
Federasi Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) telah menetapkan target yang ambisius bagi Tim Nasional Indonesia U-23: meraih gelar juara di ajang Piala AFF U-23 2025. Turnamen bergengsi tingkat regional ini akan diselenggarakan di kandang sendiri, dengan Stadion Utama Gelora Bung Karno di Jakarta dan Stadion Patriot Candrabhaga di Bekasi sebagai arena utama pertempuran. Namun, di tengah gema optimisme yang digaungkan PSSI, pelatih kepala Garuda Muda, Gerald Vanenburg, memilih untuk menanggapi dengan pendekatan yang lebih pragmatis dan realistis, enggan mengumbar janji-janji muluk yang dapat membebani tim asuhannya.
Target juara ini bukanlah sekadar ambisi sesaat, melainkan bagian integral dari visi jangka panjang PSSI untuk mengangkat level sepak bola Indonesia, khususnya di kategori usia muda. Dengan menjadi tuan rumah, PSSI berharap momentum dukungan publik dapat dimaksimalkan untuk mendorong performa terbaik tim. Keberhasilan di level regional seperti Piala AFF U-23 seringkali dijadikan barometer penting untuk mengukur kesiapan dan potensi tim dalam menghadapi tantangan yang lebih besar di kancah Asia. Selain itu, juara di kandang sendiri akan menjadi suntikan moral yang luar biasa bagi pengembangan pemain muda dan kepercayaan diri sepak bola nasional secara keseluruhan. PSSI melihat turnamen ini sebagai ajang krusial untuk menguji kedalaman skuad, mematangkan strategi, dan membangun mental juara yang dibutuhkan untuk kompetisi yang lebih tinggi.
Dalam perjalanannya menuju target juara, Timnas U-23 harus terlebih dahulu melewati hadangan di babak penyisihan grup. Berdasarkan hasil undian, Indonesia yang berstatus sebagai tuan rumah tergabung di Grup A bersama dengan tiga negara tetangga yang memiliki tradisi sepak bola cukup kuat di Asia Tenggara: Malaysia, Filipina, dan Brunei Darussalam. Grup ini menjanjikan persaingan yang ketat, mengingat rivalitas klasik antara Indonesia dan Malaysia, serta potensi kejutan dari Filipina yang terus menunjukkan peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Brunei, meski sering dianggap sebagai tim kuda hitam, tidak bisa diremehkan dan bisa menjadi batu sandungan jika Timnas U-23 tidak tampil maksimal. Setiap pertandingan di babak grup akan menjadi krusial, bukan hanya untuk mengamankan tiket ke fase gugur, tetapi juga untuk membangun momentum dan kepercayaan diri tim.
Saat ini, persiapan Timnas U-23 tengah digeber melalui Pemusatan Latihan (TC) yang intensif di Jakarta. TC ini telah dimulai sejak 20 Juni lalu, melibatkan 30 pemain yang dipanggil dalam daftar awal. Pemilihan 30 pemain ini menunjukkan niat PSSI dan staf pelatih untuk melakukan seleksi ketat dan mencari komposisi terbaik dari talenta-talenta muda yang tersedia di seluruh penjuru Indonesia, bahkan mungkin melibatkan pemain-pemain yang berkarier di luar negeri. Proses TC ini bukan hanya tentang memilah pemain terbaik, tetapi juga tentang membangun chemistry tim, menanamkan filosofi permainan pelatih, serta meningkatkan kondisi fisik dan taktik.
Menyikapi tuntutan tersebut, Vanenburg, seorang pelatih yang dikenal dengan filosofi sepak bolanya yang pragmatis namun berorientasi pada pengembangan, memilih untuk tidak memberikan janji muluk-muluk. Baginya, progres dan etos kerja keras setiap hari jauh lebih krusial daripada sekadar target angka. "Menurut saya kami tampil cukup baik. Kami harus terus kerja keras setiap hari," tegas Vanenburg, mencerminkan pendekatannya yang fokus pada proses. Ia menambahkan, "Kami selalu berusaha keras memberikan yang terbaik agar siap tampil di turnamen nanti. Saya tidak ingin memberi angka atau target tertentu, benar-benar tidak." Pernyataan ini menunjukkan kebijaksanaan seorang pelatih berpengalaman yang memahami dinamika tekanan dalam sepak bola, terutama di negara dengan ekspektasi tinggi seperti Indonesia. Ia ingin para pemainnya fokus pada performa di lapangan, bukan pada beban ekspektasi yang bisa mematikan kreativitas dan semangat.
Gerald Vanenburg sendiri bukanlah sosok sembarangan. Ia adalah mantan gelandang serang legendaris dari Belanda yang pernah merasakan puncak karier bersama raksasa Eropa seperti Ajax Amsterdam dan PSV Eindhoven. Sebagai pemain, ia pernah menjuarai Liga Champions (dulu Piala Champions) bersama PSV pada tahun 1988, serta berbagai gelar liga domestik. Pengalamannya sebagai pemain top dunia dan kemudian beralih ke dunia kepelatihan memberinya perspektif unik tentang bagaimana mengelola tim muda. Filosofi kepelatihannya cenderung mengedepankan penguasaan bola, permainan kolektif, dan pengembangan individu secara holistik. Pendekatan "step-by-step" yang ia pilih untuk Timnas U-23 menunjukkan bahwa ia lebih mementingkan fondasi yang kuat dan pertumbuhan berkelanjutan daripada hasil instan yang bisa datang dengan pengorbanan kualitas jangka panjang. Ia memahami bahwa sepak bola adalah proses panjang, dan tekanan untuk meraih juara harus diimbangi dengan fokus pada peningkatan kemampuan pemain.
Bagi PSSI, turnamen Piala AFF U-23 2025 ini memiliki signifikansi ganda. Selain menjadi ajang pembuktian di level regional, ia juga berfungsi sebagai persiapan vital menuju Kualifikasi Piala Asia U-23 2026. Babak kualifikasi untuk turnamen Asia tersebut dijadwalkan akan digelar pada 3 hingga 9 September mendatang, hanya beberapa pekan setelah Piala AFF U-23 berakhir. Ini berarti, Piala AFF U-23 akan menjadi simulasi berharga dan tolok ukur kemampuan Timnas U-23 sebelum menghadapi tantangan yang jauh lebih berat di kancah benua. Hasil yang diperoleh di Piala AFF U-23 akan memberikan gambaran jelas mengenai area mana yang perlu diperbaiki, strategi mana yang efektif, dan pemain mana yang siap untuk level kompetisi yang lebih tinggi.
Di Kualifikasi Piala Asia U-23 2026, Indonesia tergabung di Grup J, sebuah grup yang bisa dibilang cukup berat. Garuda Muda akan bersaing dengan kekuatan tradisional sepak bola Asia, Korea Selatan, serta dua tim lainnya, Laos dan Makau. Korea Selatan, dengan reputasi sebagai salah satu raksasa sepak bola Asia, tentu akan menjadi lawan terberat dan favorit di grup ini. Pertandingan melawan Korea Selatan akan menjadi ujian sesungguhnya bagi mental dan kualitas Timnas U-23. Sementara itu, Laos dan Makau, meskipun secara peringkat FIFA di bawah Indonesia, tidak bisa dianggap enteng. Mereka bisa saja memberikan kejutan jika Timnas U-23 lengah. Oleh karena itu, performa di Piala AFF U-23 akan sangat penting untuk membangun kepercayaan diri dan mematangkan taktik sebelum menghadapi lawan-lawan sekelas Korea Selatan.
Vanenburg terus menekankan pentingnya pengembangan. "Yang paling penting adalah kami terus berkembang itu yang utama. Biarkan angka tidak berarti apa-apa," ucap Vanenburg, menegaskan kembali filosofi kepelatihannya. Ia tidak ingin performa tim diukur hanya dari skor atau posisi di klasemen, melainkan dari peningkatan kualitas permainan, pemahaman taktik, dan mentalitas bertanding. "Paling penting adalah bukti di lapangan bahwa kami tim bagus, angka tidak bisa mewakili itu," tuturnya. Pernyataan ini mencerminkan fokus pada kualitas fundamental dan substansi permainan, yang pada akhirnya akan membawa hasil positif. Baginya, tim yang bagus akan menunjukkan kualitasnya melalui permainan yang solid, strategi yang terimplementasi dengan baik, dan semangat juang yang tinggi, terlepas dari hasil akhir sesaat.
Sejarah partisipasi Timnas Indonesia U-23 di Piala AFF U-23 juga menunjukkan grafik yang menarik. Garuda Muda pernah merasakan manisnya menjadi juara pada edisi 2019. Kala itu, turnamen diselenggarakan di Kamboja, dan Timnas Indonesia U-23 tampil perkasa di bawah asuhan pelatih Indra Sjafri, mengalahkan Thailand di final. Kemenangan tersebut menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki potensi besar di level usia muda. Namun, pada edisi berikutnya di tahun 2022, Indonesia absen dari turnamen karena berbagai faktor, termasuk kendala jadwal dan pandemi COVID-19 yang masih melanda. Absennya Indonesia saat itu sangat disayangkan, mengingat momentum positif yang telah dibangun.
Kemudian, pada edisi 2023, Timnas Indonesia U-23 kembali berpartisipasi dan menunjukkan performa yang menjanjikan. Di bawah arahan pelatih Shin Tae-yong, yang saat itu juga menangani tim senior, Garuda Muda berhasil melaju hingga babak final. Perjalanan di turnamen tersebut penuh drama dan perjuangan, dengan beberapa kemenangan penting dan penampilan yang heroik. Sayangnya, di partai puncak, Timnas U-23 harus mengakui keunggulan Vietnam setelah kalah dalam drama adu penalti yang menegangkan. Meskipun tidak meraih juara, pencapaian sebagai finalis menunjukkan konsistensi dan peningkatan performa tim di level regional. Pengalaman pahit di final 2023 tentu akan menjadi pelajaran berharga dan motivasi tambahan bagi skuad saat ini untuk melangkah lebih jauh.
Perjalanan Timnas Indonesia U-23 menuju Piala AFF U-23 2025 dan Kualifikasi Piala Asia U-23 2026 adalah sebuah narasi tentang ambisi, persiapan matang, dan filosofi pengembangan. PSSI, dengan target juaranya, memberikan sinyal kuat tentang harapan besar terhadap generasi muda sepak bola Indonesia. Sementara itu, Gerald Vanenburg, dengan pendekatannya yang realistis, berusaha untuk memastikan bahwa harapan tersebut dibangun di atas fondasi yang kokoh dari kerja keras, pengembangan berkelanjutan, dan fokus pada kualitas permainan. Dukungan penuh dari masyarakat dan manajemen yang profesional akan menjadi kunci utama dalam membantu Garuda Muda mewujudkan impian mereka, baik di level regional maupun di panggung Asia. Setiap langkah, dari TC di Jakarta hingga pertandingan di Gelora Bung Karno, akan menjadi bagian penting dari perjalanan panjang menuju masa depan sepak bola Indonesia yang lebih cerah.
