebut sangat berharga, memberikan pemahaman mendalam tentang kriteria dan ekspektasi IOC. Belajar dari pengalaman itu, Indonesia kini kembali membidik Olimpiade 2036, dengan persiapan yang lebih matang dan strategis.
Sebagai langkah awal dan uji coba kemampuan di panggung global sebelum menatap Olimpiade 2036, Indonesia berupaya keras untuk dapat lebih dulu menjadi tuan rumah Youth Olympic Games (YOG) 2030. YOG adalah ajang olahraga multi-olahraga internasional yang diselenggarakan setiap empat tahun, dirancang khusus untuk atlet muda berusia 14 hingga 18 tahun. Ajang ini tidak hanya berfokus pada kompetisi olahraga, tetapi juga mengintegrasikan program budaya dan pendidikan, bertujuan untuk menginspirasi generasi muda dan mempromosikan nilai-nilai Olimpiade. YOG dianggap sebagai platform penting untuk mengidentifikasi dan mengembangkan bakat-bakat muda, serta mempersiapkan mereka untuk karier olahraga di masa depan.
Saat ini, ada empat negara yang menunjukkan minat untuk menjadi tuan rumah YOG 2030, dengan Indonesia, India, dan Qatar menjadi tiga kandidat terdepan yang paling sering disebut. Persaingan ini tentu tidak ringan, mengingat India dan Qatar juga memiliki pengalaman dan sumber daya yang signifikan dalam menyelenggarakan event olahraga berskala besar. India, dengan populasi besar dan pasar olahraga yang berkembang, serta Qatar, yang telah sukses menggelar berbagai kejuaraan dunia dan kini bersiap untuk Piala Dunia FIFA 2022, adalah pesaing yang tangguh.
Meskipun demikian, Komite Olimpiade Indonesia (KOI) menyatakan keyakinan kuat bahwa proses pencalonan ini akan berjalan sukses bagi Indonesia. Ketua Umum KOI, Raja Sapta Oktohari, menjelaskan beberapa alasan di balik optimisme tersebut.
"Pertama, kita kan membahas tentang Youth Olympic Games yang levelnya tentunya dunia. Kalau SEA Games itu pesertanya 11 negara, Asian Games ada 45 negara, sedangkan Olimpiade kurang lebih 200-an negara jadi bicara levelnya dunia. Ini adalah lompatan besar dalam hal jangkauan dan standar," kata Raja Sapta Oktohari, yang akrab disapa Okto, saat ditemui di kawasan FX Sudirman. Pernyataan Oktohari ini menyoroti perbedaan signifikan dalam skala dan kompleksitas YOG dibandingkan dengan event-event regional atau kontinental yang pernah diselenggarakan Indonesia. Mengelola partisipasi dari sekitar 200 negara membutuhkan standar keamanan, logistik, dan akomodasi yang jauh lebih tinggi, serta koordinasi diplomatik yang lebih luas.
"Kedua, tingkat kerumitan yang saya yakini dengan pengalaman kita di Asian Games, kita melayani lebih banyak cabor dan peserta, sehingga sangat memungkinkan untuk menggunakan referensi itu dalam melaksanakan kegiatan seperti Youth Olympic Games," lanjutnya. Oktohari merujuk pada Asian Games 2018 yang melibatkan lebih dari 40 cabang olahraga dan ribuan atlet. YOG, meskipun skalanya lebih kecil dari Asian Games dalam hal jumlah peserta dan cabang olahraga, tetap merupakan ajang global yang membutuhkan koordinasi multi-venue, manajemen transportasi yang efisien, dan fasilitas yang memadai. Pengalaman sukses di Asian Games 2018 memberikan modal berharga dalam menghadapi tantangan logistik dan operasional yang serupa. Tim penyelenggara Indonesia telah teruji dalam menghadapi tekanan dan kompleksitas ajang internasional, termasuk penanganan insiden, manajemen krisis, dan pemenuhan kebutuhan beragam delegasi.
Aspek krusial lainnya adalah komunikasi dan diplomasi. Oktohari mengungkapkan bahwa KOI telah membangun komunikasi secara proaktif dengan negara-negara pesaing. "Kami juga membangun komunikasi secara komunikatif dengan negara peserta lainnya secara tak langsung, kami dan saya sudah bicara dengan India dan Qatar, nanti sifatnya kompromi." Pendekatan ini menunjukkan strategi yang matang, di mana Indonesia tidak hanya berfokus pada kekuatan diri sendiri, tetapi juga menjalin hubungan baik dengan para pesaing. Kompromi atau pembicaraan lebih lanjut bisa berarti menjajaki kemungkinan dukungan timbal balik di masa depan untuk bidding event lain, atau sekadar membangun hubungan positif yang bisa memengaruhi keputusan IOC. "Mungkin kita berdiskusi lebih lanjut, dan saya yakin kalau kita siap Insya Allah pengerjaan itu akan diberikan ke Indonesia untuk menjadi tuan rumah Youth Olympic Games 2030," imbuh Oktohari. Keyakinan ini didasari oleh persiapan matang dan dialog yang konstruktif.
Oktohari, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Panitia Penyelenggara Asian Para Games 2018, menegaskan bahwa peluang Indonesia untuk menjadi tuan rumah YOG 2030 sangat besar. "Peluangnya besar. Kan kalau usaha harus yakin jadi kalau kita serius dalam bidding, semua aspek kita siapkan, kita ini bisa menjadi tuan rumah Youth Olympic Games 2030," ucapnya. Keseriusan dalam bidding berarti persiapan proposal yang komprehensif, dukungan penuh dari pemerintah, kesiapan infrastruktur, dan tentu saja, dukungan dari masyarakat.
Dukungan pemerintah menjadi faktor kunci dalam setiap upaya bidding event internasional. Presiden Joko Widodo sendiri telah menunjukkan komitmen kuat terhadap pengembangan olahraga dan ambisi Indonesia di kancah global, termasuk melalui upaya bidding Olimpiade 2032 dan kini 2036. Konsistensi dukungan ini memberikan sinyal positif kepada IOC bahwa Indonesia memiliki kemauan politik dan stabilitas untuk melaksanakan event sebesar YOG.
Selain itu, kesiapan infrastruktur juga menjadi nilai tambah. Banyak venue yang digunakan untuk Asian Games 2018 masih dalam kondisi prima dan dapat dioptimalkan untuk YOG. Kompleks olahraga Gelora Bung Karno, misalnya, merupakan salah satu fasilitas olahraga terbaik di Asia Tenggara yang siap digunakan. Fasilitas akomodasi, transportasi, dan telekomunikasi juga telah meningkat pesat, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta dan Palembang. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang event management, relawan, dan tenaga keamanan juga menjadi modal penting.
Menjadi tuan rumah Youth Olympic Games 2030 akan membawa banyak manfaat bagi Indonesia. Dari segi ekonomi, event ini akan memicu pertumbuhan sektor pariwisata, perhotelan, dan UMKM. Kedatangan ribuan atlet, ofisial, media, dan penonton internasional akan menggerakkan roda ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan menarik investasi asing. Dari segi sosial, YOG akan menumbuhkan rasa bangga nasional dan persatuan. Mendorong gaya hidup sehat dan partisipasi dalam olahraga di kalangan generasi muda, serta menginspirasi atlet-atlet muda Indonesia untuk mencapai prestasi lebih tinggi.
Dari perspektif pengembangan olahraga, YOG akan memberikan eksposur berharga bagi atlet-atlet muda Indonesia, memungkinkan mereka berkompetisi di panggung dunia dan mengukur kemampuan mereka. Ini juga dapat mendorong peningkatan fasilitas pelatihan, program pembinaan, dan transfer pengetahuan dari negara-negara maju. Secara internasional, menjadi tuan rumah YOG 2030 akan semakin memperkuat citra Indonesia sebagai negara yang stabil, aman, ramah, dan mampu menyelenggarakan event global dengan sukses. Ini adalah bentuk "diplomasi olahraga" yang efektif, meningkatkan reputasi dan pengaruh Indonesia di mata dunia.
Tentu saja, ada tantangan yang harus dihadapi. Biaya penyelenggaraan yang besar membutuhkan perencanaan keuangan yang matang dan kemitraan publik-swasta yang kuat. Aspek keberlanjutan juga penting, memastikan bahwa warisan fisik dan non-fisik dari YOG dapat terus bermanfaat dalam jangka panjang. Meskipun demikian, dengan rekam jejak yang terbukti, strategi yang terencana, dan keyakinan yang teguh dari KOI serta dukungan pemerintah dan masyarakat, Indonesia memiliki peluang emas untuk mewujudkan mimpinya menjadi tuan rumah Youth Olympic Games 2030, sekaligus membuka jalan bagi ambisi yang lebih besar di Olimpiade 2036.
