Meutya Bantah Komdigi Akan Batasi Layanan VoIP WhatsApp Call

Meutya Bantah Komdigi Akan Batasi Layanan VoIP WhatsApp Call

Keresahan yang timbul di tengah masyarakat rupanya berasal dari kesalahpahaman. Menkomdigi menjelaskan bahwa situasi sebenarnya adalah Kementerian Komdigi menerima usulan dari beberapa kalangan, di antaranya dari Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) dan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel). Usulan ini, terang Meutya, berisi pandangan terkait penataan ekosistem digital secara keseluruhan, termasuk bagaimana hubungan antara penyedia layanan over-the-top (OTT) dan operator jaringan dapat diatur dengan lebih seimbang. Namun, Meutya menekankan bahwa usulan tersebut sama sekali belum pernah dibahas dalam forum pengambilan kebijakan resmi dan belum pernah menjadi bagian dari agenda resmi kementerian. "Saya meminta maaf jika terjadi keresahan di tengah masyarakat. Saya sudah meminta jajaran terkait untuk segera melakukan klarifikasi internal dan memastikan tidak ada kebijakan yang diarahkan pada pembatasan layanan digital," tegasnya, menunjukkan komitmen kementerian untuk menjaga kepercayaan publik.

Saat ini, Kementerian Komdigi tetap berfokus pada agenda prioritas nasional yang telah ditetapkan. Agenda-agenda tersebut mencakup perluasan akses internet, khususnya di wilayah tertinggal, peningkatan literasi digital masyarakat agar lebih cakap dalam memanfaatkan teknologi, serta penguatan keamanan dan perlindungan data di ruang digital. Prioritas ini menunjukkan bahwa fokus kementerian lebih kepada pengembangan dan pengamanan ekosistem digital secara luas, bukan pada pembatasan layanan yang sudah dinikmati masyarakat.

Wacana aturan pembatasan panggilan WhatsApp Cs di Indonesia, yang memicu klarifikasi Menkomdigi, sebenarnya telah beredar sebelumnya. Pada Kamis, 16 Juli 2025, Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Kementerian Komdigi, Denny Setiawan, sempat menyatakan adanya pembahasan awal terkait potensi pembatasan panggilan telepon dan video di layanan VoIP seperti WhatsApp, Skype, Instagram, Zoom, hingga Google Meet. VoIP sendiri merupakan sistem komunikasi yang memungkinkan pengguna melakukan panggilan suara maupun video melalui jaringan internet, mengubah suara menjadi format digital yang tersedia di berbagai aplikasi. Alasan utama di balik wacana ini adalah adanya ketidakseimbangan antara penyedia infrastruktur telekomunikasi dengan penyedia layanan over-the-top (OTT). Operator telekomunikasi di Indonesia melakukan investasi yang sangat besar untuk membangun dan menghadirkan jaringan internet ke berbagai daerah, mulai dari pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS), penarikan kabel serat optik, hingga pengadaan spektrum frekuensi. Namun, layanan OTT seperti WhatsApp dan lainnya, yang sangat bergantung pada infrastruktur tersebut untuk menjalankan layanan panggilan suara dan video mereka, dianggap tidak memberikan kontribusi langsung terhadap pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur ini.

"Tujuannya (diregulasi panggilan WhatsApp dan lainnya) agar sama-sama menguntungkan. Sekarang kan nggak ada kontribusi dari teman-teman OTT itu, berdarah-darah yang bangun investasi itu operator seluler," ujar Denny Setiawan. Pandangan ini mencerminkan keluhan para operator seluler yang merasa menanggung beban investasi yang berat tanpa adanya timbal balik yang setara dari penyedia layanan OTT yang menikmati infrastruktur yang mereka bangun. Ketidakseimbangan ini dikhawatirkan dapat mengancam keberlangsungan bisnis operator telekomunikasi lokal dan menghambat kemampuan mereka untuk terus berinvestasi dalam perluasan dan peningkatan kualitas jaringan, yang pada akhirnya akan merugikan konsumen.

Berkaca dari penerapan pembatasan layanan VoIP di Uni Emirat Arab (UEA), Denny Setiawan sempat menyebutkan bahwa di sana, layanan dasar telekomunikasi seperti telepon dan video di WhatsApp tidak bisa dilakukan oleh pengguna, meskipun layanan pesan instan WhatsApp masih berfungsi normal. Panggilan dasar telekomunikasi hanya dapat dilakukan melalui operator seluler lokal. Hal ini menjadi salah satu model yang sempat dipertimbangkan dalam diskusi awal. Selain itu, jika pembatasan layanan dasar telekomunikasi di WhatsApp Cs tidak memungkinkan untuk diterapkan secara penuh, Pemerintah Indonesia akan mempertimbangkan penerapan kewajiban Quality of Service (QoS). Selama ini, kualitas panggilan telepon maupun suara di VoIP seringkali "seadanya" atau "best effort," tidak ada jaminan kualitas yang sama dengan panggilan telepon tradisional. Dengan penerapan QoS, penyedia layanan VoIP akan diwajibkan untuk menjamin standar kualitas tertentu untuk layanan panggilan mereka, yang mungkin memerlukan investasi atau pengaturan teknis lebih lanjut dari pihak OTT.

Denny Setiawan menegaskan bahwa aturan pembatasan panggilan WhatsApp dan layanan serupa itu masih dalam tahap "wacana" awal dan "diskusi." Ini berarti prosesnya masih sangat panjang, melibatkan berbagai pihak terkait, dan memerlukan kajian mendalam sebelum kebijakan tersebut dapat disahkan oleh pemerintah. "Masih wacana, masih diskusi. Artinya, kita cari jalan tengah, bagaimana (memenuhi) layanan masyarakat, tetap butuh kan WA ini. Tapi untuk yang membutuhkan kapasitas besar ini kan butuh kontribusi, operator yang bangun tapi nggak dapat apa-apa," jelas Denny, mengindikasikan upaya mencari solusi yang adil bagi semua pihak, baik operator, OTT, maupun masyarakat sebagai pengguna.

Isu pembatasan layanan VoIP seperti panggilan telepon dan video di WhatsApp, Telegram, Instagram, Zoom, maupun Google Meet, bukanlah hal baru di kancah global. Sejumlah negara lain telah lebih dulu menerapkan kebijakan serupa dengan berbagai alasan. Aturan yang diterapkan beberapa negara ini umumnya membatasi akses panggilan telepon dan video di layanan VoIP, sementara layanan dasar seperti pesan instan tetap bisa dinikmati pengguna. Panggilan dasar telekomunikasi (telepon dan video) seringkali hanya bisa dilakukan melalui operator seluler lokal. Keputusan pembatasan layanan seperti WhatsApp call di suatu negara bisa didasari oleh berbagai pertimbangan, seperti perlindungan keamanan nasional, kontrol informasi, atau untuk melindungi keberlangsungan operator telekomunikasi nasional sehingga regulasi tersebut disahkan.

Uni Emirat Arab (UEA) adalah salah satu contoh negara yang melakukan pembatasan layanan VoIP. Meskipun panggilan WhatsApp dilarang di UEA, beberapa aplikasi alternatif dan layanan telekomunikasi lokal lainnya telah disetujui oleh Pemerintah setempat untuk komunikasi yang lancar. Selain WhatsApp call, Facetime juga tidak bisa digunakan di UEA. Faktor keamanan dan upaya mendukung pertumbuhan penyedia telekomunikasi lokal menjadi alasan utamanya. Meskipun demikian, layanan dasar WhatsApp seperti pengiriman pesan masih bisa dimanfaatkan pengguna, dan aplikasi seperti Zoom hingga Microsoft Teams justru diperbolehkan untuk panggilan video, menunjukkan pendekatan yang selektif.

Negara tetangga UEA, Arab Saudi, juga menerapkan kebijakan serupa. Panggilan WhatsApp, baik suara ataupun video, tidak bisa dilakukan di Arab Saudi. Namun, aplikasi WhatsApp, mulai dari teks, gambar, dan pengiriman video masih bisa dilakukan pengguna. Penting dicatat bahwa pelarangan layanan VoIP ini berlaku jika menggunakan operator lokal, tidak saat pengguna mengaktifkan paket roaming. Sama seperti UEA, Pemerintah Arab Saudi membatasi penggunaan layanan VoIP untuk melindungi operator telekomunikasi dalam negeri, dengan keamanan juga menjadi faktor pertimbangan lainnya.

Qatar, negara Arab lainnya, juga melarang penggunaan panggilan WhatsApp. Panggilan video pun tidak bisa dilakukan pengguna, sementara layanan dasar WhatsApp tetap bisa dimanfaatkan. Kebijakan ini mencerminkan pola serupa di kawasan Timur Tengah yang cenderung mengutamakan kontrol dan perlindungan terhadap industri telekomunikasi domestik.

China sudah lama dikenal dengan kebijakannya yang ketat dalam mengontrol akses internet dan memperkuat perusahaan teknologi nasionalnya. Di satu sisi, mereka melakukan pemblokiran terhadap layanan global saat ekosistem digital China tumbuh pesat. Berbagai platform digital global digantikan oleh produk dalam negeri; WhatsApp digantikan dengan WeChat, Twitter/X digantikan Weibo, Amazon digantikan Alibaba. China juga telah menguasai pasar global dengan sejumlah merek smartphone seperti Huawei, Xiaomi, Realme, Vivo, Oppo, dan lainnya. Kebijakan ini adalah bagian dari strategi besar untuk mencapai kedaulatan digital.

Korea Utara menjadi contoh ekstrem dalam hal kontrol peredaran informasi, terutama di era digital. Penggunaan layanan VoIP menjadi salah satu yang tidak bisa dipakai di negara Komunis ini, sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk membatasi akses informasi dari luar dan mengontrol komunikasi warganya secara ketat.

Pemerintah Suriah juga melakukan berbagai penyensoran terhadap akses internet, terutama platform digital global. Mulai dari YouTube, Facebook, X, Instagram, WhatsApp, Spotify, PayPal, sampai Netflix masuk daftar pemblokiran. Isu keamanan nasional yang bergejolak di negara tersebut menjadi alasan utama Suriah melakukan pembatasan akses internet secara menyeluruh.

Di Iran, WhatsApp dan Google Play sempat diblokir penggunaannya. Namun, pemerintah setempat kemudian melonggarkan kebijakan tersebut, sehingga layanan ini masih bisa dipakai oleh pengguna. Meskipun demikian, isu keamanan tetap menjadi alasan di balik upaya pembatasan yang dilakukan sebelumnya, menunjukkan bahwa fleksibilitas kebijakan dapat berubah sesuai dengan situasi politik dan keamanan dalam negeri.

Melihat pengalaman negara-negara ini, wacana pembatasan layanan VoIP di Indonesia menunjukkan bahwa isu ini bukan hanya tentang kebebasan berkomunikasi, tetapi juga melibatkan kompleksitas ekonomi, kedaulatan digital, dan keamanan nasional. Meskipun Menkomdigi Meutya Hafid telah memberikan klarifikasi tegas bahwa tidak ada rencana pembatasan, diskusi di balik layar mengenai penataan ekosistem digital dan mencari keseimbangan antara kepentingan operator, penyedia OTT, dan pengguna akan terus berlanjut. Ini adalah tantangan global bagi banyak negara di era digital, di mana inovasi teknologi bergerak sangat cepat, sementara regulasi berusaha mengejar ketertinggalan untuk menciptakan lingkungan yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak. Prioritas Komdigi yang fokus pada perluasan akses, literasi, dan keamanan data menunjukkan arah kebijakan yang lebih konstruktif dan adaptif terhadap perkembangan digital.

Meutya Bantah Komdigi Akan Batasi Layanan VoIP WhatsApp Call

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *