
Keputusan Manchester United untuk mencopot nomor punggung keramat 10 dari Marcus Rashford dan menyerahkannya kepada rekrutan anyar, Matheus Cunha, bukan sekadar pergantian angka di jersey. Ini adalah sebuah pernyataan tegas, sebuah simbol yang jelas dari perubahan fundamental yang tengah berlangsung di Old Trafford, dan secara tak langsung, menandai babak akhir dari era Rashford sebagai salah satu pilar utama klub. Berita yang beredar luas ini, yang pertama kali diungkapkan oleh sumber-sumber terpercaya di sekitar klub, mengirimkan gelombang kejut kepada para penggemar dan pengamat sepak bola, mengindikasikan bahwa masa depan Rashford di Theatre of Dreams semakin tidak menentu.
Nomor punggung 10 di Manchester United memiliki bobot sejarah dan ekspektasi yang luar biasa. Angka ini pernah dikenakan oleh para legenda hidup yang mengukir tinta emas dalam sejarah klub, mulai dari Dennis Law, Mark Hughes, Eric Cantona, David Beckham, Ruud van Nistelrooy, hingga Wayne Rooney. Masing-masing dari mereka tidak hanya sekadar mengenakan angka tersebut, tetapi juga merepresentasikan kepemimpinan, kreativitas, ketajaman, dan kemampuan untuk menjadi pembeda di momen-momen krusial. Wayne Rooney, misalnya, menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang masa klub dengan nomor punggung tersebut, mengukuhkan statusnya sebagai ikon. Zlatan Ibrahimovic, meski hanya sebentar, juga membawa aura bintang saat mengenakannya. Oleh karena itu, mencopot nomor ini dari seorang pemain, apalagi seorang produk akademi seperti Rashford yang pernah begitu diagung-agungkan, adalah keputusan yang sarat makna. Ini adalah pesan yang tidak bisa disalahartikan: statusnya di tim telah berubah drastis.
Perjalanan Marcus Rashford di Manchester United adalah sebuah kisah yang penuh pasang surut. Dari debut impiannya di bawah Louis van Gaal, di mana ia langsung mencetak gol di Liga Europa dan Liga Primer, hingga menjadi salah satu penyerang paling menjanjikan di Inggris. Ia adalah "anak lokal" yang tumbuh besar di Manchester, produk asli akademi Carrington, yang membuat koneksinya dengan basis penggemar semakin kuat. Puncaknya mungkin terjadi di musim 2022/2023, di mana ia mencetak 30 gol di semua kompetisi, menjadi tumpuan utama serangan tim, dan memberikan harapan besar bagi kebangkitan Setan Merah. Namun, setelah musim gemilang itu, performanya justru menurun drastis. Gol-golnya mengering, kontribusinya di lapangan kerap dipertanyakan, dan bahasa tubuhnya seringkali menunjukkan frustrasi dan kurangnya motivasi.
Penurunan performa Rashford tidak datang secara tiba-tiba. Berbagai faktor disinyalir menjadi penyebabnya, mulai dari cedera yang berulang, inkonsistensi taktis tim di bawah beberapa manajer, hingga tekanan ekspektasi yang sangat besar. Ia tampak kehilangan sentuhan magisnya, kemampuan dribelnya tidak lagi seefektif dulu, dan pengambilan keputusannya di depan gawang seringkali terburu-buru atau salah. Hal ini berujung pada keputusan klub untuk meminjamkannya ke Aston Villa pada paruh kedua musim 2024/2025. Langkah peminjaman ini sendiri sudah menjadi indikasi kuat bahwa posisinya di tim inti tidak lagi terjamin. Meskipun detail performanya di Villa tidak dijelaskan secara rinci dalam laporan awal, namun tampaknya ia tidak menunjukkan performa yang cukup meyakinkan untuk mendapatkan kembali tempatnya di Old Trafford secara otomatis.
Keputusan pencopotan nomor punggung ini adalah cerminan dari kebijakan baru Manchester United di bawah kepemimpinan Sir Jim Ratcliffe dan INEOS. Dengan restrukturisasi manajemen olahraga, termasuk penunjukan Dan Ashworth sebagai Direktur Olahraga dan Jason Wilcox sebagai Direktur Teknis, klub tengah berupaya melakukan perombakan besar-besaran. Filosofi mereka adalah membangun tim yang solid, haus akan kemenangan, dan diisi oleh pemain-pemain yang sepenuhnya berkomitmen pada proyek klub. Ini berarti tidak ada ruang bagi pemain yang tidak lagi memenuhi standar, baik dari segi performa maupun mentalitas. Rashford, bersama dengan pemain lain seperti Antony dan Jadon Sancho – yang juga sempat dipinjamkan dan dikabarkan masuk daftar jual – menjadi contoh nyata dari pendekatan tanpa kompromi ini. Mereka adalah pemain dengan gaji tinggi yang tidak memberikan nilai sepadan dengan investasi klub, dan menjual mereka menjadi krusial untuk menyeimbangkan neraca keuangan klub di tengah aturan Financial Fair Play (FFP) yang semakin ketat.
Di sisi lain, kehadiran Matheus Cunha sebagai pemilik baru nomor 10 mengisyaratkan harapan dan visi baru. Meskipun detail transfer dan latar belakang Cunha tidak dijelaskan secara panjang lebar dalam laporan awal, penunjukan nomor keramat ini kepadanya menunjukkan bahwa klub memiliki keyakinan besar pada kemampuannya untuk menjadi motor serangan dan sumber gol yang baru. Cunha, seorang penyerang serbaguna yang dikenal memiliki kecepatan, teknik, dan kemampuan mencetak gol, diharapkan dapat mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh penurunan performa Rashford dan memberikan dimensi baru pada lini serang United. Penyerahan nomor 10 ini adalah sebuah bentuk kepercayaan dan ekspektasi besar yang dibebankan padanya, sekaligus harapan bahwa ia bisa menjadi wajah baru dari proyek ambisius Setan Merah.
Sementara itu, di tengah gejolak ini, Marcus Rashford sendiri dikabarkan mengidamkan kepindahan ke Barcelona. Keinginannya untuk bermain bersama bintang muda Barcelona, Lamine Yamal, bahkan diakui secara terbuka olehnya. Barcelona, dengan filosofi sepak bola menyerang dan sejarah panjang dalam mengembangkan talenta muda, memang menjadi destinasi yang menarik bagi banyak pemain. Agen Rashford, yang juga kakaknya, Dwayne Maynard, dikabarkan telah melakukan pembicaraan dengan Direktur Olahraga Barcelona, Deco. Namun, hambatan utama bagi kepindahan ini adalah masalah finansial yang melilit Barcelona. Klub Catalan itu masih bergulat dengan krisis keuangan dan kesulitan likuiditas, membuat mereka sulit untuk memenuhi banderol 40 juta paun (sekitar Rp 820 miliar) yang dipatok Manchester United untuk Rashford. Angka tersebut, meski terbilang tinggi untuk pemain yang performanya menurun, masih dianggap wajar oleh United mengingat reputasi dan potensi yang masih dimiliki Rashford. Situasi ini menciptakan dilema: Rashford ingin pindah, United ingin menjual, tetapi calon pembeli tidak memiliki dana yang cukup.
Meskipun nomor punggungnya telah dicopot dan masa depannya di klub semakin tidak jelas, Marcus Rashford menunjukkan profesionalisme dengan menyatakan tidak keberatan untuk kembali ke pusat latihan MU di Carrington untuk latihan pramusim pada Senin, 7 Juli mendatang. Ini menunjukkan bahwa ia siap memenuhi kewajiban kontraknya, setidaknya sampai ada tawaran yang konkret dan disepakati oleh semua pihak. Namun, situasi ini tentu akan terasa canggung. Ia akan berlatih bersama rekan-rekan setimnya, dengan mengetahui bahwa klub telah secara terbuka mengindikasikan bahwa ia tidak lagi menjadi bagian dari rencana jangka panjang, dan nomor kebanggaannya telah diserahkan kepada pemain lain. Lingkungan ini bisa jadi sangat menantang secara mental bagi seorang pemain.
Keputusan Manchester United ini adalah bagian dari strategi besar untuk membersihkan skuad dari "pemain mati" atau mereka yang tidak lagi memberikan kontribusi maksimal. Era kepemilikan baru dengan INEOS telah membawa mentalitas yang lebih tegas dan pragmatis dalam pengambilan keputusan. Tidak ada lagi sentimen yang berlebihan terhadap pemain, bahkan mereka yang berstatus produk akademi atau pernah menjadi pahlawan. Fokusnya adalah efisiensi, performa, dan membangun tim yang kompetitif untuk meraih gelar. Ini adalah proses yang menyakitkan namun mungkin diperlukan untuk mengembalikan Manchester United ke puncak kejayaan.
Bagi Marcus Rashford, pencopotan nomor 10 adalah titik balik yang signifikan dalam kariernya. Ini adalah sinyal bahwa ia harus mencari tantangan baru di luar Old Trafford untuk menghidupkan kembali performanya dan kembali menemukan kepercayaan dirinya. Apakah ia akan berakhir di Barcelona, ataukah klub lain akan muncul sebagai peminat? Hanya waktu yang akan menjawab. Yang jelas, saga ini menyoroti betapa kejamnya dunia sepak bola profesional, di mana status dan loyalitas bisa dengan cepat berubah seiring dengan performa dan visi klub. Nomor 10 telah beralih tangan, menandai sebuah akhir dan awal yang baru di Manchester United.
