
Musim 2025 seharusnya menjadi penanda puncak karier bagi Raul Asencio, bek muda berbakat Real Madrid. Bermain untuk klub terbaik di dunia, mengenakan seragam putih keramat, dan berpartisipasi dalam turnamen prestisius seperti Piala Dunia Antarklub FIFA 2025 adalah impian setiap pesepakbola. Namun, bagi Asencio, turnamen yang berlangsung di tengah musim kompetisi Eropa itu justru berubah menjadi mimpi buruk yang tak terduga, diwarnai serangkaian blunder fatal dan berakhir dengan permohonan maaf terbuka di media sosial.
Piala Dunia Antarklub edisi 2025, yang diselenggarakan dengan format baru yang lebih besar dan melibatkan klub-klub elite dari seluruh penjuru dunia, menuntut performa puncak dari setiap pemain. Real Madrid, sebagai salah satu favorit juara, datang dengan ekspektasi tinggi dari para penggemar dan manajemen. Pelatih Xabi Alonso, yang terkenal dengan filosofi permainannya yang menuntut disiplin tinggi dan keandalan di lini belakang, tentu berharap setiap pemainnya mampu tampil prima. Sayangnya, Asencio gagal memenuhi ekspektasi tersebut, bahkan sejak awal fase grup.
Blunder pertama yang mengawali rentetan nasib sial Asencio terjadi pada laga perdana Madrid di fase grup melawan juara Asia, Al Hilal. Bermain di posisi bek tengah, Asencio menunjukkan kegugupan yang tidak biasa. Pada menit ke-23, saat Al Hilal melancarkan serangan balik cepat, Asencio salah perhitungan dalam membaca arah bola dan melakukan tekel ceroboh di dalam kotak penalti. Wasit tanpa ragu menunjuk titik putih. Penalti tersebut berhasil dikonversi oleh striker Al Hilal, membuat Madrid tertinggal lebih dulu. Meskipun Madrid pada akhirnya berhasil membalikkan keadaan dan memenangkan pertandingan, kesalahan Asencio menjadi sorotan tajam, terutama mengingat reputasinya sebagai bek yang tenang dan solid.
Tekanan belum usai. Tak berselang lama, di pertandingan krusial berikutnya melawan juara CONCACAF, Pachuca, Asencio kembali melakukan kesalahan fatal yang lebih parah. Dalam sebuah momen genting di babak pertama, dengan skor masih imbang tanpa gol, Asencio kehilangan bola di area berbahaya dan terpaksa melakukan pelanggaran keras untuk mencegah penyerang Pachuca melaju sendirian ke gawang. Wasit, tanpa ampun, langsung mengeluarkan kartu merah. Asencio diusir dari lapangan, meninggalkan timnya bermain dengan 10 orang selama lebih dari satu jam. Keputusan wasit itu terasa begitu memberatkan, dan meskipun Madrid berhasil berjuang keras untuk meraih kemenangan tipis, insiden kartu merah tersebut meninggalkan luka mendalam bagi Asencio dan memicu kekhawatiran serius di benak staf pelatih.
Konsekuensi dari blunder beruntun tersebut langsung terasa. Keputusan Xabi Alonso mencadangkan Asencio di babak 16 besar melawan Juventus adalah pesan yang jelas. Meskipun Asencio telah menyelesaikan hukuman kartu merahnya, Alonso memilih untuk tidak mengambil risiko. Dari bangku cadangan, Asencio harus menyaksikan rekan-rekannya berjuang mati-matian. Madrid berhasil menyingkirkan raksasa Italia itu dalam pertandingan yang ketat, namun bagi Asencio, setiap menit di bangku cadangan terasa seperti berjam-jam, dipenuhi penyesalan dan keinginan untuk menebus kesalahannya. Ia tahu bahwa kepercayaannya di mata pelatih dan rekan satu timnya sedang diuji.
Situasi tidak banyak membaik di perempatfinal melawan Borussia Dortmund. Asencio hanya diberi kesempatan bermain selama lima menit terakhir, sebuah indikasi bahwa ia masih jauh dari status starter. Madrid sekali lagi menunjukkan kualitasnya dengan mendepak Dortmund, melaju ke semifinal, namun peran Asencio dalam perjalanan tersebut terasa sangat minim, hampir tidak signifikan. Ini adalah periode yang sangat sulit secara mental baginya. Seorang pemain yang sebelumnya dielu-elukan sebagai salah satu prospek cerah di lini belakang Madrid, kini terpinggirkan, nyaris menjadi penonton di panggung terbesar.
Kesempatan kedua datang di semifinal melawan Paris Saint-Germain, lawan yang jauh lebih tangguh dan berbahaya. Xabi Alonso, mungkin ingin memberikan kesempatan kepada Asencio untuk mendapatkan kembali kepercayaan dirinya, kembali menurunkannya sebagai starter. Namun, pertandingan itu berubah menjadi bencana bagi Madrid, dan khususnya bagi Asencio. Paris Saint-Germain, dengan kekuatan serangannya yang menakutkan, mendominasi sejak awal. Asencio, yang ditempatkan di garis pertahanan, tampak kewalahan menghadapi kecepatan dan skill individu para penyerang PSG. Hingga menit ke-64, saat ia ditarik keluar, Madrid sudah dalam posisi tertinggal 0-3. Pergantian pemain itu menjadi simbol kekalahan taktis dan kolektif Madrid di pertandingan tersebut. Pada akhirnya, Madrid menyerah dengan skor telak 0-4, sebuah kekalahan memalukan di semifinal turnamen sekelas Piala Dunia Antarklub.
Setelah turnamen berakhir, dan dengan Real Madrid yang tersingkir dari kompetisi yang seharusnya mereka dominasi, Raul Asencio akhirnya melampiaskan perasaannya di media sosial. Melalui akun Instagram pribadinya, ia menyampaikan permohonan maaf yang tulus kepada para penggemar Real Madrid, yang dikenal dengan sebutan Madridistas.
"Madridistas, musim yang mewujudkan impian saya menjadi bagian dari klub terbaik di dunia akan segera berakhir, tetapi berakhir dengan cara yang paling tidak saya duga," tulis Asencio. Kata-kata ini mencerminkan rasa kecewa yang mendalam atas kegagalan pribadinya dalam memenuhi ekspektasi. "Saya merasa tidak memenuhi harapan saya di Piala Dunia Antarklub yang menuntut segalanya." Pengakuan ini menunjukkan kesadaran diri yang tinggi akan performa buruknya dan beban ekspektasi yang gagal ia pikul.
Ia melanjutkan, "Sekarang saatnya untuk beristirahat dan mengisi ulang energi. Semoga liburan Anda menyenangkan, dan sekarang dan selamanya, HALA MADRID! Menghitung hari hingga saya kembali ke Bernabeu." Meskipun pesannya diakhiri dengan nada optimisme dan loyalitas kepada klub, jelas bahwa Piala Dunia Antarklub 2025 akan selalu menjadi babak kelam dalam kariernya. Pernyataan publik ini adalah langkah penting untuk menghadapi para penggemar yang kritis dan mencoba membangun kembali jembatan kepercayaan yang mungkin telah runtuh.
Namun, di balik gejolak di lapangan hijau dan tekanan dari performa buruknya, Asencio juga menghadapi badai personal yang jauh lebih serius. Beberapa bulan sebelum turnamen, pada Mei lalu, beredar kabar mengejutkan yang menyebutkan bahwa Raul Asencio berpotensi menghadapi tuntutan kriminal. Ia, bersama dengan tiga individu lain—Andres Garcia, Ferran Ruiz, dan Juan Rodriguez—diduga terlibat dalam sebuah skandal yang menghebohkan. Tuduhan tersebut mengklaim bahwa mereka terlibat dalam pengambilan video porno yang menyertakan dua orang perempuan, salah satunya diduga masih di bawah umur, dan kemudian menyebarkannya tanpa izin.
Kasus ini, yang tengah dalam penyelidikan hukum, tentu saja memberikan tekanan psikologis yang luar biasa bagi Asencio. Terlepas dari hasil penyelidikan atau apakah tuduhan tersebut terbukti benar atau tidak, keberadaan isu hukum semacam ini di latar belakang kehidupan seorang atlet profesional dapat sangat mengganggu konsentrasi dan performa di lapangan. Beban mental karena potensi tuntutan kriminal, ditambah dengan sorotan media yang tak henti-hentinya, bisa menjadi faktor signifikan yang berkontribusi pada serangkaian blunder dan performa di bawah standar yang ia tunjukkan di Piala Dunia Antarklub.
Insiden Asencio menjadi cerminan betapa tipisnya garis antara pahlawan dan pesakitan di klub sekelas Real Madrid. Para penggemar Real Madrid dikenal sangat menuntut dan tidak memberikan banyak ruang untuk kesalahan. Setiap pemain yang mengenakan seragam putih dituntut untuk tampil sempurna di setiap pertandingan, dan kegagalan dalam memenuhi standar tersebut dapat berakibat fatal bagi karier mereka di Santiago Bernabéu.
Kini, masa depan Asencio di Bernabéu menjadi tanda tanya besar. Akankah Xabi Alonso masih memberinya kesempatan untuk menebus diri di musim depan? Atau akankah klub memilih untuk meminjamkannya atau bahkan menjualnya untuk meringankan beban mental dan tekanan yang ia alami? Keputusan akan sangat bergantung pada bagaimana Asencio mampu bangkit dari keterpurukan ini, tidak hanya secara fisik tetapi juga secara mental. Kemampuannya untuk mengatasi tekanan di dalam dan di luar lapangan akan menjadi kunci utama dalam menentukan apakah ia bisa kembali menjadi bagian penting dari rencana Real Madrid.
Jalan Asencio menuju penebusan tidak akan mudah. Ia harus membuktikan bahwa ia bisa belajar dari kesalahannya, mengatasi masalah pribadinya, dan mengembalikan fokusnya sepenuhnya pada sepak bola. Piala Dunia Antarklub 2025 mungkin telah menjadi titik terendah dalam kariernya, namun ia masih memiliki kesempatan untuk mengubah narasi tersebut. Dengan dukungan yang tepat, ketekunan, dan kerja keras, mimpi menjadi bagian dari klub terbaik di dunia yang sempat terasa pahit ini, mungkin masih bisa menemukan akhir yang manis. Namun, tantangannya adalah salah satu yang terbesar dalam karier seorang pemain muda.
