Manchester United: Kedatangan Cunha Dipuji, Tapi Dinding Pertahanan Masih Runtuh Tak Tersentuh

Manchester United: Kedatangan Cunha Dipuji, Tapi Dinding Pertahanan Masih Runtuh Tak Tersentuh

Musim 2023/2024 lalu menjadi lembaran kelam dalam sejarah Manchester United, sebuah periode yang tak hanya mengecewakan namun juga mencemaskan, menempatkan klub raksasa Inggris itu di posisi ke-15 Premier League dan sempat terancam degradasi. Sebuah anomali yang tak terbayangkan bagi klub peraih 20 gelar liga ini. Buruknya performa ini didasari oleh berbagai faktor, mulai dari inkonsistensi taktik, cedera pemain kunci, hingga performa individu yang di bawah standar. Lini serang mereka hanya mampu mencetak 44 gol sepanjang musim, angka yang memprihatinkan dan menjadi salah satu yang terendah di antara tim-tim papan tengah, apalagi tim sekelas Manchester United yang seharusnya bersaing di papan atas.

Menatap musim baru, manajemen klub di bawah kepemimpinan baru Sir Jim Ratcliffe dan tim INEOS-nya, berjanji untuk melakukan perubahan fundamental. Rencana restrukturisasi tim sudah di depan mata, dengan daftar panjang pemain yang tak masuk dalam skema masa depan dan berupaya dilepas. Nama-nama besar seperti Marcus Rashford, Antony, Jadon Sancho, Tyrell Malacia, dan Alejandro Garnacho disebut-sebut sebagai bagian dari "bersih-bersih" skuad, sebuah langkah drastis yang menunjukkan skala masalah yang dihadapi. Namun, upaya pelepasan pemain-pemain ini tidaklah mudah, mengingat gaji mereka yang tinggi dan performa menurun yang membuat minat klub lain berkurang. Situasi ini diperparah dengan ancaman Financial Fair Play (FFP) yang membayangi, membatasi ruang gerak United di bursa transfer. Mereka harus menjual pemain untuk mendapatkan dana segar dan memangkas beban gaji, barulah kemudian mereka bisa leluasa mendatangkan amunisi baru.

Di tengah situasi yang serba sulit ini, Manchester United berhasil merekrut dua nama baru: Matheus Cunha dari Wolverhampton Wanderers dan Diego Leon. Kedatangan Cunha, khususnya, disambut dengan optimisme. Penyerang asal Brasil ini datang dengan reputasi sebagai pemain serbaguna yang memiliki etos kerja tinggi dan kemampuan teknik mumpuni. Musim lalu, ia berhasil mencetak 15 gol untuk Wolves, sebuah catatan yang impresif mengingat posisi Wolves yang seringkali bermain bertahan. Pujian pun mengalir, salah satunya dari mantan manajer Newcastle United, Alan Pardew, yang menyebut Cunha sebagai "pemain top dari Wolves." Kemampuan Cunha untuk bergerak di berbagai posisi lini depan, dari penyerang tunggal hingga penyerang lubang atau sayap, diharapkan dapat menambah dimensi baru bagi serangan United yang tumpul. Dengan hanya 44 gol di Liga Inggris musim lalu, kedatangan Cunha dianggap vital untuk menghidupkan kembali daya gedor Setan Merah, yang seringkali kehilangan ide di sepertiga akhir lapangan. Ia diharapkan bisa menjadi solusi instan untuk masalah produktivitas gol. Diego Leon, di sisi lain, lebih merupakan investasi jangka panjang, seorang talenta muda yang diproyeksikan untuk masa depan klub.

Namun, di balik optimisme akan lini serang yang mulai berbenah, Alan Pardew dengan tegas menyoroti permasalahan yang jauh lebih fundamental dan belum tersentuh di Old Trafford: pertahanan. "Mereka sudah mendatangkan pemain top dari Wolves. Dia punya kemampuan teknik yang bagus, tapi bukan itu kan masalah besarnya," kata Pardew dengan nada skeptis. "Isunya adalah menjaga gawang tidak kebobolan dan pada saat ini mereka belum berubah banyak dari itu." Komentar Pardew ini bukan tanpa dasar. Musim lalu, Manchester United kebobolan 58 gol di Premier League, sebuah angka yang jauh dari standar klub elite dan bahkan lebih buruk dari beberapa tim yang finis di atas mereka. Jumlah clean sheet mereka juga sangat minim, menunjukkan kerapuhan yang sistematis di lini belakang.

Fokus utama kritik Pardew dan banyak pengamat lainnya adalah kinerja lini pertahanan secara keseluruhan, dan khususnya, kiper Andre Onana. Didatangkan dengan ekspektasi tinggi sebagai kiper modern yang cakap dalam distribusi bola dan sweeper-keeper, Onana justru akrab dengan blunder fatal yang merugikan tim. Sepanjang musim, ia beberapa kali melakukan kesalahan elementer, mulai dari salah antisipasi tendangan jarak jauh, gagal menangkap bola dengan sempurna, hingga kesalahan dalam pengambilan keputusan saat keluar dari sarangnya. Blunder-blunder ini tidak hanya berujung pada gol-gol yang merugikan, tetapi juga meruntuhkan kepercayaan diri lini belakang dan menimbulkan keraguan di kalangan suporter. Onana, yang seharusnya menjadi benteng terakhir yang kokoh, justru menjadi sumber kegelisahan.

Permasalahan pertahanan United tidak hanya terletak pada Onana semata. Lini belakang secara keseluruhan menunjukkan kurangnya koordinasi, kepemimpinan, dan konsistensi. Bek tengah seperti Raphael Varane dan Lisandro Martinez seringkali diganggu cedera, sementara Harry Maguire dan Victor Lindelof menunjukkan performa yang tidak stabil. Bek sayap seperti Aaron Wan-Bissaka dan Diogo Dalot memiliki keterbatasan dalam kontribusi menyerang, sementara Luke Shaw dan Tyrell Malacia juga sering absen karena cedera. Kekurangan seorang gelandang bertahan yang mampu melindungi empat bek di depannya juga menjadi faktor krusial. Casemiro, yang seharusnya menjadi jangkar, seringkali terlalu tinggi atau kehilangan fokus, meninggalkan celah besar di lini tengah yang mudah dieksploitasi lawan. Akibatnya, lawan seringkali dengan mudah menembus pertahanan United, baik melalui serangan balik cepat maupun skema serangan terorganisir.

Kondisi pertahanan yang rapuh ini membuat investasi di lini serang menjadi terasa kurang efektif. Bagaimana bisa sebuah tim mencetak gol banyak jika di sisi lain mereka juga mudah kebobolan? Filosofi dasar dalam sepak bola modern adalah membangun tim dari belakang, memastikan fondasi yang kokoh sebelum berinvestasi besar di lini depan. United, menurut Pardew, justru melakukan sebaliknya. Mereka sedang berusaha mengatasi masalah "kurang gol" dengan Cunha, tetapi masalah "kebobolan" yang lebih besar masih menganga. "Semuanya bergantung pada kepindahan lima pemain, hampir seperti obral besar-besaran sekarang ini," imbuh Pardew, menyoroti ketergantungan United pada penjualan pemain untuk mendapatkan dana guna memperkuat pertahanan.

Di tengah upaya perbaikan, Manchester United juga dikabarkan mengincar penyerang lain seperti Bryan Mbeumo dari Brentford. Namun, negosiasi untuk Mbeumo berjalan alot, mencerminkan kesulitan klub dalam bursa transfer. Brentford, yang tahu nilai Mbeumo bagi mereka, enggan melepasnya dengan harga murah. Ini semakin memperlihatkan bahwa United bergerak tak cukup cepat di bursa transfer. Kelambatan ini bukan hanya karena FFP dan sulitnya menjual pemain, tetapi juga mungkin karena restrukturisasi internal klub yang baru saja terjadi di bawah INEOS. Proses pengambilan keputusan yang baru mungkin masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi dan bergerak dengan efisien.

Situasi ini menempatkan Manchester United dalam dilema besar. Mereka memiliki urgensi untuk memperkuat tim di semua lini, tetapi kendala finansial dan kesulitan dalam menjual pemain menghambat pergerakan mereka. Ancaman FFP berarti mereka harus sangat cermat dalam setiap pengeluaran, memastikan setiap euro yang dibelanjakan memberikan dampak maksimal. Namun, permasalahan pertahanan yang kronis tidak bisa menunggu. Jika United gagal mengatasi kerentanan di lini belakang, kedatangan Cunha dan potensi gol-golnya mungkin tidak akan cukup untuk mengangkat mereka dari keterpurukan. Musim baru akan segera dimulai, dan tekanan untuk segera memperbaiki fondasi tim semakin memuncak. Suporter menuntut tindakan nyata, bukan hanya janji-janji, untuk mengembalikan Manchester United ke posisi yang seharusnya, sebagai salah satu kekuatan dominan di sepak bola Inggris dan Eropa. Kegagalan untuk menuntaskan masalah pertahanan ini bisa berarti satu musim lagi yang penuh frustrasi dan kekecewaan di Old Trafford.

Manchester United: Kedatangan Cunha Dipuji, Tapi Dinding Pertahanan Masih Runtuh Tak Tersentuh

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *