
Dunia sepak bola berduka setelah kabar mengejutkan datang dari Zamora, Spanyol, pada Kamis, 3 Juli 2025. Diogo Jota, penyerang andalan Liverpool dan Tim Nasional Portugal, menghembuskan napas terakhirnya dalam sebuah kecelakaan mobil tragis. Di usianya yang baru menginjak 28 tahun, Jota meninggal dunia bersama adiknya, Andre Silva, yang juga seorang pesepakbola. Kepergian mendadak dua bersaudara ini meninggalkan lubang menganga di hati keluarga, rekan-rekan setim, penggemar, dan seluruh insan sepak bola global, memicu gelombang ucapan belasungkawa yang tak henti mengalir dari berbagai penjuru, mulai dari individu hingga organisasi tertinggi seperti FIFA.
Kabar duka ini terasa semakin pahit mengingat sosok Diogo Jota yang dikenal bukan hanya karena talentanya di lapangan hijau, tetapi juga karena kepribadiannya yang unik dan rendah hati. Jota bukanlah tipikal pesepakbola bintang yang gemar hingar bingar pesta malam. Sebaliknya, ia adalah seorang introvert yang menemukan kenyamanan dan kebahagiaan di rumah, di depan layar konsol PlayStation-nya. Sebuah pengakuan yang menyentuh hati datang dari ayahnya, Joaquim Silva, yang mengenang masa remaja putranya dengan penuh haru.
"Diogo tidak pernah menyukai pesta makan malam dan tidak pernah mau keluyuran di malam hari. Saya bahkan kadang menyuruhnya pergi keluar," kenang Joaquim Silva dalam sebuah wawancara dengan media Portugal, Renascenca. "Bagi Diogo, jika ada pertandingan sepak bola di sore hari dan PlayStation di malam hari, itu akan sangat bagus." Kata-kata ini melukiskan gambaran seorang pemuda yang fokus pada hasratnya, baik itu sepak bola maupun dunia virtual. Ia adalah antitesis dari stereotip atlet profesional modern, memilih ketenangan di balik konsol daripada sorotan gemerlap kehidupan malam.
Joaquim juga menceritakan bagaimana ia dan istrinya berjuang keras untuk memberikan PlayStation pertama kepada Diogo, sebuah barang mewah yang kala itu tidak pernah diminta oleh putranya. "Kami memberinya, dengan susah payah, PlayStation pertamanya dan dia tidak meminta itu kepada kami. Dia tidak pernah menuntut apa pun kepada kami," ungkap Joaquim, menunjukkan betapa Diogo sejak dini telah menunjukkan kematangan dan pengertian akan kondisi ekonomi keluarganya. "Tidak mudah memiliki dua putra yang bermain sepak bola dan membayar dengan gaji yang kami miliki. Diogo tidak pernah meminta apa pun kepada kami."
Kisah ini menyoroti karakter Jota yang luar biasa: seorang pribadi yang tidak pernah meminta, selalu bersyukur, dan memahami nilai setiap hal yang ia miliki. "Ia tidak pernah meminta kami atau mengatakan ingin memiliki sepatu bola bermerek. Dia tahu itu tidak mungkin, ia sudah memiliki kepekaan itu. Itulah sebabnya ia tahu cara menghargai berbagai hal, menghargai kehidupan," tambah Joaquim Silva. Kerendahan hati dan rasa syukur inilah yang membentuk fondasi etos kerja dan profesionalismenya, mengantarkannya dari jalanan kampung halaman menuju puncak sepak bola Eropa.
Perjalanan karier Diogo Jota dimulai dari akar rumput di Gondomar, Portugal. Ia bergabung dengan klub lokal Gondomar pada tahun 2005 dan mengasah keterampilannya di sana hingga tahun 2013. Di akademi Gondomar, bakat alaminya mulai terlihat, ditopang oleh kecerdasan taktis dan insting mencetak gol yang tajam. Setelah delapan tahun di klub kampung halamannya, Jota kemudian menapaki jenjang profesionalnya dengan bergabung ke Pacos de Ferreira. Di sinilah ia mulai menarik perhatian klub-klub yang lebih besar berkat penampilan impresifnya di Liga Portugal, menunjukkan kemampuan adaptasi dan dampak instan yang selalu menjadi ciri khasnya.
Puncaknya, pada tahun 2016, Jota direkrut oleh raksasa Spanyol, Atletico Madrid. Meskipun periode singkatnya di ibu kota Spanyol tidak terlalu menonjol dan ia kesulitan menembus tim utama yang dihuni banyak bintang, pengalaman ini tetap menjadi batu loncatan berharga. Atletico Madrid kemudian meminjamkannya ke Porto pada tahun 2017. Di bawah asuhan Sergio Conceicao, Jota kembali menemukan performa terbaiknya, mencetak gol-gol penting dan menunjukkan fleksibilitasnya di lini serang. Performa cemerlangnya di Porto membuka pintu baginya untuk mencoba peruntungan di Liga Premier Inggris, kompetisi yang akan menjadi panggung terbesarnya.
Pada tahun 2018, Jota kembali dipinjamkan, kali ini ke Wolverhampton Wanderers, klub yang baru saja promosi ke Liga Premier. Di Molineux, Jota benar-benar meledak. Ia membentuk trio penyerang mematikan bersama Raul Jimenez dan Adama Traore di bawah pelatih Nuno Espirito Santo, seorang pelatih yang sangat memahami dan memaksimalkan potensinya. Gol-gol krusialnya, kerja kerasnya di lapangan, dan kemampuan dribelnya yang memukau dengan cepat menjadikannya idola para penggemar Wolves. Penampilannya yang konsisten membuat Wolverhampton tidak ragu untuk mempermanenkan kontraknya, menjadikannya salah satu aset paling berharga klub.
Puncak karier Diogo Jota tiba pada tahun 2020, ketika raksasa Premier League, Liverpool, memboyongnya ke Anfield dengan biaya transfer yang signifikan. Keputusan Jurgen Klopp untuk merekrut Jota terbukti sangat tepat. Jota dengan cepat beradaptasi dengan sistem Gegenpressing Klopp dan menjadi pelengkap sempurna bagi trio penyerang Mohamed Salah, Sadio Mane, dan Roberto Firmino. Kehadirannya memberikan dimensi baru pada serangan Liverpool, menawarkan fleksibilitas taktis dan ancaman gol dari berbagai posisi. Ia dikenal sebagai "pemain clutch" yang sering mencetak gol-gol penting di momen-momen krusial, baik itu gol penentu kemenangan atau gol penyama kedudukan.
Bersama Liverpool, Jota merasakan kesuksesan besar. Ia memainkan peran integral dalam dua gelar Premier League yang diraih Liverpool, sebuah pencapaian fenomenal bagi klub setelah penantian panjang. Kontribusinya yang konsisten dalam mencetak gol dan menciptakan peluang menjadikannya salah satu pemain paling efektif di skuad The Reds. Selain sukses di level klub, Jota juga mengukir prestasi gemilang bersama Tim Nasional Portugal. Ia menjadi bagian penting dari skuad Seleção das Quinas yang berhasil mempersembahkan dua titel UEFA Nations League, menunjukkan kemampuannya untuk bersinar di panggung internasional, bahkan di samping megabintang sekelas Cristiano Ronaldo.
Namun, di balik kegemilangan karier sepak bolanya, ada sisi lain dari Diogo Jota yang tak kalah menarik: kecintaannya pada dunia gaming. Sejak remaja, PlayStation telah menjadi sahabat setianya, dan hobinya ini terus ia tekuni hingga menjadi atlet profesional. Jota dikenal sebagai seorang gamer yang sangat serius dan kompetitif. Ia pernah menduduki peringkat pertama di klasemen game FIFA 21 pada tahun 2021, sebuah prestasi yang menunjukkan dedikasi dan keterampilan luar biasanya di luar lapangan hijau. Bahkan, ia juga menjuarai turnamen game FIFA yang digelar oleh Premier League saat pandemi COVID-19 melanda, di mana banyak pesepakbola memanfaatkan waktu luang mereka untuk bermain game. Keberhasilannya ini bukan hanya menunjukkan keahliannya dalam bermain game, tetapi juga jiwa kompetitifnya yang selalu ingin menjadi yang terbaik, baik di rumput hijau maupun di dunia maya.
Kecintaan Jota pada permainan konsol bukan sekadar hobi biasa; itu adalah bagian integral dari identitasnya. Ia sering berbagi momen bermain game dengan para penggemarnya melalui media sosial, bahkan beberapa kali melakukan siaran langsung di platform streaming. Ini menjadikannya sosok yang relatable bagi jutaan gamer di seluruh dunia, membuktikan bahwa seorang atlet top pun bisa memiliki minat yang sama dengan banyak orang. Ia adalah jembatan antara dunia olahraga profesional dan komunitas gaming global, menginspirasi banyak orang untuk mengejar passion mereka.
Kepergian Diogo Jota, bersama dengan adiknya Andre Silva, adalah pukulan telak bagi keluarga, teman, dan seluruh komunitas sepak bola. Andre Silva sendiri juga merupakan pesepakbola yang sedang meniti karier, berbagi mimpi yang sama dengan kakaknya. Kematian mereka berdua dalam satu kecelakaan yang sama menambah lapisan tragedi yang mendalam. Ucapan belasungkawa mengalir dari berbagai klub, mantan rekan setim, pelatih, dan para penggemar di seluruh dunia. Klub-klub tempat ia pernah bermain, mulai dari Gondomar hingga Liverpool, mengeluarkan pernyataan duka cita, mengenang kontribusinya dan karakternya yang luar biasa. Media sosial dipenuhi dengan kenangan indah, gol-gol spektakuler, dan potret senyum khas Diogo Jota.
Diogo Jota mungkin telah tiada, namun warisannya akan terus hidup. Ia akan dikenang sebagai seorang penyerang yang mematikan, seorang rekan setim yang berdedikasi, dan seorang individu yang rendah hati. Lebih dari itu, ia adalah bukti bahwa kesuksesan tidak harus datang dari jalan yang sama. Ia menunjukkan bahwa fokus, kerendahan hati, dan dedikasi pada apa yang dicintai, entah itu sepak bola atau PlayStation, bisa membawa seseorang ke puncak. Kisah Diogo Jota adalah pengingat pahit tentang kerapuhan hidup, tetapi juga sebuah inspirasi abadi tentang bagaimana seorang pemuda dari Gondomar, yang lebih memilih konsol daripada pesta, bisa menaklukkan dunia sepak bola dan meninggalkan jejak yang tak terhapuskan di hati banyak orang. Dunia sepak bola akan selalu merindukan sang gamer jujur yang juga seorang pahlawan lapangan hijau.
