
Kedatangan Enzo Fernandez ke Stamford Bridge pada musim dingin 2023 adalah sebuah fenomena. Chelsea, yang saat itu sedang terpuruk di bawah kepemilikan baru, memecahkan rekor transfer Inggris dengan menebusnya dari Benfica seharga 106,8 juta poundsterling. Angka fantastis ini, ditambah statusnya sebagai juara Piala Dunia 2022 bersama Argentina, menciptakan ekspektasi yang selangit. Namun, realitas jauh dari harapan. Enzo tiba di tengah kekacauan, di mana manajer silih berganti – dari Graham Potter ke Frank Lampard sebagai pelatih interim – dan tim gagal menemukan identitasnya. Chelsea terdampar di posisi ke-12 Premier League, pencapaian terburuk mereka dalam beberapa dekade, sebuah hasil yang sama sekali tidak sepadan dengan investasi besar-besaran yang dilakukan klub.
Di tengah puing-puing musim yang hancur, Enzo Fernandez menjadi salah satu sasaran kritik paling pedas. Label "flop" atau pembelian gagal dengan cepat disematkan padanya. Setiap sentuhan bola, setiap operan, dan setiap keputusan dipertanyakan. Beban dari biaya transfer yang sangat besar terasa begitu berat di pundaknya. Ia, yang datang sebagai gelandang yang tenang dan dominan, tampak kesulitan beradaptasi dengan kecepatan dan intensitas Premier League yang brutal. Meskipun secara individu ia menunjukkan kilasan kualitas, kontribusinya belum cukup untuk mengangkat performa tim secara keseluruhan, dan para penggemar serta pengamat mulai bertanya-tanya apakah uang yang dikeluarkan untuknya memang layak.
Musim penuh pertamanya, 2023/2024, di bawah asuhan Mauricio Pochettino, menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam performa Enzo secara individu. Ia mulai menemukan ritme dan kenyamanan di lini tengah, mencetak tujuh gol dan menyumbangkan empat assist. Angka-angka ini menunjukkan peningkatan dalam kontribusi ofensifnya, membuktikan bahwa ia memiliki kemampuan untuk memengaruhi pertandingan. Chelsea memang menunjukkan tanda-tanda kebangkitan, finis di posisi keenam Premier League dan mencapai final Carabao Cup. Namun, kegagalan di final melawan rival sengit, ditambah dengan kegagalan kembali ke empat besar liga, berarti The Blues masih belum mencapai level yang diharapkan. Enzo, meski membaik, masih berada di bawah bayang-bayang biaya transfernya yang masif, dan pertanyaan tentang apakah ia benar-benar dapat menjadi gelandang kelas dunia yang dibutuhkan Chelsea masih menggantung.
Titik balik sesungguhnya bagi Enzo Fernandez dan Chelsea datang di musim 2024/2025 dengan kedatangan pelatih Enzo Maresca. Mantan pelatih Leicester City ini membawa filosofi sepak bola yang jelas: penguasaan bola yang dominan, pergerakan tanpa bola yang cerdas, dan tekanan tinggi. Gaya Maresca, yang menekankan kontrol di lini tengah dan fluiditas dalam serangan, sangat cocok dengan kemampuan Enzo. Di bawah Maresca, Enzo tidak hanya diberikan peran sentral sebagai gelandang box-to-box yang menghubungkan lini belakang dan depan, tetapi juga dipercaya mengenakan ban kapten. Keputusan ini menunjukkan kepercayaan penuh pelatih terhadap kepemimpinan dan kematangan sang gelandang, memberinya tanggung jawab lebih besar di lapangan.
Di musim yang penuh gemilang ini, Enzo Fernandez meledak dengan kontribusi yang luar biasa. Ia membukukan sembilan gol dan 17 assist di semua kompetisi, menjadikannya salah satu gelandang paling produktif di Eropa. Angka-angka ini bukan hanya statistik, melainkan cerminan dari perannya yang semakin krusial dalam setiap pertandingan. Dengan ban kapten melingkar di lengannya, Enzo menjadi jantung permainan Chelsea, mendikte tempo, melancarkan operan kunci, dan tak jarang muncul di posisi mencetak gol. Kepekaan taktisnya di bawah Maresca memungkinkan dirinya untuk lebih bebas bergerak, menciptakan peluang, dan menjadi ancaman konstan bagi pertahanan lawan. Transisinya dari pemain yang kebingungan menjadi jenderal lapangan tengah yang tak tergantikan adalah bukti kerja keras dan adaptasinya yang luar biasa.
Kontribusi vital Enzo mengantar Chelsea meraih dua trofi bergengsi di musim 2024/2025. Yang pertama adalah trofi Conference League. Kompetisi Eropa kasta ketiga ini mungkin dipandang sebelah mata oleh beberapa klub besar, namun bagi Chelsea, ini adalah langkah penting untuk kembali merasakan atmosfer kompetisi Eropa dan membangun mental juara. Perjalanan mereka di Conference League tidak mudah, menghadapi tim-tim tangguh dari berbagai liga. Namun, dengan Enzo sebagai motor penggerak di lini tengah, Chelsea menunjukkan konsistensi dan determinasi yang diperlukan untuk melangkah jauh, akhirnya mengangkat trofi yang menandai kembalinya mereka ke panggung Eropa.
Puncak kejayaan Chelsea di musim itu datang di Piala Dunia Antarklub 2025, sebuah turnamen yang kini telah diperluas formatnya dan diikuti oleh klub-klub terbaik dari seluruh dunia. Chelsea memasuki turnamen ini bukan sebagai favorit utama, dengan kehadiran raksasa seperti Real Madrid, Manchester City, dan Paris Saint-Germain yang diprediksi akan mendominasi. Namun, di bawah arahan Maresca dan kepemimpinan Enzo, The Blues menampilkan performa yang mengejutkan banyak pihak. Mereka menunjukkan ketahanan, taktik yang cerdas, dan semangat juang yang tak pernah padam sepanjang turnamen.
Laga final Piala Dunia Antarklub 2025 menjadi panggung sempurna bagi Enzo dan rekan-rekannya untuk membuktikan diri. Menghadapi favorit juara Paris Saint-Germain, yang bertabur bintang, Chelsea tampil luar biasa. Mereka mematahkan semua prediksi dengan kemenangan telak 3-0. Dalam pertandingan tersebut, Enzo Fernandez adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Ia tidak hanya mengendalikan lini tengah dengan operan-operan akurat dan visi yang brilian, tetapi juga berkontribusi langsung pada salah satu gol dengan assist kunci yang membelah pertahanan PSG. Performa dominannya di final menunjukkan bahwa ia kini benar-benar telah beradaptasi dengan level tertinggi sepak bola dan mampu bersaing dengan pemain-pemain terbaik dunia.
"Tahun-tahun pertama di sini, sangat berat bagiku," aku Enzo kepada DSports, dengan nada jujur yang jarang terdengar dari pesepakbola top. "Aku menjalani waktu yang sulit. Aku betul-betul tidak nyaman, aku merasa tidak baik-baik saja dengan diriku sendiri. Aku tidak nyaman selama bertanding." Pengakuan ini menggarisbawahi tekanan mental dan fisik yang ia alami di awal kedatangannya. Ia tidak menyembunyikan fakta bahwa adaptasi dengan Premier League adalah tantangan terbesarnya. "Aku harus mulai berlatih lebih banyak, mempersiapkan diri lebih baik di setiap pekan, melakukan latihan tambahan. Terus terang, kurasa kecepatan Premier League tidak ada di tempat lain di dunia ini. Aku tidak bisa mengatasinya, di tahun pertama, aku merasa aku tidak bisa mengikuti. Saat itulah pekerjaanku dimulai."
Kata-kata Enzo mengungkap kedalaman komitmennya untuk beradaptasi dan berkembang. Ia tidak hanya berbicara tentang kesulitan, tetapi juga tentang solusi yang ia temukan. Intensitas Premier League, dengan tempo yang tak kenal lelah, fisik yang menuntut, dan sedikitnya waktu untuk berpikir di bola, adalah tantangan yang berbeda dari liga-liga lain. Enzo menyadari bahwa bakat saja tidak cukup; ia membutuhkan peningkatan dalam kebugaran, kekuatan, dan pemahaman taktis untuk bersaing di level ini. Oleh karena itu, ia mendedikasikan dirinya pada latihan ekstra, analisis video yang lebih mendalam, dan kerja keras di luar sesi tim. Ini adalah etos kerja yang membedakannya, mengubahnya dari pemain yang berjuang menjadi salah satu yang paling dominan.
"Sekarang, kurasa aku sudah mencapai sesuatu yang sangat bagus di level pribadi pada musim ini, dan banyak hal yang sangat bagus dalam kaitannya dengan assist, gol, dan titel dengan klub. Inilah yang selama ini kucari sejak aku bergabung," ungkap Enzo Fernandez dengan kepuasan yang terpancar. Pernyataannya adalah refleksi dari sebuah perjalanan yang tuntas, sebuah siklus yang berputar dari keraguan menjadi keyakinan, dari tekanan menjadi perayaan. Ia datang ke Chelsea dengan ambisi meraih gelar, dan kini, ia telah mewujudkannya, tidak hanya sebagai pemain, tetapi sebagai kapten yang memimpin timnya meraih kejayaan.
Kisah Enzo Fernandez adalah pengingat bahwa label awal tidak selalu mendefinisikan seorang pemain. Dari status "flop" yang menyakitkan, ia bangkit menjadi salah satu gelandang terbaik di dunia, pemimpin di lapangan, dan pilar kesuksesan Chelsea. Perjalanan transformasinya yang luar biasa, dari kesulitan adaptasi hingga mengangkat trofi bergengsi sebagai kapten, bukan hanya inspirasi bagi para penggemar Chelsea, tetapi juga bagi siapa pun yang menghadapi rintangan dalam hidup. Enzo Fernandez telah membuktikan bahwa dengan kerja keras, dedikasi, dan resiliensi, setiap tantangan dapat diubah menjadi peluang untuk mencapai kebesaran. Masa depan tampak cerah bagi Enzo dan Chelsea, dengan ambisi untuk kembali bersaing di puncak Premier League dan Liga Champions di musim-musim mendatang, dipimpin oleh sang jenderal lapangan tengah yang telah menemukan takdirnya.
