
Kalah dari Thailand, Alarm Awal Timnas Bola Voli Indonesia
Timnas bola voli putra Indonesia memulai kiprah mereka di turnamen bergengsi antarnegara Asia Tenggara, SEA V League 2025 putaran pertama, dengan hasil yang mengecewakan. Berhadapan dengan rival bebuyutan mereka, Thailand, di laga pembuka, Dio Zulfikri dan kawan-kawan harus mengakui keunggulan lawan dengan skor 1-3 (25-22, 21-25, 22-25, dan 20-25). Kekalahan ini bukan sekadar hasil minor, melainkan sebuah alarm awal yang nyaring bagi ambisi Indonesia untuk mempertahankan dominasi mereka di kancah bola voli Asia Tenggara, khususnya menjelang SEA Games Thailand 2025.
Pertandingan yang berlangsung pada Rabu, 9 Juli 2025, di Candon City Arena, Candon, Filipina, seharusnya menjadi panggung bagi Indonesia untuk menunjukkan konsistensi dan kekuatan mereka setelah serangkaian penampilan di turnamen sebelumnya. Baru bulan lalu, skuad Merah Putih pulang tanpa prestasi signifikan dari turnamen antarnegara Asia dan Oseania, AVC Nations Cup 2025, yang diselenggarakan di Bahrain. Meskipun di ajang tersebut Indonesia sempat menorehkan kemenangan dramatis atas Thailand dengan skor 3-2 (22-25, 22-25, 25-19, 25-23, dan 15-8) yang mengantar mereka menembus perempat final, performa di SEA V League 2025 ini menunjukkan bahwa euforia kemenangan tersebut belum mampu diterjemahkan menjadi momentum positif. Sebaliknya, kekalahan ini mengindikasikan adanya pekerjaan rumah besar yang harus segera diselesaikan oleh tim pelatih dan para pemain.
Sejak awal set pertama, pertandingan berlangsung ketat dengan kedua tim saling beradu serangan. Indonesia, yang tampil dengan sederet pemain andalan seperti Rivan Nurmulki, Boy Arnes Arabi, Jasen Natanael, Hendra Kurniawan, dan Farhan Halim, berhasil menunjukkan determinasi tinggi. Mereka mampu membaca permainan Thailand dan melancarkan serangan-serangan tajam yang kerap menembus blok lawan. Didukung oleh pertahanan yang solid dan servis yang efektif, Indonesia berhasil mengamankan set pembuka dengan skor 25-22, memberikan harapan akan awal yang baik di turnamen ini.
Namun, angin pertandingan mulai berbalik di set kedua. Thailand, yang dikenal dengan semangat juang dan adaptasi cepat, tidak tinggal diam. Mereka melakukan penyesuaian strategi yang signifikan, terutama dalam hal rotasi pemain dan kerapatan blok. Para pemain Thailand mulai menemukan celah dalam pertahanan Indonesia, sementara blok-blok mereka semakin kokoh, berkali-kali berhasil membendung smes keras dari Rivan dan Farhan. Indonesia mulai kesulitan mengembangkan permainan, terlihat dari beberapa kesalahan sendiri yang tak perlu, baik dalam serangan maupun penerimaan bola. Thailand memanfaatkan momentum ini dan merebut set kedua dengan skor 25-21.
Memasuki set ketiga, tensi pertandingan semakin memanas. Kedua tim saling kejar-mengejar angka, namun Thailand menunjukkan konsistensi yang lebih baik. Mereka mampu menjaga fokus dan minim kesalahan, sementara Indonesia justru semakin sering melakukan eror, baik dari sisi servis, receive, maupun serangan yang kurang akurat. Beberapa kali, bola yang seharusnya menjadi poin bagi Indonesia justru terbuang percuma karena serangan yang melebar atau menyentuh net. Pertahanan Thailand yang semakin rapat juga membuat para spiker Indonesia frustrasi. Set ketiga pun lepas dari genggulan Indonesia dengan skor 22-25 untuk keunggulan Thailand.
Puncak kekecewaan terjadi di set keempat. Mental pemain Indonesia tampak sedikit goyah setelah kehilangan dua set berturut-turut. Meskipun masih ada upaya untuk bangkit, Thailand sudah menemukan ritme terbaik mereka. Permainan kolektif yang solid, ditambah dengan serangan-serangan cepat dan variatif, membuat pertahanan Indonesia kewalahan. Para pemain Thailand tampak lebih sigap dalam mengantisipasi bola, dan serangan balik mereka seringkali berbuah poin. Indonesia mencoba melakukan perubahan strategi, namun tidak cukup untuk membendung laju Thailand. Akhirnya, set keempat ditutup dengan skor 20-25, memastikan kemenangan 3-1 untuk Thailand.
Absennya Doni Haryono menjadi salah satu faktor yang disoroti. Asisten pelatih timnas Indonesia, Erwin Rusni, menjelaskan bahwa Doni tidak bisa diturunkan kontra Thailand karena cedera bahu. "Kalau pun terpaksa dimainkan, Doni tidak bisa menyerang," ujar Erwin, menegaskan bahwa keputusan untuk tidak menurunkannya adalah demi kebaikan tim dan menghindari risiko cedera yang lebih parah. Doni Haryono, yang dikenal dengan kemampuan menyerang dan bertahan yang komplit, merupakan salah satu pilar penting yang membawa Indonesia menaklukkan Thailand di AVC Nations Cup. Kehadirannya yang biasa memberikan dimensi serangan berbeda dan kestabilan di lini belakang tentu sangat dirindukan. Meskipun Indonesia masih memiliki Rivan dan Farhan sebagai penyerang utama, absennya Doni mengurangi opsi serangan dan beban yang harus ditanggung oleh spiker lainnya menjadi lebih berat.
Kendati demikian, kekalahan ini tidak bisa sepenuhnya dibebankan pada absennya satu pemain. Erwin Rusni mengakui bahwa tim masih perlu memperbaiki sejumlah aspek. "Kendati tak ada Doni, Indonesia sebenarnya tetap bisa tajam dalam menyerang, terutama dengan aksi-aksi dari Rivan dan Farhan. Namun, sejumlah kesalahan ketika menyerang ataupun bertahan masih belum bisa diatasi pemain Indonesia," jelasnya. Ini mengindikasikan bahwa masalah tim lebih kompleks, melibatkan konsistensi, komunikasi di lapangan, dan kemampuan beradaptasi di bawah tekanan. Di sisi lain, Thailand sukses menjalankan rotasi pemain dan menciptakan pertahanan yang rapat, terutama blok-blok mereka yang sangat efektif. Indonesia pun kesulitan mengembangkan permainan, terutama setelah serangan mereka bisa dibendung dengan blok-blok lawan, memaksa mereka mencari solusi yang kerap kali tidak berhasil.
Kekalahan ini menjadi sinyal peringatan serius bagi Indonesia dalam upaya mereka mempertahankan dominasi di Asia Tenggara. Sebelum laga, Erwin Rusni sempat menyatakan, "Kami punya semangat tinggi untuk menjuarai SEA V League 2025." Pernyataan ini menunjukkan ambisi besar tim, namun hasil di lapangan berbicara lain. Target utama Pengurus Pusat Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia (PP PBVSI) tahun ini adalah mempertahankan medali emas di ajang multicabang SEA Games Thailand 2025. Dalam tiga edisi SEA Games beruntun (2019, 2021, 2023), timnas putra Indonesia selalu berhasil keluar sebagai juara, sebuah rekor yang menunjukkan betapa kuatnya dominasi mereka di regional. Namun, kekalahan ini menimbulkan pertanyaan apakah dominasi tersebut masih seutuhnya terjaga.
SEA V League diikuti oleh lima negara yang juga rutin berpartisipasi di SEA Games: Indonesia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Kamboja. Turnamen ini menggunakan format round robin, yang berarti setiap tim akan bertemu satu sama lain. Dengan demikian, SEA V League merupakan ajang penting untuk mengukur kemampuan tim asuhan pelatih Jiang Jie dan melakukan evaluasi komprehensif menatap SEA Games. Apalagi, setelah finis keenam dari 11 peserta di AVC Nations Cup 2025, tim kepelatihan berjanji melakukan evaluasi demi SEA V League. Namun, awal yang buruk ini menunjukkan bahwa evaluasi tersebut mungkin belum membuahkan hasil yang diharapkan.
Menilik sejarah SEA V League, Indonesia memiliki rekam jejak yang bervariasi. Pada edisi pertama kategori putra dua tahun lalu (2023), Indonesia mampu berjaya dengan memenangi dua putaran. Kala itu, dua pemain Indonesia, Fahry Septian dan Farhan Halim, bahkan bergantian terpilih sebagai pemain terbaik. Dalam perjalanannya menjadi juara, Indonesia dua kali mengalahkan Thailand, membuktikan bahwa dominasi mereka di Asia Tenggara tak tergoyahkan. Namun, pada SEA V League 2024, Indonesia tak mampu meraih hasil serupa. Mereka dua kali takluk dari Thailand yang pada akhirnya keluar sebagai juara dua putaran, memaksa Indonesia harus puas menempati peringkat kedua. Hasil di SEA V League 2025 ini menunjukkan tren yang kurang menguntungkan bagi Indonesia.
Dengan kekalahan dari Thailand pada edisi 2025 ini, posisi Indonesia menjadi kritis. Untuk menjaga kans juara di putaran pertama SEA V League ini, Indonesia wajib meraih kemenangan di tiga laga berikutnya. Kemenangan mutlak diperlukan tidak hanya untuk meraih gelar, tetapi juga untuk menghindari ancaman degradasi ke turnamen kasta kedua antarnegara Asia Tenggara, SEA V League Challenge. Ancaman ini akan menjadi pukulan telak bagi kepercayaan diri tim dan citra bola voli Indonesia di kawasan.
Pelatih Jiang Jie dan stafnya kini memiliki tugas berat. Evaluasi mendalam harus segera dilakukan, tidak hanya dari segi teknis dan taktis, tetapi juga mental. Kekalahan ini harus dijadikan pelajaran berharga. Aspek-aspek seperti penerimaan bola pertama (receive), komunikasi antar pemain, variasi serangan, dan disiplin blok perlu ditingkatkan secara signifikan. Selain itu, kondisi fisik dan mental pemain juga harus dijaga agar tetap prima dan tidak mudah tertekan di bawah tekanan lawan. Perjalanan menuju SEA Games Thailand 2025 masih panjang, namun kekalahan awal ini adalah peringatan yang jelas bahwa timnas bola voli putra Indonesia tidak bisa lagi berpuas diri dengan dominasi masa lalu. Mereka harus bekerja lebih keras dan cerdas untuk kembali ke jalur kemenangan dan mewujudkan target mempertahankan medali emas di ajang multicabang paling prestisius di Asia Tenggara tersebut.
