
Ungaran – Karoseri Laksana, salah satu pemain kunci dalam industri manufaktur bus di Indonesia, baru saja menggebrak pasar dengan meluncurkan seri bus listrik terbaru mereka, Nucleus 6. Peluncuran ini bukan sekadar inovasi produk, melainkan sebuah manifestasi dari adaptasi industri otomotif terhadap era elektrifikasi yang semakin masif. Namun, di balik kemegahan dan janji efisiensi yang ditawarkan bus listrik ini, terungkap sejumlah tantangan kompleks yang harus dihadapi oleh para perancang dan insinyur. Membangun bodi di atas sasis bus listrik ternyata jauh lebih sulit dibandingkan dengan bus diesel konvensional, menuntut pendekatan dan solusi inovatif yang berbeda.
Direktur Teknik PT Laksana Bus Manufaktur, Stefan Arman, menjelaskan secara rinci berbagai hambatan yang mereka hadapi dalam proses pengembangan Nucleus 6. Menurutnya, tantangan paling mendasar dan krusial terletak pada bobot sasis bus listrik itu sendiri. “Bus listrik ini punya tendensi untuk sasisnya itu lebih berat, karena baterainya ini besar, beratnya sudah 1,5 ton sendiri,” ungkap Stefan kepada wartawan di Ungaran, Kabupaten Semarang, pada Selasa, 15 Juli 2025. Masalahnya, meskipun teknologi penggeraknya berbeda, regulasi batas berat total kendaraan bus (Gross Vehicle Weight – GVW) di Indonesia masih sama untuk bus listrik maupun diesel. Hal ini memaksa karoseri untuk merumuskan formula yang tepat agar bobot keseluruhan bus listrik tetap sesuai dengan aturan yang berlaku, tanpa mengorbankan kapasitas penumpang atau fitur keamanan.
Bobot baterai yang mencapai 1,5 ton adalah beban signifikan yang harus dikompensasi di bagian lain dari struktur bus. Baterai lithium-ion berkapasitas besar yang digunakan pada bus listrik memang memiliki kepadatan energi yang tinggi, namun juga bobot yang substansial karena material kimia, sistem pendingin, dan lapisan pelindungnya. Ini bukan hanya tentang memenuhi regulasi, tetapi juga tentang menjaga efisiensi operasional dan keamanan. Bobot berlebih dapat memengaruhi konsumsi energi, usia pakai ban, kinerja pengereman, dan bahkan stabilitas kendaraan. Oleh karena itu, kolaborasi erat antara pihak karoseri seperti Laksana dengan Agen Pemegang Merek (APM) sasis bus di Indonesia menjadi sangat vital. Mereka harus bekerja sama sejak tahap desain awal untuk mengidentifikasi area-area di mana bobot dapat dikurangi tanpa mengurangi kekuatan struktural atau fungsionalitas bus. Ini melibatkan pemilihan material yang lebih ringan namun tetap kuat, optimasi desain struktural, dan integrasi komponen yang efisien.
Baca Juga:
- Pengemudi Becak Motor Atraksi Freestyle di Depan Aparat Pengamanan Kapolri: Antara Sensasi Viral dan Pelanggaran Lalu Lintas yang Serius
- Guncangan Pasar Transfer MotoGP: Honda Bajak Otak Mesin KTM Demi Kebangkitan 2027 dan Jorge Martin
- Fenomena “Mobil Bekas 0 Kilometer”: Ketika Unit Baru Menjadi “Bekas” dan Membanjiri Pasar Global
- Penyelidikan Mendalam Kecelakaan Maut Diogo Jota: Misteri Kecepatan, Ban Pecah, dan Lamborghini yang Hancur Lebur
- Suzuki Burgman 150 Siap Guncang Pasar Skutik Gambot, Tantang Dominasi PCX dan NMAX dengan Strategi Baru
Selain tantangan teknis dalam merancang bangun bodi yang ringan, bus listrik juga dihadapkan pada tantangan besar dari sisi pasar dan ekspektasi calon pelanggan. Stefan Arman menyoroti bahwa bus listrik memiliki biaya produksi dan harga jual yang secara signifikan lebih mahal dibandingkan dengan bus diesel. Kondisi ini membuat calon pelanggan, terutama operator transportasi umum, mengharapkan manfaat yang sebanding dengan investasi awal yang tinggi tersebut. Mereka tidak hanya mencari teknologi baru, tetapi juga solusi jangka panjang yang ekonomis dan berkelanjutan.
“Jadi kustomer mengharapkan bus listrik yang diproduksi, yang dibeli, yang digunakan ini bisa memiliki life time yang panjang sehingga total ownership cost-nya itu akhirnya memang lebih baik atau lebih efisien daripada bus diesel,” lanjut Stefan. Konsep Total Cost of Ownership (TCO) atau biaya kepemilikan total menjadi faktor penentu utama. TCO bus listrik harus mampu mengungguli bus diesel dalam jangka panjang, meskipun harga belinya lebih tinggi. Ini berarti Laksana harus memastikan bahwa bus listrik mereka tidak hanya hemat energi, tetapi juga memiliki biaya perawatan yang rendah, daya tahan yang luar biasa, dan nilai jual kembali yang stabil. Operator berharap penghematan dari biaya bahan bakar (listrik lebih murah dari diesel) dan perawatan yang minim dapat menutup selisih harga beli dalam beberapa tahun operasional.
Untuk menjawab tantangan bobot dan ekspektasi lifetime yang panjang, Laksana telah menerapkan inovasi material dan desain pada Nucleus 6. “Maka itu di Nucleus 6 ini kita buat dengan standar strukturnya menggunakan high tensile strength aluminium, itu kuat, ringan, dan yang pasti antikarat. Kita juga menggunakan panel-panel ringan yang menggunakan komposit aluminium, itu juga sama, selain ringan juga antikarat,” jelas Stefan. Penggunaan high tensile strength aluminium (aluminium berkekuatan tarik tinggi) adalah pilihan strategis. Material ini menawarkan rasio kekuatan-terhadap-berat yang superior dibandingkan baja konvensional, memungkinkan Laksana untuk membangun struktur bodi yang kokoh namun jauh lebih ringan. Keunggulan lain dari aluminium adalah ketahanannya terhadap korosi, yang sangat penting untuk kendaraan yang beroperasi dalam berbagai kondisi cuaca dan lingkungan, sehingga memperpanjang usia pakai bus dan mengurangi biaya perawatan jangka panjang.
Selain itu, panel-panel ringan yang terbuat dari komposit aluminium juga menjadi kunci dalam strategi pengurangan bobot. Komposit aluminium seringkali terdiri dari lapisan-lapisan aluminium tipis yang diapit oleh material inti ringan, menciptakan panel yang kaku, kuat, dan sangat ringan. Kombinasi material ini tidak hanya membantu mencapai target bobot yang sesuai regulasi, tetapi juga berkontribusi pada efisiensi energi bus karena bobot keseluruhan yang berkurang membutuhkan lebih sedikit daya untuk bergerak. Daya tahan terhadap karat juga menjadi nilai tambah signifikan, terutama untuk bus kota yang sering terpapar elemen lingkungan dan potensi kelembaban.
Aspek lain yang tak kalah penting dalam pengembangan bus listrik adalah kemudahan perawatan atau maintenance. Bus listrik, terutama yang digunakan untuk layanan bus kota, memiliki jadwal operasional yang sangat padat. “Karena bus listrik memang kebanyakan digunakan untuk bus kota, di mana bus itu harus beroperasi hampir kadang-kadang bisa 20 jam atau 18 jam. Jadi sangat penting sekali selama bus itu masuk ke pool, itu harus sangat mudah sekali dilakukan maintenance (perawatan),” papar Stefan. Waktu henti operasional (downtime) harus diminimalisir agar layanan transportasi publik tidak terganggu dan efisiensi operasional tetap terjaga.
Menyadari hal ini, Laksana merancang Nucleus 6 dengan mempertimbangkan aksesibilitas komponen-komponen kunci. “Jadi bus listrik ini kita desain, di dashboard, di ducting, di mana electrical, baterai, semua itu mudah diakses,” tukasnya. Desain modular dan tata letak komponen yang cerdas memungkinkan teknisi untuk dengan cepat mengakses dan melakukan pemeriksaan atau perbaikan pada sistem kelistrikan, baterai, maupun komponen penting lainnya. Ini berarti panel-panel yang mudah dibuka, kabel yang terorganisir rapi, dan titik-titik servis yang jelas, sehingga mengurangi waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk perawatan rutin maupun perbaikan mendesak. Kemudahan akses ini juga mendukung keselamatan teknisi yang bekerja dengan sistem tegangan tinggi pada bus listrik.
Peluncuran Nucleus 6 oleh Laksana bukan hanya menandai kemajuan teknologi, tetapi juga menggambarkan kesiapan industri karoseri lokal dalam mendukung transisi menuju mobilitas berkelanjutan di Indonesia. Tantangan bobot, ekspektasi pelanggan akan TCO yang lebih baik, dan kebutuhan akan kemudahan perawatan telah mendorong Laksana untuk berinovasi secara radikal dalam pemilihan material dan filosofi desain. Dengan penggunaan aluminium berkekuatan tinggi dan komposit aluminium, serta desain yang berorientasi pada kemudahan perawatan, Nucleus 6 diharapkan mampu memenuhi tuntutan pasar bus listrik yang terus berkembang. Ini adalah langkah maju yang signifikan bagi Laksana dan industri otomotif nasional, menunjukkan bahwa produsen lokal memiliki kapasitas untuk bersaing dan berinovasi di panggung global mobilitas listrik. Keberhasilan Nucleus 6 akan menjadi indikator penting bagi masa depan transportasi umum berbasis listrik di Indonesia, membuka jalan bagi adopsi yang lebih luas dan ekosistem kendaraan listrik yang lebih matang.
/data/photo/2022/10/24/63558af3bb80f.jpg)