
Fasilitas pengecasan atau charger motor listrik, yang belakangan ini kian marak dan tersebar di berbagai sudut kota, kini menghadapi ancaman baru yang mengkhawatirkan. Apa yang seharusnya menjadi pilar utama dalam transisi menuju mobilitas hijau, justru dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan sebagai ‘peluang baru’ untuk mendapatkan keuntungan instan. Fenomena pencurian kabel dari stasiun pengisian daya kendaraan listrik (SPLU/SPKLU) telah menjadi momok yang tidak hanya merugikan operator, tetapi juga menghambat laju adopsi kendaraan listrik (EV) secara global.
Kasus yang paling mencolok datang dari Inggris, di mana salah satu jaringan fast-charging terbesar, InstaVolt, baru-baru ini dilanda masalah besar. Lebih dari 700 stasiun pengisian daya mereka dilaporkan telah dirusak dan dibobol. Ironisnya, pelakunya bukanlah peretas canggih yang mengincar data atau sistem, melainkan sindikat maling kabel yang hanya mengincar tembaga. Aksi ini menunjukkan betapa rentannya infrastruktur EV terhadap kejahatan konvensional yang bermotivasi ekonomi. Para pelaku dengan brutal merusak dan membongkar stasiun pengisian daya, atau yang lebih dikenal sebagai Electric Vehicle Charging Stations (EVCS) atau Public Charging Stations (PCS), hanya untuk mendapatkan sejumlah kecil tembaga yang diperkirakan bernilai sekitar £20, atau tak sampai Rp 400 ribu. Angka ini sangat kontras dengan kerugian yang harus ditanggung perusahaan, di mana biaya perbaikan satu stasiun yang rusak bisa mencapai £1.000, atau setara dengan sekitar Rp 19 jutaan. Ini adalah perbandingan 1:50, sebuah disparitas yang menunjukkan betapa merugikannya aksi kejahatan semacam ini bagi operator.
Pencurian tembaga bukanlah hal baru. Logam ini, yang merupakan konduktor listrik dan panas yang sangat baik, memiliki nilai jual yang tinggi di pasar gelap maupun di tempat penampungan barang rongsokan. Permintaan global akan tembaga terus meningkat, didorong oleh ekspansi industri, pembangunan infrastruktur, dan terutama, revolusi energi hijau yang membutuhkan tembaga dalam jumlah besar untuk baterai, motor listrik, panel surya, hingga turbin angin. Ini menciptakan insentif bagi para kriminal untuk menargetkan sumber-sumber tembaga yang mudah diakses dan rentan. Sebelumnya, target favorit maling tembaga adalah kabel telekomunikasi, rel kereta api, saluran irigasi, bahkan komponen dari menara telekomunikasi dan panel surya. Kini, dengan semakin banyaknya stasiun pengisian daya EV yang tersebar, infrastruktur ini menjadi sasaran empuk berikutnya.
Baca Juga:
- BYD Dolphin: Revolusi Mobilitas Listrik Terjangkau di Indonesia dengan Cicilan Mulai Rp 2 Jutaan
- Ariel Noah, Sang Rocker Jalanan: Mengungkap Kecintaan pada Motor Bebek Honda CT125 di Tengah Gemerlap Dunia Hiburan
- Jogja Volkswagen Festival 2025: Perayaan Lintas Generasi, Kreativitas, dan Denyut Bisnis Otomotif Klasik
- Persaingan Sengit Otomotif Indonesia: Produsen Jepang Ditantang Agresivitas Harga Merek China
- Biaya dan Syarat Lengkap Pembuatan SIM Baru di Tahun 2025: Panduan Menjadi Pengemudi yang Legal dan Bertanggung Jawab
Fenomena ini tidak hanya terbatas di Inggris. Kasus serupa juga dilaporkan terjadi di Amerika Serikat, di mana maling semakin berani mengincar tembaga dari berbagai jenis infrastruktur. Analis keamanan telah memprediksi bahwa hanya tinggal menunggu waktu sebelum charger EV di AS juga menjadi target utama, mengingat nilai tembaga di dalamnya dan lokasinya yang seringkali terpencil atau kurang diawasi. Pola kejahatan ini sering kali melibatkan sindikat terorganisir yang memiliki alat potong profesional dan kemampuan untuk membongkar komponen dalam waktu singkat. Mereka tidak hanya merusak kabel, tetapi juga merusak komponen vital lainnya, menyebabkan gangguan operasional yang signifikan dan biaya perbaikan yang fantastis.
Dampak dari pencurian kabel ini jauh melampaui kerugian finansial langsung bagi operator. Pertama, ada biaya ekonomi yang masif. Setiap stasiun yang rusak berarti investasi awal yang besar menjadi sia-sia, dan biaya perbaikan yang tinggi akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan. Biaya ini, pada akhirnya, akan dibebankan kepada konsumen melalui kenaikan tarif pengisian daya. Ini menciptakan lingkaran setan: semakin banyak pencurian, semakin mahal biaya pengisian daya, yang pada gilirannya dapat mengurangi minat masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik.
Kedua, dampak operasional dan reputasi. Stasiun pengisian daya yang rusak berarti layanan tidak tersedia bagi pengguna EV, menyebabkan frustrasi, kecemasan jangkauan (range anxiety), dan ketidaknyamanan. Hal ini merusak citra kendaraan listrik sebagai solusi transportasi yang praktis dan dapat diandalkan. Persepsi publik yang negatif dapat memperlambat adopsi EV, menghambat upaya pemerintah dalam mencapai target emisi dan keberlanjutan. Jika stasiun pengisian daya dianggap tidak aman atau sering rusak, konsumen akan ragu untuk berinvestasi pada kendaraan listrik.
Ketiga, ancaman terhadap keselamatan. Kabel listrik yang dipotong secara sembarangan dapat meninggalkan ujung-ujung kabel yang terekspos, menimbulkan risiko sengatan listrik yang mematikan bagi siapa pun yang tidak sengaja menyentuhnya, termasuk anak-anak. Selain itu, upaya pencurian yang tidak profesional dapat memicu korsleting, kebakaran, atau ledakan, membahayakan lingkungan sekitar dan fasilitas publik.
Menyikapi masalah ini, InstaVolt tidak tinggal diam. Mereka telah menerapkan serangkaian langkah mitigasi yang inovatif dan canggih. Salah satunya adalah penggunaan pelindung kabel berlapis Kevlar, material serat sintetis yang sangat kuat dan tahan potong, sering digunakan dalam rompi anti peluru. Pelindung ini dirancang untuk mempersulit pemotongan kabel dan memperpanjang waktu yang dibutuhkan maling untuk melancarkan aksinya, sehingga meningkatkan peluang mereka tertangkap. Selain itu, InstaVolt juga memasang semacam pelacak forensik bernama SmartWater, cairan penanda unik yang tidak terlihat oleh mata telanjang tetapi dapat dideteksi di bawah sinar UV. Cairan ini akan menempel pada kabel dan tangan pelaku, memungkinkan pihak berwenang melacak kabel curian kembali ke sumbernya bahkan setelah dipotong-potong atau dilebur. Teknologi ini memberikan bukti tak terbantahkan yang dapat digunakan di pengadilan.
Tidak hanya itu, untuk mencegah pencurian sejak dini, InstaVolt juga memasang GPS tracker pada komponen-komponen tertentu dan memperkuat sistem pengawasan dengan kamera CCTV canggih. Mereka bahkan telah mengeluarkan biaya besar untuk mempekerjakan satpam di beberapa lokasi yang dianggap sangat rawan. Namun, upaya-upaya ini, meskipun penting, seringkali tidak cukup. Salah satu kendala terbesar adalah respons dari aparat penegak hukum. Sayangnya, polisi di beberapa wilayah belum mengambil langkah tegas atau menganggap pencurian ini sebagai kejahatan serius, mungkin karena nilai tembaga yang dicuri relatif kecil dibandingkan dengan kerugian keseluruhan. Kurangnya penegakan hukum yang kuat memberikan celah bagi para pelaku untuk terus beraksi tanpa rasa takut.
Oleh karena itu, InstaVolt dan para pemangku kepentingan lainnya mendorong agar charger EV diakui sebagai "critical infrastructure" atau infrastruktur vital. Jika disetujui, klasifikasi ini akan mengubah secara fundamental cara penegakan hukum dan perlindungan terhadap fasilitas ini. Infrastruktur vital adalah aset dan sistem yang esensial bagi fungsi suatu negara dan keselamatan warganya, seperti jaringan listrik nasional, sistem pasokan air, transportasi publik, dan komunikasi. Mengklasifikasikan charger EV sebagai infrastruktur vital berarti:
- Peningkatan Sanksi Hukum: Pelaku pencurian atau perusakan akan menghadapi hukuman yang jauh lebih berat, termasuk denda yang lebih besar dan masa penjara yang lebih lama, karena dianggap mengancam keamanan dan stabilitas nasional.
- Prioritas Penegakan Hukum: Polisi dan badan keamanan lainnya akan mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk menyelidiki dan mencegah kejahatan terhadap fasilitas ini, termasuk pembentukan unit khusus dan intelijen kejahatan terorganisir.
- Pendanaan dan Perlindungan Pemerintah: Pemerintah dapat mengalokasikan dana khusus untuk pengamanan, riset teknologi anti-pencurian, dan program kesadaran publik. Fasilitas ini juga dapat dilindungi oleh undang-undang keamanan nasional.
- Kolaborasi Lintas Sektor: Memfasilitasi kerja sama yang lebih erat antara operator charger, pemerintah, lembaga penegak hukum, dan komunitas untuk berbagi informasi dan mengembangkan strategi perlindungan komprehensif.
Namun, tantangan terbesar dari semua perlindungan ekstra ini adalah biayanya. Pemasangan pelindung Kevlar, SmartWater, GPS tracker, sistem pengawasan canggih, dan pembayaran satpam semuanya membutuhkan investasi yang sangat besar. Biaya ini, pada akhirnya, akan dibebankan kepada konsumen dalam bentuk tarif pengisian daya yang lebih tinggi. Ini menciptakan dilema: di satu sisi, kita membutuhkan infrastruktur yang aman dan berfungsi; di sisi lain, biaya keamanannya dapat menghambat adopsi EV dengan membuatnya kurang terjangkau.
Intinya, jika masalah ini tidak ditangani dengan serius, semua orang akan rugi. Bukan hanya pengguna EV yang akan merasakan dampaknya langsung dari biaya operasional yang naik, harga pengisian daya yang makin mahal, dan ketersediaan stasiun yang berkurang. Masyarakat umum pun, termasuk pengguna motor bensin, secara tidak langsung akan terkena imbasnya. Biaya infrastruktur yang tinggi akan memperlambat pembangunan colokan baru, menghambat kemajuan teknologi ramah lingkungan, dan pada akhirnya merusak persepsi publik soal EV secara keseluruhan. Ini adalah sebuah ironi pahit di tengah dorongan global untuk transisi energi bersih. Upaya kolektif untuk mengurangi emisi dan menciptakan masa depan yang lebih hijau terancam oleh ulah segelintir orang yang mencari duit cepat dengan merusak fasilitas vital.
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan multi-pihak yang komprehensif. Pemerintah harus bertindak cepat dalam mengklasifikasikan charger EV sebagai infrastruktur vital, memberikan dasar hukum yang kuat untuk penegakan. Aparat penegak hukum harus meningkatkan investigasi dan penuntutan terhadap sindikat pencuri tembaga, termasuk menargetkan mata rantai penjualan barang curian. Operator charger harus terus berinovasi dalam teknologi keamanan dan berinvestasi dalam pengamanan fisik yang lebih kuat. Terakhir, masyarakat juga memiliki peran penting dalam melaporkan aktivitas mencurigakan dan mendukung upaya pencegahan kejahatan. Hanya dengan kolaborasi yang erat antara industri, pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat, kita dapat melindungi infrastruktur kendaraan listrik yang krusial ini dan memastikan revolusi transportasi hijau dapat berjalan lancar tanpa terhambat oleh tangan-tangan jahil.
