
Kepolisian Republik Indonesia secara serentak di seluruh wilayah tanah air telah memulai Operasi Patuh 2025, sebuah agenda tahunan yang bertujuan untuk meningkatkan disiplin berlalu lintas dan menekan angka kecelakaan. Berlangsung hingga 27 Juli mendatang, operasi kali ini menandai kembalinya penggunaan tilang manual secara aktif, berdampingan dengan sistem tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) yang telah berjalan. Keputusan untuk kembali mengaktifkan tilang manual ini didasari oleh beberapa pertimbangan strategis, terutama untuk menjangkau area dan jenis pelanggaran yang belum tercover secara optimal oleh teknologi ETLE.
Namun, pengaktifan kembali tilang manual ini juga disertai dengan komitmen kuat dari pihak kepolisian untuk mencegah praktik pungutan liar (pungli) oleh oknum petugas di lapangan. Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Komarudin, menegaskan bahwa penekanan tentang tidak boleh ada penyimpangan telah disampaikan secara berulang kali dalam latihan pra-operasi. Beliau bahkan secara terbuka mempersilakan masyarakat untuk melaporkan langsung kepadanya manakala menemukan tindakan yang tidak profesional dari petugas, baik saat operasi berlangsung maupun di luar itu. Komarudin memastikan bahwa setiap laporan mengenai perilaku petugas yang mencederai semangat profesionalisme dalam menjalankan tugas akan diproses secara tegas, mencerminkan upaya serius kepolisian dalam menjaga integritas institusi dan kepercayaan publik.
Alasan utama di balik penggunaan kembali buku tilang manual, menurut Komarudin, adalah keterbatasan jangkauan kamera ETLE yang belum meliputi seluruh ruas jalan di Indonesia. Meskipun sistem ETLE stasioner dan mobile terus dikembangkan, masih banyak titik-titik rawan pelanggaran yang luput dari pantauan kamera. Sebagai contoh, pelanggaran melawan arus seringkali terjadi di ruas jalan yang tidak terpasang kamera ETLE. Dalam kasus-kasus seperti ini, penindakan secara konvensional atau tilang manual menjadi krusial untuk memastikan setiap pelanggaran mendapatkan sanksi yang sesuai.
Baca Juga:
- Bahaya Perang Harga Otomotif: Ketika Produsen China Menekan Industri Tanah Air
- Nissan Siap Gebrak GIIAS 2025 dengan X-Trail e-Power Hybrid dan Kembalinya Nissan Patrol, Menandai Era Baru di Pasar Otomotif Indonesia
- Suzuki Jimny Tiga Pintu Siap Meluncur dengan Peningkatan Keselamatan Signifikan Setelah Tujuh Tahun Penantian.
- Wuling Air EV Terbakar Hebat di Bandung, Insiden Viral Guncang Persepsi Keamanan Mobil Listrik di Indonesia
- Gugatan Warga Solo Terhadap Esemka dan Janji Mobil Nasional yang Tak Kunjung Terwujud: Analisis Mendalam Kasus Wanprestasi dan Implikasinya
Selain itu, tilang manual juga dianggap lebih efektif untuk menyasar jenis-jenis pelanggaran spesifik yang sulit dideteksi oleh ETLE. Misalnya, pelanggaran yang melibatkan pengendara di bawah umur. Kamera ETLE tidak dapat secara otomatis mengidentifikasi usia pengendara. Oleh karena itu, anggota di lapangan harus melakukan intervensi langsung untuk menghentikan dan menindak pengendara di bawah umur yang jelas-jelas belum memenuhi syarat hukum untuk mengemudikan kendaraan. Pelanggaran semacam ini, meskipun mungkin tidak selalu terjadi di jalan protokol, memiliki potensi bahaya yang sangat tinggi karena kurangnya kematangan dan pemahaman aturan lalu lintas pada pengendara di bawah umur.
Operasi Patuh 2025 ini secara khusus mengincar delapan jenis pelanggaran lalu lintas yang terbukti memiliki potensi tinggi menyebabkan kecelakaan fatal dan seringkali menjadi pemicu kemacetan serta ketidaktertiban di jalan raya. Fokus pada pelanggaran-pelanggaran ini menunjukkan upaya kepolisian untuk tidak hanya menindak, tetapi juga mengedukasi masyarakat tentang pentingnya keselamatan dan kepatuhan berlalu lintas.
Berikut adalah rincian pelanggaran yang menjadi prioritas utama dalam Operasi Patuh 2025, beserta penjelasannya mengenai mengapa pelanggaran tersebut sangat berbahaya dan menjadi target utama penindakan:
-
Pengendara yang Menggunakan HP saat Berkendara:
Penggunaan telepon genggam, baik untuk menelepon, berkirim pesan, atau sekadar melihat peta, saat mengemudi atau mengendarai sepeda motor adalah salah satu bentuk distracted driving atau mengemudi terdistraksi yang paling berbahaya. Hal ini mengurangi fokus dan konsentrasi pengemudi terhadap kondisi jalan dan sekitarnya, memperlambat waktu reaksi, dan meningkatkan risiko kecelakaan hingga empat kali lipat. Kecelakaan akibat penggunaan HP seringkali berujung pada tabrakan beruntun atau menabrak pejalan kaki/pengendara lain karena pengemudi kehilangan kendali dan tidak sempat mengerem atau menghindari bahaya. -
Pengemudi Kendaraan yang Masih di Bawah Umur:
Anak-anak atau remaja yang belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) karena usianya belum mencapai batas minimum yang ditetapkan undang-undang, namun sudah mengendarai kendaraan bermotor, adalah target utama Operasi Patuh. Selain melanggar hukum, mereka umumnya belum memiliki kematangan emosional dan pengalaman yang cukup untuk menghadapi berbagai situasi lalu lintas yang kompleks. Kurangnya pemahaman akan aturan, potensi bahaya, dan dampak dari tindakan mereka di jalan raya membuat mereka sangat rentan terlibat dalam kecelakaan, membahayakan diri sendiri maupun pengguna jalan lainnya. -
Pengendara Sepeda Motor yang Berboncengan Lebih dari Satu Orang:
Sepeda motor didesain untuk kapasitas tertentu, biasanya untuk satu pengendara dan satu penumpang. Membonceng lebih dari satu orang, apalagi tiga atau lebih, akan mengganggu keseimbangan motor, menyulitkan pengendara dalam mengendalikan laju dan arah kendaraan, serta membuat pengereman menjadi kurang efektif. Selain itu, penumpang tambahan seringkali tidak memiliki pegangan yang aman dan tidak terlindungi dengan baik, sehingga risiko cedera parah saat terjadi kecelakaan menjadi sangat tinggi. -
Pengendara Sepeda Motor yang Tidak Menggunakan Helm SNI:
Helm Standar Nasional Indonesia (SNI) dirancang untuk melindungi kepala pengendara dari cedera serius saat terjadi benturan. Tidak menggunakan helm, atau menggunakan helm yang tidak memenuhi standar SNI, berarti mengabaikan perlindungan vital ini. Data menunjukkan bahwa cedera kepala adalah penyebab utama kematian pada kecelakaan sepeda motor. Penindakan terhadap pelanggaran ini bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan meminimalisir dampak fatal akibat benturan kepala. -
Pengemudi Kendaraan yang Tidak Menggunakan Sabuk Pengaman:
Sabuk pengaman adalah fitur keselamatan pasif yang dirancang untuk menahan tubuh pengemudi dan penumpang di dalam kendaraan saat terjadi tabrakan atau pengereman mendadak. Tidak menggunakan sabuk pengaman meningkatkan risiko terlempar dari kursi, membentur bagian dalam kendaraan, atau bahkan terlempar keluar dari kendaraan, yang dapat menyebabkan cedera serius atau kematian. Penegakan aturan ini sangat penting untuk keselamatan pengemudi dan penumpang di dalam mobil. -
Pengemudi Kendaraan dalam Pengaruh Alkohol:
Mengemudi di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan terlarang adalah pelanggaran serius yang dapat memiliki konsekuensi mematikan. Alkohol memengaruhi kemampuan kognitif, memperlambat waktu reaksi, mengganggu koordinasi, dan merusak penilaian pengemudi. Seseorang yang mabuk tidak mampu mengendalikan kendaraan dengan aman, meningkatkan risiko terlibat dalam kecelakaan fatal bagi dirinya sendiri dan orang lain. Pelanggaran ini memiliki sanksi hukum yang berat mengingat potensi bahayanya yang ekstrem. -
Pengemudi Kendaraan yang Melawan Arus:
Melawan arus adalah salah satu pelanggaran paling berbahaya dan egois di jalan raya. Tindakan ini secara langsung berpotensi menyebabkan tabrakan frontal yang seringkali berakibat fatal, karena dua kendaraan bertabrakan dari arah berlawanan dengan kecepatan gabungan yang tinggi. Selain itu, melawan arus juga mengganggu kelancaran lalu lintas, menciptakan kekacauan, dan membahayakan pengendara lain yang mematuhi aturan. Pelanggaran ini sering menjadi penyebab utama kemacetan dan kecelakaan serius di perkotaan. -
Pengemudi Kendaraan yang Melebihi Batas Kecepatan:
Setiap ruas jalan memiliki batas kecepatan maksimum yang ditetapkan berdasarkan kondisi jalan, lingkungan sekitar, dan kepadatan lalu lintas. Melebihi batas kecepatan yang diizinkan mengurangi waktu reaksi pengemudi untuk menghindari bahaya, memperpanjang jarak pengereman, dan meningkatkan energi benturan secara eksponensial saat terjadi kecelakaan. Semakin tinggi kecepatan, semakin parah dampak kecelakaan yang terjadi, baik bagi pengendara maupun korban. Oleh karena itu, penindakan terhadap pelanggaran kecepatan adalah kunci untuk mencegah kecelakaan fatal.
Operasi Patuh 2025 bukan sekadar ajang penindakan, melainkan bagian dari strategi kepolisian yang lebih besar untuk menciptakan budaya tertib berlalu lintas di masyarakat. Dengan mengombinasikan efisiensi ETLE dan fleksibilitas tilang manual, diharapkan jangkauan penegakan hukum dapat lebih merata dan efektif. Penekanan pada transparansi dan pemberantasan pungli juga menjadi fondasi penting untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Partisipasi aktif masyarakat dalam melaporkan pelanggaran yang dilakukan oleh oknum petugas, serta kesadaran untuk mematuhi peraturan lalu lintas, adalah kunci keberhasilan operasi ini. Komarudin berharap bahwa dengan adanya Operasi Patuh, angka kecelakaan lalu lintas dapat ditekan secara signifikan, dan tercipta lingkungan lalu lintas yang lebih aman, nyaman, dan tertib bagi seluruh pengguna jalan di Indonesia. Upaya ini merupakan langkah berkelanjutan dari Korps Lalu Lintas Polri dalam mewujudkan visi keselamatan berlalu lintas sebagai prioritas utama.
