
Diogo Jota, sebuah nama yang tak hanya menggaung di stadion megah Premier League sebagai penyerang tajam Liverpool dan Timnas Portugal, namun juga di kancah esports global sebagai maestro di game FIFA (kini EA Sports FC) dan visioner di balik tim esports terkemuka. Kisah hidupnya adalah sebuah anomali langka, perpaduan sempurna antara kehebatan fisik dan kecerdasan strategis, yang menjadikannya ikon di dua dunia yang seringkali dianggap terpisah. Namun, perjalanan inspiratif ini harus berakhir secara mendadak dan tragis, meninggalkan duka mendalam bagi jutaan penggemar di seluruh dunia.
Lahir di Porto, Portugal, Diogo Jota menunjukkan bakat sepakbolanya sejak usia muda. Perjalanannya menuju puncak sepakbola Eropa adalah cerminan dari dedikasi dan kerja kerasnya. Setelah menimba ilmu di akademi lokal dan memulai karir profesionalnya di Paços de Ferreira, ia kemudian menarik perhatian klub-klub besar, termasuk Atlético Madrid, sebelum akhirnya menemukan panggung gemilangnya di Wolverhampton Wanderers. Di sana, Jota berkembang menjadi penyerang yang lincah, cerdas, dan memiliki insting gol yang tajam. Penampilannya yang konsisten membawanya ke Anfield pada tahun 2020, bergabung dengan salah satu klub paling ikonik di dunia, Liverpool.
Di Liverpool, Jota membuktikan dirinya sebagai aset tak ternilai. Ia dikenal dengan pergerakannya yang cerdas tanpa bola, kemampuan finishing yang klinis, dan adaptasinya yang cepat terhadap gaya bermain intens Jurgen Klopp. Meskipun harus bersaing dengan trio penyerang legendaris Mohamed Salah, Sadio Mane, dan Roberto Firmino, Jota seringkali menjadi "senjata rahasia" yang memberikan dimensi berbeda pada serangan The Reds. Sederet prestasi telah ia raih bersama Liverpool, termasuk menjadi bagian dari skuad yang memenangkan English Premier League, menunjukkan kontribusinya dalam kompetisi domestik paling sengit di dunia. Di level internasional, Jota juga menjadi bagian integral dari Timnas Portugal, turut memenangkan UEFA Nations League, sebuah bukti kapasitasnya di panggung tertinggi sepakbola global.
Namun, kehebatan Jota tidak berhenti di lapangan hijau. Di balik persona pesepakbola profesional, ia adalah seorang gamer sejati, seorang kompetitor ulung di dunia virtual. Ini bukanlah sekadar hobi pengisi waktu luang, melainkan gairah mendalam yang ia tekuni dengan serius, sama seperti karir sepakbolanya. Jota termasuk dalam segelintir pesepakbola profesional yang tidak hanya bermain game, tetapi juga berpartisipasi aktif dan sukses di level kompetitif esports.
Pada November 2020, kecintaannya pada gaming mencapai puncaknya ketika ia mengambil langkah besar dengan membangun tim esportsnya sendiri, Diogo Jota Esports. Langkah ini menunjukkan visi jangka panjangnya untuk berkontribusi pada ekosistem esports yang sedang berkembang pesat. Tak lama kemudian, timnya berevolusi dan berganti nama menjadi Luna Esports, yang kemudian dikenal sebagai Luna Galaxy. Perubahan nama ini mencerminkan ambisi yang lebih besar dan strategi branding untuk menjangkau audiens yang lebih luas.
Berkantor pusat di Portugal, Luna Galaxy dengan cepat memposisikan diri sebagai salah satu tim esports terkemuka. Mereka tidak hanya fokus pada FIFA (sekarang EA Sports FC), game yang sangat dikuasai Jota, tetapi juga melakukan diversifikasi portofolio dengan merekrut tim dan pemain di game-game populer lainnya seperti Dota 2 dan Rocket League. Strategi ini memungkinkan Luna Galaxy untuk bersaing di berbagai turnamen bergengsi dan membangun reputasi sebagai organisasi esports yang serius dan profesional. Tercatat, hingga pertengahan tahun 2025, tim ini telah meraih lebih dari USD 430 ribu atau sekitar Rp 6,9 miliar dalam bentuk hadiah turnamen, sebuah pencapaian signifikan yang membuktikan efektivitas dan keseriusan proyek yang dibangun Jota.
Yang lebih menarik lagi, sebelum terjun sebagai pemilik tim, Jota sendiri adalah seorang kompetitor aktif dan disegani di game FIFA (kini EA Sports FC). Ia bukan hanya seorang penggemar, melainkan seorang gamer yang terkenal lihai, dengan kemampuan mengolah bola secara virtual yang sebanding dengan keahliannya di lapangan sungguhan. Jota pernah ikut berkompetisi di level profesional dan bahkan sempat menduduki peringkat atas dalam mode online-nya.
Salah satu pencapaian paling fenomenal dalam karir gamingnya adalah pada April 2020, ketika ia mencetak rekor impresif 30-0 di FUT Champions. FUT Champions, atau Weekend League, adalah mode kompetitif mingguan di FIFA yang menuntut konsistensi, strategi, dan ketahanan mental. Mencapai 30 kemenangan tanpa kekalahan adalah prestasi yang sangat langka dan menempatkannya di jajaran 20 pemain global teratas pada saat itu. Ini bukanlah kebetulan semata; Jota terus meraih peringkat elit di bulan-bulan berikutnya, menunjukkan bahwa kemampuannya di game itu adalah hasil dari latihan dan bakat alami.
Dedikasi ini akhirnya membawanya ke panggung yang lebih besar. Jota berhasil lolos ke FIFA 22 Global Series Qualifier, salah satu turnamen paling kompetitif di Eropa, yang menjadi gerbang menuju puncak kompetisi esports FIFA. Debutnya di turnamen tersebut mempertemukannya dengan Gorilla, juara dunia FIFA 2017. Pertarungan antara seorang pesepakbola profesional dan seorang legenda esports adalah momen yang sangat dinanti, menunjukkan bagaimana Jota berhasil menembus batasan antara dua dunia tersebut dengan kemampuannya yang tak terbantahkan.
Kecintaannya terhadap game tidak hanya terlihat dari partisipasinya di turnamen, tetapi juga tercermin dalam selebrasi golnya di lapangan hijau. Salah satu selebrasi paling ikonik adalah setelah mencetak dua gol kala melawan Southampton FC di EPL. Ia duduk di lapangan dan menirukan gestur seorang gamer yang sedang bermain game dengan joystick, sebuah pesan yang kuat tentang identitasnya yang ganda. Selebrasi ini menjadi viral dan semakin mengukuhkan posisinya sebagai ikon yang menjembatani dunia sepakbola dan esports.
Diogo Jota juga menunjukkan dukungannya yang besar terhadap ekosistem esports dengan berpartisipasi dalam berbagai acara besar. Ia bahkan menghadiri Esports World Cup 2024 di Riyadh, Arab Saudi, bukan hanya sebagai tamu kehormatan, tetapi juga berinteraksi dengan para pemain papan atas dari game seperti Counter-Strike 2. Kehadirannya di acara-acara semacam ini menegaskan komitmennya untuk melihat esports berkembang dan memberikan inspirasi bagi atlet lain untuk merangkul minat mereka di dunia gaming.
Di usianya yang baru 28 tahun, Diogo Jota telah menciptakan warisan yang tak terhapuskan di dunia olahraga, khususnya sepakbola, dan juga esports. Ia adalah seorang pionir sejati yang membuktikan bahwa seorang atlet profesional bisa unggul di dua bidang yang berbeda dengan dedikasi yang sama. Kecintaannya pada FIFA (sekarang EA Sports FC) dan esports, serta usahanya dalam membangun Luna Galaxy, membuatnya menjadi sosok yang dicintai di dua komunitas – dan keduanya berduka atas kehilangan seseorang yang sangat bertalenta dan inspiratif.
Namun, kisah gemilang ini harus berakhir dengan tragis. Seperti yang diberitakan sebelumnya, Diogo Jota bersama adiknya, Andre Silva, meninggal dunia dalam kecelakaan mobil di jalan raya dekat Kota Zamora, Spanyol, pada Rabu, 2 Juli 2025, dini hari waktu setempat. Berita duka ini mengejutkan dan menyelimuti dunia olahraga dan esports dalam kesedihan mendalam.
Laporan kepolisian menyebutkan bahwa mobil yang dikendarai Jota kehilangan kendali usai pecah ban saat hendak menyalip kendaraan lain. Kecelakaan itu berakibat fatal karena mobilnya terbakar hebat, meninggalkan puing-puing yang hangus dan duka yang tak terhingga. Kepergian Jota adalah kehilangan besar, tidak hanya bagi Liverpool dan Timnas Portugal yang kehilangan salah satu penyerang terbaiknya, tetapi juga bagi komunitas esports yang kehilangan seorang perintis, pemilik tim visioner, dan gamer kompetitif yang inspiratif.
Kisah Diogo Jota akan selalu dikenang sebagai contoh nyata bagaimana bakat dan gairah bisa melampaui batas-batas konvensional. Ia adalah bukti bahwa seorang atlet sejati bisa bersinar terang di lapangan hijau dan di layar virtual, meninggalkan jejak inspirasi bagi generasi mendatang. Kepergiannya yang mendadak meninggalkan kekosongan yang sulit terisi, namun warisannya sebagai bintang dua dunia akan abadi dalam ingatan kita.
