
Jakarta – Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) telah mengambil langkah signifikan dalam mengatasi persoalan infrastruktur kabel telekomunikasi yang selama ini dikenal semrawut, khususnya di wilayah Jabodetabek dan Sumatera Utara. Upaya ini tidak hanya berfokus pada estetika kota, namun juga pada peningkatan keselamatan, keandalan layanan, serta mendukung visi pembangunan kota pintar di Indonesia. Permasalahan kabel udara yang menjuntai dan tidak teratur telah menjadi sorotan publik selama bertahun-tahun, menimbulkan citra kota yang kurang tertata, bahkan menjadi potensi bahaya bagi masyarakat. Dengan komitmen yang kuat, Apjatel, sebagai garda terdepan industri telekomunikasi, menunjukkan inisiatif proaktif dalam menata ulang lanskap infrastruktur jaringan.
Ketua Apjatel, Jerry Siregar, dalam sebuah webinar focus group discussion bertajuk ‘Penataan Kesehatan Industri dan Konektivitas Telekomunikasi’ pada Kamis (3/7/2025), menjelaskan secara rinci progres yang telah dicapai. Menurut Jerry, sebagian besar kabel fiber optik yang semula menggantung di udara kini telah direlokasi dan ditempatkan di bawah tanah. "Kami sudah merelokasi se-Jabodetabek kurang lebih hampir 344 kilometer di 248 ruas jalan. Di Sumatera Utara, relokasi jaringan fiber optik mencapai 13 kilometer di 15 ruas jalan," ungkap Jerry, merinci skala proyek yang telah diselesaikan. Angka ini mencerminkan upaya masif dan terkoordinasi yang melibatkan berbagai pihak dalam ekosistem telekomunikasi. Relokasi ini bukan hanya sekadar memindahkan kabel, tetapi juga membangun infrastruktur bawah tanah yang lebih terorganisir, seperti ducting atau saluran khusus yang mampu menampung banyak kabel dari berbagai operator, sehingga mengurangi kebutuhan penggalian berulang di masa depan.
Salah satu poin krusial yang ditekankan Jerry adalah bahwa proses pemindahan kabel optik ini sepenuhnya tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini menunjukkan komitmen serius dari pihak swasta dan pelaku industri dalam memecahkan masalah yang selama ini dianggap sebagai tanggung jawab pemerintah. Inisiatif pendanaan mandiri ini sangat patut diapresiasi, mengingat besarnya biaya yang dibutuhkan untuk proyek infrastruktur skala ini. Ini juga menjadi bukti bahwa industri telekomunikasi memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya penataan dan investasi jangka panjang demi keberlanjutan layanan dan citra kota yang lebih baik.
Jerry menjelaskan bahwa dasar hukum untuk proyek semacam ini sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 Pasal 21 Ayat 1 dan 2. Aturan tersebut memungkinkan Pemerintah Daerah (Pemda) dan Pemerintah Kota (Pemkot) untuk membangun infrastruktur pasif dan menggunakan APBN/APBD. Namun, meskipun ada payung hukum yang memungkinkan penggunaan dana negara, Apjatel memilih jalur mandiri. "Sehingga akhirnya ini butuh aturan teknis," jelasnya, menyiratkan bahwa meskipun kerangka hukum ada, implementasi di lapangan masih memerlukan peraturan teknis yang lebih detail dan sinkronisasi antarlembaga untuk memastikan kelancaran dan efektivitas program. Aturan teknis ini akan menjadi panduan bagi semua pihak, mulai dari standar pembangunan, perizinan, hingga pemeliharaan.
Meskipun progres yang dicapai cukup signifikan, Apjatel mengakui bahwa persoalan kabel semrawut di daerah perkotaan masih belum rampung sepenuhnya. Tantangan yang dihadapi tidaklah kecil, mengingat kompleksitas geografis, kepadatan perkotaan, dan banyaknya entitas operator yang beroperasi. Untuk itu, Jerry Siregar menegaskan pentingnya koordinasi yang kuat dengan berbagai pihak, khususnya Pemerintah Kota dan Pemerintah Daerah setempat. "Kita perlu penyatuan seluruh stakeholder, apalagi relokasi fiber optik untuk memberikan langkah nyata," ucapnya. Sinergi antara pemerintah pusat (Kementerian Komunikasi dan Informatika), pemerintah daerah, asosiasi industri, operator telekomunikasi, dan bahkan masyarakat menjadi kunci utama keberhasilan penataan infrastruktur ini. Tanpa koordinasi yang baik, proyek-proyek semacam ini akan berjalan lambat dan kurang efektif, menghadapi kendala perizinan, tumpang tindih regulasi, hingga resistensi dari berbagai pihak.
Selain solusi relokasi kabel udara ke bawah tanah, Apjatel juga telah memperkenalkan konsep inovatif lainnya, yaitu "Tiang Bersama". Konsep ini diyakini menjadi solusi komplementer yang efektif untuk mengatasi kabel semrawut, terutama di area-area yang mungkin tidak ideal untuk penanaman kabel bawah tanah, atau sebagai solusi transisi sebelum infrastruktur bawah tanah sepenuhnya siap. Tiang Bersama adalah sebuah konsep di mana satu tiang dapat digunakan bersama oleh beberapa operator telekomunikasi, sehingga mengurangi jumlah tiang individual yang berdiri di sepanjang jalan. Ini tidak hanya akan membuat pemandangan kota lebih rapi dan estetis, tetapi juga mengurangi biaya operasional dan pemeliharaan bagi operator, serta mempermudah proses perizinan dan pengawasan oleh pemerintah daerah.
Konsep Tiang Bersama ini diharapkan dapat menjadi standar baru dalam penataan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia. "Jadi, ini kita sudah lakukan rapat umum dengan anggota dan mungkin akan 2-3 bulan segera dirilis secara nasional," terang Jerry. Rencana peluncuran nasional ini menunjukkan keseriusan Apjatel dalam mengimplementasikan solusi ini secara luas. Untuk mewujudkan hal tersebut, Apjatel memohon dukungan penuh dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang disebut Jerry sebagai "Komdigi" (kemungkinan merujuk pada salah satu unit kerja di Kominfo atau singkatan populer). Dukungan dari Kominfo sangat vital, mengingat peran mereka sebagai regulator dan pembuat kebijakan di sektor telekomunikasi. Selain itu, Apjatel juga mengharapkan agreement bersama dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya, termasuk tanpa terkecuali asosiasi pemerintah kota seluruh Indonesia, bupati, dan gubernur di seluruh provinsi. Kerjasama lintas sektor dan lintas wilayah ini akan memastikan bahwa konsep Tiang Bersama dapat diterapkan secara seragam dan efektif di seluruh pelosok negeri, menciptakan ekosistem telekomunikasi yang lebih tertata dan efisien.
Penataan infrastruktur kabel telekomunikasi ini memiliki dampak yang sangat luas. Secara estetika, kota-kota di Indonesia akan terlihat lebih rapi dan modern, meningkatkan citra pariwisata dan investasi. Dari sisi keselamatan, risiko kecelakaan akibat kabel menjuntai atau tiang tumbang dapat diminimalisir. Bagi penyedia layanan, infrastruktur yang tertata rapi akan mempermudah pemeliharaan, mengurangi gangguan layanan, dan memungkinkan ekspansi jaringan yang lebih efisien. Bagi masyarakat, ini berarti akses internet yang lebih stabil, cepat, dan andal, yang esensial dalam era digital saat ini. Proyek ini juga sejalan dengan visi pemerintah untuk membangun kota pintar (smart city) di mana infrastruktur dasar yang kuat dan terorganisir adalah fondasi utamanya. Investasi dalam penataan kabel ini juga mencerminkan komitmen industri untuk mendukung transformasi digital nasional dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Kedepannya, Apjatel berharap inisiatif ini dapat terus berlanjut dan menjadi model kolaborasi yang sukses antara industri swasta dan pemerintah. Pengawasan dan pemeliharaan rutin juga akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa infrastruktur yang sudah tertata tidak kembali semrawut di masa mendatang. Dengan dukungan semua pihak, Indonesia dapat memiliki infrastruktur telekomunikasi yang tidak hanya canggih, tetapi juga tertata rapi, aman, dan berkelanjutan, siap menghadapi tantangan dan peluang di era konektivitas global.
