Najelaa Shihab Hadir di Sidrap, Soroti Pentingnya Peran Berbagai Pihak Terkait Pendidikan

Najelaa Shihab Hadir di Sidrap, Soroti Pentingnya Peran Berbagai Pihak Terkait Pendidikan

Najelaa Shihab Hadir di Sidrap, Soroti Pentingnya Peran Berbagai Pihak Terkait Pendidikan. Kehadiran tokoh pendidikan terkemuka, Najelaa Shihab, di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) pada Sabtu, 12 Juli 2025, menandai sebuah momentum penting bagi dunia pendidikan di wilayah tersebut dan secara lebih luas di Indonesia. Sebagai pendiri Guru Belajar Foundation dan sosok yang telah lama mendedikasikan diri untuk reformasi pendidikan, Najelaa Shihab datang sebagai pembicara utama dalam Temu Pendidik Nusantara XII (TPN XII), sebuah acara yang berhasil mengumpulkan lebih dari 1000 guru penggerak dan pegiat pendidikan dari berbagai daerah. Dalam kesempatan tersebut, Najelaa secara lugas menyoroti dua pilar utama yang fundamental bagi kemajuan pendidikan: pentingnya peran guru sebagai "penumbuh" dan urgensi kolaborasi dari berbagai pihak terkait.

Temu Pendidik Nusantara (TPN) sendiri bukanlah acara baru; ia telah menjadi forum tahunan yang sangat dinanti oleh para pendidik di seluruh Indonesia selama 12 tahun terakhir. TPN berfungsi sebagai wadah untuk berbagi praktik baik, memperbarui pengetahuan, dan menginspirasi para guru untuk terus berinovasi dalam metode pengajaran. Namun, edisi ke-12 ini memiliki kekhasan tersendiri dengan lokasi penyelenggaraan yang unik: di alam terbuka, tepatnya di Hutan Kota Monumen Ganggawa, Sidrap. Pemilihan lokasi ini, menurut Najelaa, bukan tanpa makna. "TPN sudah 12 tahun, belum pernah saya datang TPN dalam situasi seperti ini, betul-betul mengingatkan kita betapa pentingnya peran penumbuh," ujar Najelaa, merujuk pada suasana hutan yang asri dan pepohonan yang menjulang tinggi. Metafora pohon, dengan akar yang kuat, batang yang kokoh, dan ranting yang menjulang, menjadi simbol yang kuat bagi peran guru dalam menumbuhkan potensi murid-muridnya. Pohon yang telah berumur ratusan tahun di sekitar lokasi acara seolah-olah menjadi pengingat bisu tentang warisan yang harus dijaga dan dilestarikan oleh para pendidik.

Lebih jauh, Najelaa Shihab menekankan bahwa peran guru adalah sebuah keberuntungan sekaligus kehormatan luar biasa. Ia adalah seorang pendidik, penulis, dan aktivis yang dikenal melalui inisiatif seperti Sekolah Cikal dan Komunitas Guru Belajar Nusantara. Putri dari cendekiawan Muslim Quraish Shihab ini telah lama berjuang untuk menggeser paradigma pendidikan dari sekadar transfer pengetahuan menjadi proses yang lebih holistik dan berpusat pada peserta didik. Baginya, guru bukan sekadar "pemberi" atau "pengisi" kepala murid dengan informasi, melainkan seorang "penumbuh" yang bertugas memupuk dan mengembangkan potensi unik yang sudah ada dalam diri setiap anak. Konsep "penumbuh" ini menggarisbawahi keyakinan fundamental bahwa setiap murid memiliki "bibit belajar" dalam diri mereka. Mereka tidak datang ke ruang kelas sebagai wadah kosong yang siap diisi, melainkan dengan rasa ingin tahu, ambisi, cita-cita, dan pengalaman hidup yang beragam. "Mereka datang ke ruang kelas membawa sesuatu, bukan cuma menunggu dicekoki sesuatu," tegas Najelaa, menyoroti pentingnya guru untuk mengenali dan menghargai "sesuatu" yang dibawa oleh setiap murid.

Menjadi seorang penumbuh berarti guru harus menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan bibit-bibit tersebut tumbuh subur. Ini melibatkan kemampuan untuk mendengarkan, mengobservasi, dan memahami kebutuhan individual setiap murid. Guru harus menjadi fasilitator, motivator, dan mentor, yang membimbing murid untuk menemukan jawaban mereka sendiri, mengembangkan keterampilan berpikir kritis, dan menumbuhkan rasa ingin tahu yang tak pernah padam. Proses ini jauh melampaui kurikulum dan buku teks; ini adalah tentang membentuk karakter, menumbuhkan resiliensi, dan mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan dunia yang terus berubah. Filosofi ini selaras dengan pendekatan pendidikan abad ke-21 yang menekankan pada kreativitas, kolaborasi, komunikasi, dan berpikir kritis (4C). Dengan menjadi penumbuh, guru membantu murid tidak hanya berhasil secara akademis, tetapi juga menjadi individu yang mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki dampak positif bagi masyarakat.

Selain peran guru sebagai penumbuh, Najelaa Shihab juga dengan tegas menyuarakan pentingnya kolaborasi dari berbagai pihak. Pendidikan adalah tanggung jawab kolektif, bukan hanya beban yang dipikul oleh guru semata. Kolaborasi yang kuat dan sinergis antara berbagai pemangku kepentingan adalah kunci untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang holistik dan berkelanjutan. Siapa saja pemangku kepentingan yang dimaksud? Mereka mencakup orang tua, masyarakat, pemerintah daerah dan pusat, dunia usaha, akademisi, organisasi non-pemerintah (LSM), dan bahkan para siswa itu sendiri.

Orang tua, sebagai pendidik pertama dan utama, memiliki peran krusial dalam mendukung proses belajar anak di rumah. Keterlibatan aktif orang tua dalam kegiatan sekolah, komunikasi yang terbuka dengan guru, dan penciptaan lingkungan belajar yang kondusif di rumah akan sangat memengaruhi keberhasilan anak. Masyarakat juga memegang peranan penting; sekolah adalah bagian dari komunitas, dan dukungan dari tokoh masyarakat, lembaga adat, atau organisasi lokal dapat memperkaya sumber belajar dan memberikan pengalaman praktis bagi siswa. Program-program berbasis komunitas, seperti kegiatan ekstrakurikuler yang melibatkan warga lokal atau proyek-proyek sosial yang memberdayakan siswa, dapat menjadi jembatan antara teori di kelas dan praktik di kehidupan nyata.

Pemerintah, baik di tingkat daerah maupun pusat, adalah pemangku kepentingan yang memiliki kekuatan kebijakan dan alokasi sumber daya. Dukungan pemerintah melalui regulasi yang pro-pendidikan, anggaran yang memadai, dan program-program pelatihan guru yang berkelanjutan adalah fondasi mutlak bagi kemajuan pendidikan. Di Sidrap, misalnya, ajakan Bupati Syaharuddin Alrif untuk memiliki standar yang tinggi dalam menjalankan profesi guru menunjukkan komitmen kepemimpinan lokal terhadap peningkatan mutu pendidikan. Visi kepemimpinan yang kuat dapat mendorong inovasi, menciptakan lingkungan yang mendukung guru, dan memastikan bahwa pendidikan menjadi prioritas pembangunan daerah.

Dunia usaha atau sektor swasta juga dapat berkontribusi signifikan, tidak hanya melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) tetapi juga melalui kemitraan strategis yang menghubungkan dunia pendidikan dengan kebutuhan industri. Magang, pelatihan keterampilan, atau program mentoring dari para profesional dapat mempersiapkan siswa dengan lebih baik untuk memasuki dunia kerja. Lembaga akademisi, seperti universitas dan pusat penelitian, dapat berperan dalam pengembangan kurikulum, penelitian pendidikan, dan pengembangan profesional berkelanjutan bagi guru. Sementara itu, organisasi non-pemerintah (LSM) seringkali menjadi motor penggerak inovasi, advokasi, dan implementasi program-program pendidikan alternatif yang menjangkau kelompok-kelompok yang kurang terlayani.

Terakhir, dan tidak kalah pentingnya, adalah siswa itu sendiri. Mereka adalah pusat dari seluruh proses pendidikan. Melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan, mendengarkan suara mereka, dan memberdayakan mereka untuk menjadi agen perubahan dalam proses belajar mereka sendiri adalah bentuk kolaborasi yang esensif. Ketika semua pemangku kepentingan ini bersinergi, pendidikan akan menjadi sebuah ekosistem yang kokoh, dinamis, dan responsif terhadap tantangan zaman. Kolaborasi ini memungkinkan adanya pertukaran ide, berbagi sumber daya, dan penciptaan solusi inovatif yang mungkin tidak dapat dicapai jika masing-masing pihak bekerja secara terpisah.

Dalam paparannya, Najelaa mengajak seluruh peserta TPN XII untuk merefleksikan ajakan Bupati Sidrap, Syaharuddin Alrif, pada sambutan sebelum talkshow, yaitu untuk memiliki standar yang tinggi dalam menjalankan profesi guru. Standar yang tinggi tidak hanya berarti kompetensi teknis, tetapi juga integritas, semangat belajar sepanjang hayat, dan komitmen untuk terus berinovasi demi kemajuan murid. Dengan memiliki standar yang tinggi, guru akan mampu menumbuhkan murid-murid yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki karakter yang kuat, jiwa kepemimpinan, dan kesadaran sosial yang tinggi. Murid-murid semacam ini, yang tumbuh dengan bimbingan "penumbuh" sejati dan dalam ekosistem kolaboratif, akan mampu memberikan dampak yang melampaui ruang kelas dan batas kabupaten, bahkan hingga ke tingkat nasional dan global.

Di akhir paparannya, Najelaa Shihab menyampaikan harapan besar agar para guru tidak hanya menjadi penerima pasif, tetapi juga aktif membangun kolaborasi. Inisiatif harus datang dari bawah, dari para pendidik yang memahami betul kebutuhan di lapangan. Sebaliknya, ia juga mendorong agar seluruh pemangku kepentingan lainnya, mulai dari pemerintah daerah hingga masyarakat, untuk terbuka terhadap kerja sama dan proaktif dalam menguatkan pendidikan. Visi jangka panjangnya adalah menciptakan generasi penerus yang berdaya, adaptif, dan mampu berkontribusi nyata bagi kemajuan bangsa. "Mudah-mudahan ini juga mengingatkan kita bahwa apa yang sedang kita coba lestarikan itu jauh lebih panjang usianya daripada usia kita sebagai guru, insyaAllah jauh lebih panjang manfaatnya dibanding umur kita sebagai manusia," tutup Najelaa, mengingatkan bahwa investasi dalam pendidikan adalah investasi untuk masa depan yang tak lekang oleh waktu, sebuah warisan yang akan terus tumbuh dan memberi manfaat bagi generasi-generasi mendatang. Pesan Najelaa Shihab dari Sidrap ini menjadi seruan kuat bagi semua pihak untuk bersama-sama, dengan semangat kolaborasi dan peran sebagai penumbuh, mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan inklusif bagi seluruh anak bangsa.

Najelaa Shihab Hadir di Sidrap, Soroti Pentingnya Peran Berbagai Pihak Terkait Pendidikan

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *