
Dunia sepak bola berduka setelah kabar mengejutkan datang pada Kamis (3/7/2025) dini hari waktu setempat, mengonfirmasi meninggalnya Diogo Jota, penyerang andalan Liverpool dan tim nasional Portugal, dalam sebuah kecelakaan mobil tragis di Spanyol. Kabar ini sontak menyebar seperti api, meninggalkan kejutan dan kesedihan mendalam di hati para penggemar, rekan setim, dan seluruh komunitas sepak bola global. Jota, yang baru saja membawa Liverpool meraih gelar Premier League pada bulan Mei dan menjuarai UEFA Nations League bersama Portugal di bulan Juni, berada di puncak kariernya, membuat kepergiannya semakin terasa pahit dan tak terduga. Ia mengembuskan napas terakhirnya bersama sang adik, Andre Silva, saat keduanya dalam perjalanan menuju pelabuhan di Santander, berniat menyeberang dengan kapal ferry menuju Inggris.
Lahir dengan nama lengkap Diogo José Teixeira da Silva, ia kemudian dikenal luas dengan panggilan Diogo Jota. Panggilan "Jota" yang melekat erat pada dirinya memiliki kisah unik yang berakar pada masa mudanya di Portugal. Saat merintis karier di akademi sepak bola, Diogo muda menyadari bahwa nama "Diogo" dan "Silva" sangat umum di negaranya, menyebabkan potensi kebingungan di antara banyak pemain lain yang memiliki nama serupa. Untuk membedakan dirinya, ia meminta agar nama punggung di seragamnya tertulis ‘Diogo J’. ‘J’ di sini adalah singkatan dari José, nama tengahnya. Harapannya sederhana: agar orang-orang bisa dengan mudah mengidentifikasi dirinya.
Namun, nasib berkata lain, atau lebih tepatnya, fonetik bahasa Portugal yang berbicara. Huruf ‘J’ dalam bahasa Portugal diucapkan sebagai ‘Jota’. Apa yang dimulai sebagai inisiatif untuk membedakan diri, secara organik berkembang menjadi panggilan akrab. Kolega, pelatih, dan kemudian para penggemar, mulai memanggilnya Diogo Jota. Panggilan ini pun melekat dan menjadi identitasnya di lapangan hijau, jauh melampaui sekadar singkatan nama. Ini adalah sebuah evolusi linguistik yang mengubah singkatan personal menjadi nama panggung yang ikonik bagi salah satu talenta terbaik Portugal di generasinya. Sejak saat itu, Diogo Jota bukan hanya sekadar nama, melainkan sebuah merek yang mencerminkan kecerdasannya, kegigihannya, dan kemampuannya di lapangan.
Perjalanan karier Diogo Jota dimulai di Portugal, menimba ilmu di akademi Pacos de Ferreira sebelum membuat debut profesionalnya. Kemampuan mencetak gol dan pergerakannya yang cerdas menarik perhatian klub-klub besar, membawanya ke Porto, meskipun lebih banyak menghabiskan waktu dengan status pinjaman. Puncak kariernya di Portugal membawanya melintasi batas negara, mendarat di Inggris untuk memperkuat Wolverhampton Wanderers pada musim 2017-2018. Kedatangannya di Molineux Stadium langsung memberikan dampak signifikan. Wolves saat itu berkompetisi di divisi Championship, dan Jota dengan cepat membuktikan dirinya sebagai salah satu pemain paling menonjol di liga. Ia menjadi motor serangan tim, kontribusinya dalam gol dan assist sangat vital, membantu Wolves mengamankan promosi ke Premier League.
Selama di Championship, Jota sempat memakai nama keluarganya, Silva, di jersey yang ia kenakan. Hal ini bukan karena preferensi pribadi, melainkan karena aturan liga pada saat itu yang mewajibkan pemain untuk menuliskan nama keluarganya di jersey. Aturan ini bertujuan untuk standardisasi dan mungkin memudahkan identifikasi bagi penonton dan ofisial. Namun, begitu Wolves berhasil promosi ke Premier League di musim berikutnya, aturan tersebut tidak lagi berlaku, dan Jota dengan bangga kembali memakai nama Diogo J, yang kemudian secara luas diakui sebagai Diogo Jota. Panggilan "Jota" sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitasnya, baik bagi para penggemar Wolves maupun penikmat sepak bola secara umum. Performa impresifnya di Premier League bersama Wolves menarik perhatian raksasa Merseyside, Liverpool, yang akhirnya merekrutnya pada September 2020.
Kepindahannya ke Anfield adalah titik balik dalam kariernya. Di bawah asuhan Jürgen Klopp, Jota berkembang menjadi penyerang multifungsi yang mematikan. Kemampuannya bermain di berbagai posisi lini serang, baik sebagai penyerang tengah, sayap kiri, maupun sayap kanan, menjadikannya aset berharga bagi The Reds. Ia dikenal dengan insting golnya yang tajam, pergerakan tanpa bola yang cerdas, serta kemampuan finishing yang klinis. Dalam waktu singkat, Jota berhasil mengamankan tempatnya di hati para Liverpudlian, kerap menjadi pemecah kebuntuan dan penentu kemenangan dalam pertandingan-pertandingan krusial. Musim 2024-2025 menjadi puncaknya, saat Jota menjadi salah satu pemain kunci yang membawa Liverpool merengkuh gelar Premier League, mengakhiri musim dengan performa gemilang yang mengukuhkan statusnya sebagai salah satu penyerang terbaik di liga.
Di kancah internasional, Diogo Jota juga menjadi pilar penting bagi tim nasional Portugal. Ia pertama kali dipanggil ke skuad senior pada tahun 2019 dan sejak itu menjadi bagian tak terpisahkan dari skuad Seleção das Quinas. Kemampuannya untuk beradaptasi dengan sistem pelatih Fernando Santos, dan kemudian Roberto Martínez, membuatnya sering menjadi pilihan utama di lini depan, berduet dengan megabintang seperti Cristiano Ronaldo. Pada bulan Juni 2025, hanya beberapa minggu sebelum tragedi yang merenggut nyawanya, Jota turut berkontribusi besar dalam kesuksesan Portugal meraih gelar juara UEFA Nations League. Kemenangan ini semakin mempertegas statusnya sebagai pemain kelas dunia yang selalu siap memberikan kontribusi maksimal, baik di level klub maupun internasional. Ia adalah representasi dari generasi emas sepak bola Portugal yang menjanjikan.
Tragedi ini juga menyoroti sosok Andre Silva, adik Diogo Jota, yang turut menjadi korban dalam kecelakaan tersebut. Andre, yang juga seorang pesepak bola, memilih untuk tetap memakai marga ‘Silva’ di jersey-nya. Hal ini sering kali menimbulkan kebingungan di kalangan publik, karena ada pemain Timnas Portugal lain yang jauh lebih terkenal dengan nama Andre Silva, yang memperkuat RB Leipzig dan pernah menimba ilmu bersama Diogo Jota di akademi Porto. Perbedaan pilihan nama di jersey ini, ironisnya, kini menjadi bagian dari kisah pilu yang tak terpisahkan dari keluarga Teixeira da Silva. Kepergian dua bersaudara ini dalam waktu yang bersamaan tentu meninggalkan luka yang sangat mendalam bagi keluarga dan kerabat.
Diogo Jota meninggalkan seorang istri, Rute Cardoso, dan tiga anak yang masih sangat kecil, semuanya berusia di bawah lima tahun. Kehilangan sosok kepala keluarga dan ayah di usia yang begitu muda, dengan anak-anak yang belum sepenuhnya memahami apa yang terjadi, adalah pukulan telak yang tak terbayangkan. Jota dikenal sebagai pribadi yang rendah hati, pekerja keras, dan sangat mencintai keluarganya. Di luar lapangan, ia adalah sosok yang ramah dan profesional, selalu berdedikasi pada profesinya dan memberikan yang terbaik. Komunitas sepak bola, dari manajemen klub, rekan setim, hingga jutaan penggemar di seluruh dunia, menyampaikan belasungkawa dan dukungan penuh kepada keluarga yang ditinggalkan.
Kepergian Diogo Jota secara mendadak dan tragis ini adalah pengingat betapa rapuhnya hidup, bahkan bagi mereka yang berada di puncak kejayaan. Dalam sekejap, seorang bintang lapangan hijau yang sedang bersinar terang, dengan masa depan yang gemilang terbentang di hadapannya, harus mengakhiri perjalanannya. Warisan yang ditinggalkan Jota bukan hanya deretan gol dan trofi, melainkan juga semangat juang, dedikasi, dan profesionalisme yang patut dicontoh. Ia akan selalu dikenang sebagai Diogo Jota, si "Jota" yang unik, yang namanya menjadi identitasnya, dan yang kariernya, meski singkat, telah mengukir tinta emas dalam sejarah Liverpool dan sepak bola Portugal. Dunia sepak bola akan merindukan bakatnya, senyumnya, dan kehadirannya di lapangan hijau.
