
Musim 2024/2025 menjadi salah satu lembaran tergelap dalam sejarah modern Real Madrid. Klub raksasa Spanyol ini, yang biasanya identik dengan raihan trofi dan dominasi di panggung domestik maupun Eropa, secara mengejutkan harus mengakhiri kampanye tanpa satu pun gelar juara. Kekalahan dan kegagalan menumpuk di berbagai kompetisi, meninggalkan para penggemar dalam kebingungan dan memicu pertanyaan besar tentang arah masa depan klub. Kegagalan ini terasa semakin pahit mengingat Real Madrid telah diperkuat dengan kehadiran pemain sekaliber Kylian Mbappe, yang diharapkan mampu mengangkat performa tim ke level yang lebih tinggi. Namun, kenyataannya, kehadiran bintang Prancis tersebut belum cukup untuk menghentikan penurunan performa Los Blancos.
Di LaLiga, Real Madrid harus mengakui keunggulan rival abadi mereka, Barcelona, yang tampil lebih konsisten dan solid sepanjang musim. Pertarungan sengit di papan atas berakhir dengan Barcelona mengklaim mahkota juara, meninggalkan Madrid di posisi kedua. Tak hanya di liga domestik, nasib serupa juga menimpa mereka di Copa del Rey, di mana perjalanan mereka terhenti lebih awal dari yang diperkirakan. Puncak kekecewaan mungkin terjadi di Liga Champions, kompetisi yang sering disebut sebagai "habitat alami" Real Madrid. Alih-alih melangkah jauh dan mengklaim trofi Si Kuping Besar yang ke-15, mereka justru terdepak di perempatfinal, sebuah hasil yang jauh di bawah ekspektasi standar klub.
Namun, yang paling menyakitkan dan mungkin menjadi simbol kerapuhan tim musim ini adalah penampilan mereka di Piala Dunia Antarklub 2025. Turnamen yang seharusnya menjadi ajang unjuk gigi bagi sang juara Eropa, malah berubah menjadi mimpi buruk. Real Madrid gagal menunjukkan performa meyakinkan sejak awal, puncaknya terjadi di semifinal ketika mereka dilumat habis oleh Paris Saint-Germain dengan skor telak 0-4. Kekalahan memalukan ini bukan hanya sekadar hasil buruk, melainkan cerminan dari kurangnya kohesi tim, kerapuhan pertahanan, dan minimnya semangat juang yang selama ini menjadi ciri khas El Real. Performa yang tidak meyakinkan ini menggarisbawahi masalah fundamental yang harus segera diatasi.
Di tengah badai kritik dan kekecewaan, salah satu suara paling berbobot yang muncul adalah dari Toni Kroos, gelandang legendaris Real Madrid yang telah merasakan manisnya berbagai gelar bersama klub. Dalam siniar pribadinya, Einfal mal Luppen, Kroos menyampaikan pandangan tajamnya mengenai apa yang dibutuhkan Real Madrid untuk bangkit dan kembali ke jalur juara. Menurut Kroos, kunci utama untuk kembali kompetitif dan meraih gelar adalah "fokus, sebuah sistem, dan bagaimana sistem baru itu akan bekerja dan diterapkan." Pandangannya ini bukan sekadar retorika, melainkan hasil dari pengalaman panjangnya di level tertinggi sepak bola, memahami dinamika tim juara, dan menganalisis kelemahan yang terlihat jelas di musim yang baru saja berakhir.
Pernyataan Kroos tentang "sistem" sangat relevan. Dalam sepak bola modern, sebuah sistem bermain yang jelas dan terpadu adalah fondasi bagi setiap tim yang sukses. Ini bukan hanya tentang formasi di atas kertas, melainkan juga tentang bagaimana setiap pemain memahami peran mereka dalam fase menyerang maupun bertahan, bagaimana transisi antar fase dilakukan, dan bagaimana tim bergerak sebagai satu kesatuan. Ketika sebuah tim memiliki sistem yang kokoh, setiap individu tahu persis apa yang diharapkan darinya, menciptakan sinergi yang kuat. Sebaliknya, ketiadaan sistem yang jelas dapat menyebabkan kebingungan di lapangan, menciptakan celah, dan mengurangi efektivitas baik dalam menyerang maupun bertahan. Kroos menekankan bahwa sistem ini harus diuji dan diterapkan secara konsisten, bukan hanya sebagai konsep teoritis.
Lebih lanjut, Kroos juga menyinggung bagaimana sistem yang baru ini dapat membantu "mengukur pemain mana yang kurang, tergantung pada tipe sepakbola yang ingin Anda mainkan." Ini adalah poin krusial bagi manajemen klub dan pelatih baru. Sebuah sistem yang efektif akan menyoroti kekuatan dan kelemahan individu. Pemain yang tidak cocok dengan filosofi atau tuntutan fisik dari sistem baru akan terlihat jelas. Ini bukan berarti mereka adalah pemain buruk, tetapi mungkin mereka tidak cocok dengan cetak biru taktis yang ingin diterapkan. Oleh karena itu, bagi Xabi Alonso, pelatih baru yang akan memimpin Real Madrid di musim 2025/2026, tugas pertamanya adalah mendefinisikan sistem bermainnya dan kemudian mengevaluasi setiap anggota skuad berdasarkan kesesuaian mereka dengan sistem tersebut. Proses ini mungkin akan melibatkan keputusan sulit terkait masa depan beberapa pemain.
Salah satu area yang paling mencolok dan menjadi perhatian utama Kroos adalah pertahanan tim. Statistik menunjukkan bahwa Real Madrid kemasukan 38 gol dalam 38 pertandingan LaLiga musim ini, menjadikannya jumlah kebobolan terbanyak kedua di antara klub-klub yang finis di empat besar. Angka ini sangat mengkhawatirkan bagi tim sekelas Real Madrid yang biasanya memiliki pertahanan yang relatif solid. Kroos dengan tegas menyatakan, "Akan sangat membantu tim dengan memiliki perasaan bahwa Anda bertahan bersama-sama. Anda memiliki energi lebih banyak ketika Anda memenangi bolanya kembali. Di situlah kami paling menderita pada musim lalu, dan itulah mengapa permainan kami saat mengalirkan bola terlihat sangat buruk."
Komentar ini menyoroti akar masalah pertahanan Madrid yang bukan hanya terletak pada individu bek, melainkan pada etos pertahanan seluruh tim. "Bertahan bersama-sama" berarti setiap pemain, mulai dari penyerang hingga bek, memiliki tanggung jawab defensif. Ini melibatkan pressing yang terkoordinasi, disiplin posisi, dan kemauan untuk melacak lawan. Ketika tim tidak bertahan sebagai unit, beban pertahanan seringkali jatuh pada empat bek dan kiper, membuat mereka rentan terhadap serangan lawan. Kroos juga menghubungkan masalah pertahanan ini dengan aspek menyerang. Menurutnya, ketika tim tidak mampu memenangkan bola kembali dengan cepat dan efektif, energi mereka terkuras. Transisi dari bertahan ke menyerang menjadi lambat dan terputus-putus, sehingga "permainan kami saat mengalirkan bola terlihat sangat buruk." Ini adalah siklus negatif: pertahanan yang buruk menyebabkan kelelahan, yang pada gilirannya mengganggu alur serangan.
Melihat tantangan besar ini, Real Madrid kini menatap era baru di bawah kepemimpinan pelatih Xabi Alonso untuk musim 2025/2026. Penunjukan Alonso adalah langkah strategis yang sangat dinantikan. Sebagai mantan gelandang Real Madrid yang memiliki pemahaman mendalam tentang budaya dan ekspektasi klub, serta kesuksesan gemilang bersama Bayer Leverkusen yang berhasil meraih gelar Bundesliga, Alonso membawa harapan besar. Tugasnya tidak akan mudah; ia harus segera mengembalikan mentalitas juara tim, membangun kembali kepercayaan diri para pemain, dan yang terpenting, mengimplementasikan sistem bermain yang kohesif dan efektif seperti yang diimpikan Kroos.
Alonso dikenal sebagai pelatih yang cerdas secara taktis, dengan pendekatan yang seringkali menggabungkan penguasaan bola dengan transisi cepat dan pressing agresif. Filosofi ini berpotensi besar untuk mengatasi masalah yang diidentifikasi Kroos. Dengan sistem yang terstruktur, Alonso dapat memastikan bahwa setiap pemain berkontribusi dalam fase pertahanan, mulai dari lini depan yang melakukan pressing pertama hingga lini belakang yang menjaga disiplin posisi. Ini akan membantu Real Madrid memenangkan kembali bola lebih tinggi di lapangan, mengurangi tekanan pada pertahanan, dan menciptakan lebih banyak peluang transisi cepat yang mematikan.
Integrasi Kylian Mbappe ke dalam sistem baru ini juga akan menjadi salah satu fokus utama Alonso. Mbappe adalah pemain dengan kemampuan individu luar biasa, namun bagaimana ia bisa menyatu dengan tim dan berkontribusi pada sistem kolektif adalah tantangan yang harus dipecahkan. Alonso perlu menemukan cara untuk memaksimalkan potensi Mbappe tanpa mengorbankan keseimbangan tim, memastikan bahwa bintang Prancis itu menjadi bagian integral dari sistem, bukan hanya sekadar individu brilian. Ini mungkin melibatkan penyesuaian posisi atau peran bagi Mbappe agar sesuai dengan skema taktis yang diinginkan Alonso.
Di luar aspek taktis, Alonso juga akan dihadapkan pada tugas berat untuk mengevaluasi skuad secara menyeluruh. Mengikuti saran Kroos tentang "mengukur pemain mana yang kurang," Alonso harus secara objektif menilai setiap pemain apakah mereka memiliki atribut yang diperlukan untuk menjalankan sistemnya. Ini bisa berarti keputusan sulit untuk melepas pemain-pemain senior yang mungkin tidak lagi cocok dengan intensitas atau gaya bermain yang diinginkan, serta merekrut pemain baru yang dapat mengisi celah dan meningkatkan kualitas di posisi-posisi krusial. Real Madrid kemungkinan akan aktif di bursa transfer untuk mendapatkan pemain yang memiliki profil tepat untuk filosofi Alonso, terutama di lini tengah dan pertahanan.
Tekanan yang akan dihadapi Alonso sangatlah besar. Real Madrid adalah klub yang menuntut kesuksesan instan, dan para penggemar tidak akan sabar menunggu terlalu lama untuk melihat tim kesayangan mereka kembali mengangkat trofi. Alonso harus mampu menanamkan kembali mentalitas pemenang, membangun kembali kepercayaan diri tim setelah musim yang mengecewakan, dan menunjukkan hasil nyata secepat mungkin. Konsistensi, fokus, dan disiplin akan menjadi kunci dalam upayanya mengembalikan kejayaan Real Madrid.
Musim 2024/2025 adalah peringatan keras bagi Real Madrid bahwa bahkan klub terbesar pun tidak kebal terhadap penurunan performa. Namun, dengan kehadiran pelatih baru sekaliber Xabi Alonso dan dukungan dari suara-suara bijak seperti Toni Kroos, ada harapan besar bahwa Los Blancos dapat belajar dari kesalahan mereka. Fokus pada sistem yang jelas, peningkatan etos pertahanan kolektif, dan evaluasi skuad yang cermat akan menjadi fondasi bagi kebangkitan Real Madrid di musim 2025/2026. Tantangannya besar, tetapi ambisi untuk kembali ke tangga juara, baik di domestik maupun Eropa, adalah motivasi terbesar bagi Real Madrid dan pelatih barunya.
