
Penjualan mobil Low Cost Green Car (LCGC), segmen kendaraan yang selama ini menjadi tulang punggung mobilitas terjangkau bagi masyarakat Indonesia, mencatat penurunan drastis pada semester pertama tahun 2025. Fenomena ini tidak hanya mengkhawatirkan para pelaku industri otomotif, tetapi juga menjadi indikator penting terhadap dinamika daya beli dan preferensi konsumen di tengah gejolak ekonomi yang masih terasa. Angka kemerosotan ini sejalan dengan tren penjualan otomotif nasional secara keseluruhan yang juga menunjukkan perlambatan, mengindikasikan adanya tekanan pasar yang lebih luas dan kompleks.
Data wholesales atau distribusi dari pabrik ke dealer yang dirilis oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan gambaran yang suram bagi segmen LCGC. Penjualan mobil ramah lingkungan dengan harga terjangkau ini mengalami penyusutan signifikan setiap bulannya sepanjang paruh pertama tahun ini. Kondisi ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi produsen dan dealer dalam mendorong penjualan di tengah ketidakpastian ekonomi global dan domestik.
Secara agregat, sepanjang semester pertama tahun 2025, total 64.063 unit mobil LCGC berhasil didistribusikan ke dealer di seluruh Indonesia. Angka ini mewakili penurunan yang cukup mencolok, yakni sebesar 28,5 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan hampir sepertiga dari total penjualan dalam enam bulan menunjukkan bahwa segmen ini berada di bawah tekanan yang substansial, jauh melampaui fluktuasi musiman biasa.
Baca Juga:
- Bahaya Modifikasi Kelistrikan pada Mobil Listrik: Ancaman Korsleting, Kebakaran, dan Gugurnya Garansi
- Transformasi GWM Ora 03: Dari Impor Thailand Menuju Perakitan Lokal di Bogor, Memicu Dinamika Pasar Otomotif Listrik Indonesia.
- BYD Belum Ada Lawan, MPV Listrik 7 Penumpang Kapan Rilis di RI? Ini Kata Wuling
- Xpeng Resmikan Perakitan Lokal Pertama di Luar China, Targetkan Pasar MPV dan SUV Premium Indonesia.
- Waspada Bahaya Cuci Motor Pakai Air Banjir: Risiko Kerusakan Elektrikal, Korosi, Hingga Biaya Perbaikan Mahal
Untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai tren penurunan ini, mari kita cermati data penjualan LCGC secara bulanan untuk semester pertama 2025 dibandingkan dengan periode yang sama di 2024:
| Bulan | Penjualan LCGC (Unit) Semester I 2025 | Penjualan LCGC (Unit) Semester I 2024 | Perubahan (%) |
|---|---|---|---|
| Januari | 12.105 | 16.850 | -28.2% |
| Februari | 11.520 | 16.120 | -28.5% |
| Maret | 10.870 | 15.580 | -30.3% |
| April | 9.806 | 14.905 | -34.2% |
| Mei | 12.000 | 15.356 | -21.8% |
| Juni | 7.762 | 15.252 | -49.1% |
| Total | 64.063 | 94.063 | -28.5% |
Data di atas menggarisbawahi bahwa penjualan LCGC ambrol parah, terutama pada bulan Juni 2025. Tercatat hanya 7.762 unit LCGC yang terdistribusi pada bulan tersebut, sementara pada Juni 2024, jumlah pengiriman LCGC mencapai 15.252 unit. Ini menandakan penurunan drastis sebesar 49 persen dalam kurun waktu satu tahun, sebuah indikator kuat bahwa ada perubahan fundamental dalam pasar LCGC. Penurunan yang konsisten dan diperparah pada akhir semester menunjukkan bahwa momentum positif sulit didapatkan oleh segmen ini.
Meskipun menghadapi penurunan signifikan, beberapa model LCGC masih berhasil memimpin pasar. Daihatsu Sigra tetap menjadi bintang terang di segmen ini, mempertahankan posisinya sebagai LCGC terlaris sepanjang tahun ini dengan angka penjualan 21.029 unit pada semester pertama 2025. Keberhasilan Sigra mungkin disebabkan oleh kapasitasnya yang menawarkan tujuh penumpang, menjadikannya pilihan menarik bagi keluarga kecil yang mencari kendaraan multifungsi dengan harga terjangkau.
Di posisi kedua, Honda Brio Satya menunjukkan performa yang solid dengan capaian 18.233 unit. Model ini dikenal dengan desain yang stylish dan performa yang responsif, menarik bagi konsumen muda atau mereka yang mencari kendaraan kompak untuk perkotaan. Toyota Calya menempati urutan ketiga dengan capaian 14.359 unit, yang juga menawarkan kapasitas tujuh penumpang sebagai daya tarik utamanya. Kemudian, secara berurutan, Daihatsu Ayla terdistribusi 6.434 unit dan Toyota Agya sebanyak 4.008 unit. Kedua model hatchback ini bersaing ketat di segmen LCGC lima penumpang, meskipun penjualan mereka juga terdampak tren penurunan.
Penurunan penjualan LCGC ini dapat dianalisis dari berbagai sudut pandang. Salah satu faktor utama adalah kondisi ekonomi makro. Tingkat inflasi yang masih tinggi, meskipun terkendali, berdampak pada daya beli masyarakat. Kenaikan harga kebutuhan pokok dan biaya hidup membuat alokasi dana untuk pembelian barang sekunder seperti mobil menjadi lebih sulit. Selain itu, suku bunga kredit kendaraan bermotor yang cenderung tinggi juga membebani calon pembeli. Dengan cicilan bulanan yang lebih besar, banyak konsumen menunda keputusan pembelian atau mencari alternatif lain yang lebih terjangkau.
"Daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah, yang merupakan target utama pasar LCGC, sedang tertekan," ujar Dr. Indah Permata, seorang pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia. "Meskipun harga LCGC relatif murah, beban cicilan dan biaya operasional, ditambah dengan kebutuhan dasar yang meningkat, membuat mereka lebih berhati-hati dalam mengambil komitmen finansial jangka panjang seperti membeli mobil baru."
Pergeseran preferensi konsumen juga memainkan peran penting. LCGC, yang awalnya diluncurkan pada tahun 2013 dengan harga yang sangat terjangkau, yakni sekitar Rp 76 jutaan, kini telah mengalami kenaikan harga yang signifikan. Harga termurah LCGC saat ini sudah berkisar Rp 138 jutaan, dan model termahal bahkan menembus angka Rp 200 juta. Kenaikan harga ini membuat batas antara LCGC dan segmen kendaraan non-LCGC yang sedikit di atasnya menjadi semakin tipis. Konsumen mungkin merasa bahwa dengan sedikit tambahan dana, mereka bisa mendapatkan kendaraan dengan fitur lebih lengkap, performa lebih baik, atau bahkan dimensi yang lebih besar.
Selain itu, tren pasar global menunjukkan pergeseran menuju kendaraan yang lebih besar seperti Sport Utility Vehicle (SUV) atau crossover, bahkan di segmen entry-level. Konsumen kini cenderung mencari kendaraan dengan ground clearance lebih tinggi, tampilan yang lebih gagah, serta fitur keselamatan dan hiburan yang lebih canggih. Meskipun LCGC menawarkan efisiensi bahan bakar dan harga terjangkau, daya tarik fitur dan gaya mungkin menjadi prioritas bagi sebagian pembeli baru. Persaingan dari pasar mobil bekas juga tidak bisa diabaikan, di mana konsumen dapat memperoleh mobil dengan fitur lebih baik atau dari segmen yang lebih tinggi dengan harga yang setara atau bahkan lebih murah dari LCGC baru.
Di tengah tantangan ini, pemerintah tetap menunjukkan komitmennya untuk mendukung program LCGC. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memastikan bahwa insentif untuk LCGC akan terus dilanjutkan. Saat ini, LCGC mendapatkan keistimewaan karena hanya dikenakan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar tiga persen, jauh lebih rendah dibandingkan kendaraan non-LCGC yang bisa mencapai belasan hingga puluhan persen tergantung kapasitas mesin dan emisi. Insentif ini adalah kunci untuk menjaga harga LCGC tetap kompetitif dan terjangkau bagi sebagian besar masyarakat.
Dalam sebuah pernyataan yang disampaikan saat menghadiri World Expo 2025 di Osaka, Jepang, Menperin Agus Gumiwang menegaskan bahwa program insentif Low Cost Green Car (LCGC) akan terus dilanjutkan hingga tahun 2031. "Program LCGC terbukti berhasil meningkatkan kepemilikan kendaraan masyarakat dan mendukung industri otomotif nasional. Oleh karena itu, insentif untuk LCGC akan kami lanjutkan hingga 2031," kata Agus dalam keterangan resmi yang dikutip pada Minggu (13/7/2025).
Keputusan untuk memperpanjang insentif LCGC hingga 2031 ini memiliki beberapa tujuan strategis. Pertama, untuk menjaga keterjangkauan kendaraan bagi masyarakat, terutama segmen yang baru pertama kali memiliki mobil. Kedua, untuk terus mendukung industri otomotif nasional, memastikan produksi tetap berjalan dan lapangan kerja terjaga. Ketiga, dan ini adalah poin krusial, adalah untuk mendukung transisi elektrifikasi secara bertahap. Pemerintah memandang LCGC sebagai jembatan penting dalam proses transisi menuju kendaraan listrik. Dengan mempertahankan LCGC sebagai pilihan yang terjangkau dan efisien, masyarakat dapat secara perlahan beradaptasi dengan konsep "kendaraan hijau" sebelum sepenuhnya beralih ke kendaraan listrik (EV) atau hybrid yang harganya masih relatif lebih tinggi.
"LCGC, meskipun berbasis mesin konvensional, telah memperkenalkan konsep efisiensi bahan bakar dan emisi rendah kepada masyarakat luas," jelas Budi Santoso, seorang analis pasar otomotif. "Ini adalah langkah awal yang baik sebelum kita beralih sepenuhnya ke EV. Insentif ini memungkinkan produsen untuk terus berinovasi di segmen ini sambil mempersiapkan diri untuk produksi kendaraan listrik massal di masa depan."
Meskipun insentif pemerintah memberikan bantalan, tantangan bagi LCGC tetap nyata. Produsen perlu berinovasi lebih lanjut, mungkin dengan menambahkan fitur keselamatan dan kenyamanan yang lebih baik tanpa terlalu mendongkrak harga. Mereka juga perlu mempertimbangkan strategi pemasaran yang lebih agresif untuk menarik kembali minat konsumen yang mungkin beralih ke segmen lain. Pasar otomotif Indonesia sedang dalam fase transformasi, di mana teknologi, harga, dan preferensi konsumen terus berkembang.
Secara keseluruhan, penurunan penjualan LCGC di semester pertama 2025 adalah cerminan dari kompleksitas pasar otomotif Indonesia saat ini. Kombinasi faktor ekonomi, pergeseran preferensi konsumen, dan evolusi harga produk telah menciptakan lingkungan yang menantang bagi segmen yang dulunya merupakan primadona. Dengan dukungan insentif pemerintah yang diperpanjang hingga 2031, LCGC masih memiliki peluang untuk tetap relevan, tetapi para pelaku industri harus lebih adaptif dan inovatif untuk memastikan segmen ini dapat kembali bergairah dan memenuhi perannya sebagai penyedia mobilitas terjangkau bagi masyarakat luas. Masa depan LCGC akan sangat bergantung pada kemampuan industri untuk menyesuaikan diri dengan dinamika pasar yang terus berubah dan menawarkan nilai lebih kepada konsumen di tengah persaingan yang semakin ketat.
