Gunung Semeru Erupsi Ke-2.046 Kalinya di Tahun Ini: Peringatan Dini dan Kewaspadaan Berkelanjutan di Tengah Ancaman Bencana

Gunung Semeru Erupsi Ke-2.046 Kalinya di Tahun Ini: Peringatan Dini dan Kewaspadaan Berkelanjutan di Tengah Ancaman Bencana

Gunung Semeru Erupsi Ke-2.046 Kalinya di Tahun Ini: Peringatan Dini dan Kewaspadaan Berkelanjutan di Tengah Ancaman Bencana

SURABAYA, KOMPAS – Gunung Semeru, salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia, kembali menunjukkan aktivitas vulkaniknya yang intens dengan letusan terbarunya pada Jumat, 11 Juli 2025, pukul 06.31 WIB. Erupsi ini menandai letusan ke-2.046 yang tercatat sepanjang tahun ini, sebuah angka yang mencengangkan dan mengindikasikan rata-rata 10 hingga 11 letusan setiap hari. Frekuensi letusan yang tinggi ini secara konsisten menuntut kewaspadaan serius dari masyarakat sekitar, mengingat potensi dampak signifikan terhadap keselamatan dan keamanan kehidupan di lereng-lerengnya.

Menurut data yang dirilis oleh laman resmi magma.esdm.go.id pada Jumat siang, letusan pagi itu menjadi satu-satunya letusan yang tercatat dalam periode tersebut. Erupsi pada pukul 06.31 WIB menghasilkan kolom letusan setinggi sekitar 700 meter di atas puncak Semeru yang menjulang 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl). Dengan demikian, total ketinggian kolom letusan mencapai sekitar 4.376 mdpl. Visual yang terlihat adalah kolom abu berwarna kelabu dengan intensitas tebal, menunjukkan volume material yang cukup besar terlontar ke atmosfer. Arah hembusan abu letusan dominan ke sektor tenggara, mempengaruhi wilayah Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Jember, bahkan hingga mencapai pesisir selatan dan Samudera Hindia. Secara teknis, erupsi ini terekam oleh seismograf dengan amplitudo maksimum 22 milimeter (mm) dan durasi letusan mencapai 126 detik, mengindikasikan energi yang dilepaskan dalam letusan tersebut. Saat ini, Gunung Semeru tetap berada dalam status Level II atau Waspada, sebuah status yang telah dipertahankan mengingat tingkat aktivitasnya yang terus-menerus.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) secara konsisten mengeluarkan rekomendasi ketat untuk masyarakat guna meminimalkan risiko. Masyarakat diimbau keras untuk tidak melakukan aktivitas apa pun di sektor tenggara, dalam radius 8 kilometer dari puncak atau pusat letusan. Zona ini, yang dikenal sebagai wilayah lembah atau Besuk Kobokan, merupakan jalur utama aliran material vulkanik seperti awan panas dan lahar. "Masyarakat jangan melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai di sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 13 kilometer dari puncak," tegas Yadi Yuliandi dari Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Semeru yang berlokasi di Gunung Sawur, Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang. Peringatan ini sangat krusial mengingat sejarah bencana Semeru yang seringkali melibatkan aliran piroklastik dan lahar yang bergerak cepat melalui lembah-lembah sungai.

Selain itu, petugas juga merekomendasikan agar siapa pun tidak beraktivitas dalam radius 3 kilometer dari kawah atau puncak gunung. Zona ini dianggap amat rawan bahaya lontaran batu pijar atau material vulkanik padat yang dapat terlontar dengan kecepatan tinggi dan suhu ekstrem. Masyarakat juga diminta untuk senantiasa mewaspadai potensi awan panas, guguran lava, dan aliran lahar dingin, terutama di sepanjang aliran sungai dan anak sungai yang berhulu di Gunung Semeru. Area-area yang secara spesifik menjadi perhatian utama meliputi kawasan Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat. Lembah-lembah sungai ini menjadi jalur alami bagi material erupsi, dan curah hujan tinggi dapat dengan cepat mengubah endapan vulkanik menjadi lahar dingin yang sangat merusak.

Intensitas aktivitas Semeru dalam beberapa hari terakhir semakin menggarisbawahi kegigihan gunung ini dalam menunjukkan kekuatannya. Sehari sebelum letusan pada 11 Juli, atau pada Kamis, 10 Juli 2025, gunung yang secara geografis berbatasan dengan wilayah Probolinggo, Pasuruan, Malang, dan Lumajang ini tercatat meletus sebanyak tujuh kali dalam kurun waktu pukul 00.37 hingga 23.31 WIB. Bahkan, dua hari sebelumnya, pada Rabu, 9 Juli 2025, Semeru, yang juga dikenal sebagai Mahameru dan merupakan puncak tertinggi di Pulau Jawa, meletus sebanyak 13 kali, terjadi antara pukul 00.31 hingga 20.49 WIB. Pola erupsi yang demikian sering, meskipun mayoritas bersifat freatik atau letusan abu tanpa diikuti awan panas besar, tetap menuntut pemantauan yang ketat dan respons yang cepat dari pihak berwenang.

Meskipun Gunung Semeru amat aktif meletus sepanjang tahun ini, kabar baiknya adalah arah letusan yang mayoritas ke tenggara atau selatan sejauh ini belum berdampak signifikan terhadap operasional penerbangan dari dan menuju Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya di Sidoarjo, yang terletak di barat laut Semeru. Hal ini disebabkan oleh ketinggian kolom abu yang belum mencapai jalur penerbangan internasional serta arah angin yang cenderung menjauh dari bandara. Selain itu, aktivitas pendakian terbatas yang dikelola oleh Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, khususnya dari Ranu Pani menuju Ranu Kumbolo di utara-barat laut dari puncak, juga belum dibatalkan. Ini menunjukkan bahwa mitigasi dan pemantauan yang dilakukan cukup efektif dalam mengelola risiko, memungkinkan beberapa aktivitas tetap berjalan dengan aman selama berada di luar zona bahaya.

Namun demikian, dengan tingkat aktivitas yang tinggi dan frekuensi erupsi yang luar biasa, seluruh pihak tidak boleh lengah. Erupsi Semeru saat ini harus menjadi pengingat konstan akan potensi bahaya yang ada, terutama untuk mencegah terulangnya insiden tragis pada 4 Desember 2021. Tragedi kala itu merupakan salah satu bencana vulkanik terparah di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir, yang mengakibatkan dampak kemanusiaan dan infrastruktur yang masif.

Pada 4 Desember 2021, letusan Semeru yang mendadak disertai dengan awan panas guguran (APG) yang bergerak sangat cepat menuruni lereng gunung, menyebabkan kematian 51 jiwa, melukai 169 orang, dan 22 jiwa lainnya dinyatakan hilang. Dampak fisik bencana itu juga sangat parah; Jembatan Gladak Perak, penghubung vital jalur selatan antara Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang, roboh total akibat terhantam material vulkanik dan lahar. Letusan tersebut memicu aliran piroklastik dan lahar yang menghancurkan sekitar 6.000 bangunan, termasuk rumah, fasilitas umum, dan lahan pertanian. Sejumlah kampung yang dihuni ribuan jiwa, seperti Curah Kobokan dan Sumberwuluh, terpaksa direlokasi secara permanen untuk mencegah dampak fatal dan massal jika Gunung Semeru kembali meletus dengan intensitas serupa di masa mendatang. Pengalaman pahit ini menjadi pelajaran berharga dalam pengelolaan risiko bencana vulkanik di Indonesia.

Pasca-bencana 2021, upaya mitigasi dan kesiapsiagaan masyarakat di sekitar Semeru telah ditingkatkan secara signifikan. PVMBG memperkuat sistem pemantauan, termasuk penambahan stasiun seismik, kamera pengawas, dan alat deteksi lahar. Pemerintah daerah, bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), aktif melakukan sosialisasi, simulasi evakuasi, dan pembentukan tim siaga bencana di tingkat desa. Jalur evakuasi ditandai dengan jelas, dan tempat-tempat penampungan sementara telah disiapkan. Masyarakat lokal, yang telah lama hidup berdampingan dengan Semeru, juga semakin memahami pentingnya mengikuti arahan dari pihak berwenang dan mengenali tanda-tanda alam yang dapat mengindikasikan peningkatan aktivitas gunung. Kearifan lokal dan pengetahuan turun-temurun tentang perilaku gunung juga turut diintegrasikan dalam strategi mitigasi.

Meskipun demikian, tantangan untuk hidup berdampingan dengan gunung berapi yang sangat aktif seperti Semeru tetaplah besar. Sifat gunung berapi yang tidak dapat diprediksi sepenuhnya, serta ancaman sekunder seperti lahar dingin yang dapat terjadi berbulan-bulan setelah letusan utama akibat hujan lebat yang mengikis endapan material vulkanik, menuntut kewaspadaan tanpa henti. Komunikasi yang efektif antara pihak berwenang dan masyarakat menjadi kunci utama dalam memastikan bahwa setiap peringatan dini dapat diterima dan ditindaklanjuti dengan cepat. Pendidikan publik tentang bahaya vulkanik dan cara menghadapi situasi darurat juga terus digalakkan.

Dengan mitigasi yang baik, dukungan dari berbagai pihak, dan kesadaran tinggi dari masyarakat, diharapkan erupsi Gunung Semeru yang berkelanjutan ini dapat dikelola dengan minimnya dampak fatal. Kehidupan di lereng Semeru adalah bukti ketangguhan dan adaptasi masyarakat yang hidup di bawah bayang-bayang gunung berapi, namun kewaspadaan kolektif dan kepatuhan terhadap rekomendasi keselamatan adalah kunci utama untuk memastikan keselamatan ribuan jiwa di sekitar Mahameru. Tantangan ini akan terus berlanjut, menuntut komitmen bersama untuk menjaga keselamatan di tengah keagungan dan kekuatan alam.

Gunung Semeru Erupsi Ke-2.046 Kalinya di Tahun Ini: Peringatan Dini dan Kewaspadaan Berkelanjutan di Tengah Ancaman Bencana

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *