
Piala Dunia Antarklub 2025 sendiri hadir dengan format baru yang lebih besar dan ambisius, melibatkan 32 tim dari berbagai konfederasi di seluruh dunia. Bagi Chelsea, partisipasi ini adalah kesempatan untuk menegaskan kembali posisi mereka di panggung global, terutama setelah beberapa musim yang penuh gejolak. Sementara itu, Fluminense, sebagai juara bertahan Copa Libertadores, datang dengan reputasi sebagai tim yang tangguh dan penuh semangat khas Amerika Selatan, bertekad untuk membuktikan kualitas sepak bola Brasil. Pertemuan ini juga menjadi reuni emosional bagi Thiago Silva, kapten Fluminense, yang kembali menghadapi mantan klubnya, Chelsea, tempat ia menghabiskan empat musim penuh kesuksesan.
Sejak peluit awal dibunyikan di hadapan puluhan ribu penonton yang memadati MetLife Stadium, Chelsea langsung menunjukkan niat mereka untuk menguasai jalannya pertandingan. Dengan Maresca yang dikenal mengusung filosofi penguasaan bola dan pressing tinggi, Si Biru menerapkan strategi yang agresif. Mereka tak memberikan ruang sedikit pun bagi Fluminense untuk mengembangkan permainan. Joao Pedro, striker baru yang didatangkan dengan ekspektasi tinggi dari Brighton & Hove Albion di awal musim, langsung dipercaya sebagai starter dan menjadi ujung tombak serangan. Kehadirannya di lini depan memberikan dimensi baru bagi serangan Chelsea, dengan pergerakan cerdas dan kemampuan menekan lini pertahanan lawan.
Dalam sepuluh menit pertama, beberapa percobaan berbahaya dilancarkan oleh pemain Chelsea. Marc Cucurella, yang tampil energik di sisi kiri pertahanan, kerap ikut membantu serangan dan menciptakan peluang dengan umpan silang akuratnya. Enzo Fernandez, jenderal lini tengah Chelsea, juga menunjukkan kelasnya dengan mengirimkan umpan-umpan terobosan dan sesekali melepaskan tembakan spekulatif dari luar kotak penalti, mengancam gawang Fabio, kiper veteran Fluminense. Intensitas tinggi yang diperagakan Chelsea membuat Fluminense kesulitan keluar dari tekanan dan membangun serangan yang terorganisir.
Upaya gigih Chelsea akhirnya membuahkan hasil di menit ke-18 melalui momen magis dari Joao Pedro. Penyerang muda Brasil itu menerima bola di luar kotak penalti, tak jauh dari posisi idealnya. Dengan sentuhan pertama yang presisi, ia mengontrol bola dan melepaskan sepakan keras nan terukur menggunakan kaki kanannya. Bola melengkung indah, melesat melewati jangkauan Fabio, dan menghujam pojok atas gawang Fluminense. Gol indah ini tak hanya membawa Chelsea unggul 1-0, tetapi juga menjadi penegasan bahwa Joao Pedro adalah investasi yang tepat dan siap menjadi bintang baru di Stamford Bridge. Selebrasi riuh dari para penggemar Chelsea memenuhi stadion, merayakan gol pembuka yang krusial ini.
Setelah unggul, Chelsea semakin nyaman memegang kendali permainan. Mereka mempertahankan tempo tinggi dan terus menekan Fluminense, yang tampak kesulitan menemukan ritme mereka. Lini tengah Chelsea yang digalang oleh Enzo Fernandez dan Moises Caicedo tampil solid, memutus aliran bola Fluminense dan mendominasi duel-duel perebutan bola. Fluminense, meskipun memiliki pemain-pemain kreatif seperti Jhon Arias dan German Cano, kesulitan menciptakan peluang bersih karena ketatnya pertahanan Chelsea yang digalang oleh Tosin Adarabioyo dan Trevoh Chalobah.
Di menit ke-34, drama sempat mewarnai pertandingan ketika Fluminense nyaris mendapatkan hadiah penalti. Ignacio, pemain Fluminense, terjatuh di dekat kotak penalti setelah berbenturan dengan Joao Pedro. Wasit awalnya menunjuk titik putih, memicu protes dari para pemain Chelsea. Namun, setelah tinjauan VAR (Video Assistant Referee) yang memakan waktu cukup lama, keputusan diubah. Tayangan ulang menunjukkan bahwa pelanggaran terjadi tipis di luar garis kotak penalti, sehingga wasit memberikan tendangan bebas untuk Fluminense, bukan penalti. Keputusan ini melegakan kubu Chelsea dan menjaga keunggulan mereka. Tendangan bebas yang dieksekusi Fluminense kemudian berhasil dimentahkan oleh barisan pertahanan The Blues.
Hingga jeda babak pertama, skor 1-0 tetap bertahan untuk keunggulan Chelsea. Dominasi Chelsea terasa nyata, dan mereka berhasil meredam ancaman dari Fluminense dengan pertahanan yang solid dan lini tengah yang agresif.
Memasuki babak kedua, skenario pertandingan tidak banyak berubah. Chelsea masih tampil dominan atas Fluminense, mengontrol tempo permainan dan sesekali melancarkan serangan balik cepat yang berbahaya. Fluminense mencoba untuk meningkatkan intensitas serangan mereka, dengan beberapa pergantian pemain yang dilakukan oleh pelatih mereka, Fernando Diniz, termasuk memasukkan Keno dan Everaldo untuk menambah daya gedor. Namun, upaya mereka selalu berhasil diredam oleh lini belakang Chelsea yang tampil disiplin.
Di menit ke-56, Joao Pedro kembali unjuk gigi dan mencetak gol keduanya, sekali lagi menegaskan statusnya sebagai bintang lapangan. Gol ini lahir dari skema serangan balik cepat yang mematikan. Bola berhasil direbut di lini tengah, kemudian diumpan ke Joao Pedro yang langsung berlari menusuk ke area penalti. Dengan akselerasi luar biasa dan kecerdikan dalam ruang sempit, ia berhasil melewati satu bek Fluminense sebelum melepaskan tembakan keras dari dalam kotak penalti. Sepakan mendatarnya tak mampu dijangkau Fabio, dan bola bersarang di jaring gawang. Gol ini membawa wakil Premier League itu memimpin 2-0 dan praktis meredam semangat Fluminense.
Gol kedua ini menjadi pukulan telak bagi Fluminense, yang terlihat makin kesulitan mengejar ketertinggalan dua gol. Mereka mencoba untuk melancarkan serangan sporadis, namun kerap terbentur tembok pertahanan Chelsea yang digalang Robert Sanchez di bawah mistar gawang. Maresca juga mulai melakukan pergantian pemain untuk menjaga kesegaran tim dan memberikan kesempatan kepada pemain lain. Nicolas Jackson masuk menggantikan Joao Pedro di menit ke-60, disusul oleh Reece James dan Noni Madueke yang masuk menggantikan Malo Gusto dan Pedro Neto di menit ke-68. Pergantian ini menunjukkan kedalaman skuad Chelsea dan kemampuan Maresca untuk merotasi pemain tanpa mengurangi kekuatan tim.
Chelsea dengan nyaman memainkan bola dari kaki ke kaki, mengontrol penguasaan bola dan sesekali menghadirkan beberapa ancaman melalui pergerakan Cole Palmer dan Christopher Nkunku yang lincah. Di menit-menit jelang laga tuntas, Fluminense mencoba melancarkan serangan terakhirnya dengan sisa tenaga yang mereka miliki, namun upaya mereka selalu bisa diredam oleh barisan belakang Chelsea yang menjaga kemenangan mereka sampai peluit panjang dibunyikan. Enzo Fernandez dan Christopher Nkunku juga ditarik keluar di menit ke-86, digantikan oleh Andrey Santos dan Kiernan Dewsbury-Hall, memberikan menit bermain bagi para pemain muda.
Hasil ini memastikan Chelsea melaju ke final Piala Dunia Antarklub 2025, sebuah pencapaian signifikan di bawah kepemimpinan Enzo Maresca. Kemenangan ini tidak hanya menunjukkan kualitas individu para pemain Chelsea, tetapi juga efektivitas filosofi permainan yang diterapkan Maresca. Joao Pedro, dengan dwigolnya, membuktikan dirinya sebagai pembelian yang brilian dan siap menjadi penyerang masa depan Chelsea.
Anak asuh Enzo Maresca kini tinggal menunggu pemenang antara Paris Saint-Germain (PSG) dan Real Madrid, yang baru akan bermain pada Kamis (10/7) dini hari WIB. Siapapun lawannya, Chelsea dipastikan akan menghadapi tantangan terbesar mereka di final. Melawan PSG dengan kekuatan serangan mereka atau Real Madrid dengan pengalaman dan mental juara mereka, Chelsea harus mempertahankan performa solid dan efisiensi yang mereka tunjukkan di semifinal ini untuk bisa mengangkat trofi Piala Dunia Antarklub yang baru ini.
Susunan Pemain
Fluminense: Fabio, Thiago Silva, Thiago Santos (Keno 54′), Ignacio, Facundo Bernal (Lima 70′), Hercules (Agustin Canobbio 70′), Nonato (Yeferson Soteldo 66′), Rene, Guga, German Cano (Everaldo 54′), Jhon Arias
Chelsea: Robert Sanchez, Tosin Adarabioyo, Trevoh Chalobah, Marc Cucurella, Malo Gusto (Reece James 68′), Moises Caicedo, Enzo Fernandez (Andrey Santos 86′), Cole Palmer, Pedro Neto (Noni Madueke 68′), Joao Pedro (Nicolas Jackson 60′), Christopher Nkunku (Kiernan Dewsbury-Hall 86′)
