
Jakarta – Sebuah drama epik tersaji di final Gold Cup 2025, ketika Timnas Meksiko sukses menuntaskan comeback sensasional untuk mengalahkan rival abadi mereka, Amerika Serikat, dengan skor tipis 2-1. Kemenangan ini mengantarkan El Tri meraih gelar juara Gold Cup ke-10 mereka, mengukuhkan dominasi di kancah sepak bola CONCACAF. Namun, euforia Meksiko diwarnai dengan kritik pedas dari pelatih Timnas AS, Mauricio Pochettino, yang menyoroti kinerja wasit yang dianggapnya tidak adil.
Pertarungan sengit ini dimainkan di NRG Stadium, Houston, Amerika Serikat, pada Minggu, 6 Juli 2025 waktu setempat. Sejak peluit kick-off ditiup, atmosfer di stadion yang didominasi oleh puluhan ribu suporter Meksiko sudah terasa membara. Ini bukan sekadar pertandingan final, melainkan Clásico abadi antara dua kekuatan terbesar di Amerika Utara, memperebutkan supremasi regional. Kedua tim melangkah ke final dengan rekor impresif, menunjukkan performa terbaik sepanjang turnamen, dan siap menyajikan tontonan kelas dunia. Ekspektasi publik sangat tinggi, mengingat sejarah panjang rivalitas mereka yang kerap menyajikan drama, ketegangan, dan momen-momen tak terlupakan.
Amerika Serikat, yang bermain di kandang sendiri meski dengan dukungan suporter yang terpecah, memulai laga dengan sangat menjanjikan. Hanya empat menit setelah peluit awal berbunyi, Skuad Paman Sam berhasil memecah kebuntuan. Berawal dari tendangan sudut yang dieksekusi dengan presisi, bek tengah Chris Richards melompat tinggi di antara kerumunan pemain dan menyambut bola dengan tandukan keras yang tak mampu dijangkau kiper Meksiko. Gol cepat ini sontak membungkam sebagian besar suporter El Tri dan memicu sorak sorai dari pendukung tuan rumah. Keunggulan 1-0 di awal pertandingan memberikan kepercayaan diri besar bagi anak asuh Pochettino, yang tampaknya menerapkan strategi menekan sejak menit awal.
Namun, Timnas Meksiko bukanlah tim yang mudah menyerah. Gol cepat AS justru seperti membakar semangat juang pasukan El Tri. Mereka merespons dengan meningkatkan intensitas serangan, menguasai lini tengah, dan secara perlahan mulai menekan pertahanan AS. Lewat kombinasi umpan-umpan pendek cepat dan pergerakan tanpa bola yang lincah, Meksiko mulai menciptakan peluang-peluang berbahaya. Kerja keras mereka membuahkan hasil di menit ke-27. Penyerang andalan Meksiko, Raul Jimenez, menunjukkan kelasnya dengan menyamakan kedudukan. Gol Jimenez lahir dari skema serangan terstruktur yang rapi, di mana ia berhasil menempatkan diri di posisi yang tepat untuk menyelesaikan umpan terobosan dengan tendangan akurat yang menembus jala gawang AS. Skor 1-1 bertahan hingga berakhirnya paruh pertama laga, mencerminkan keseimbangan kekuatan dan ketatnya persaingan di lapangan.
Memasuki babak kedua, tempo permainan semakin meningkat. Kedua tim saling jual beli serangan, berusaha mencari celah di pertahanan lawan. Para pemain menunjukkan fisik prima dan determinasi tinggi, berjuang keras untuk setiap bola. Pertarungan di lini tengah berlangsung sengit, dengan gelandang kedua tim saling beradu kekuatan dan kreativitas. Wasit pun harus bekerja keras untuk mengendalikan jalannya pertandingan yang semakin panas dan penuh kontak fisik.
Momen kontroversial yang menjadi sorotan utama Mauricio Pochettino terjadi sekitar sepuluh menit sebelum gol kemenangan Meksiko. Pada saat itu, penyerang AS, Max Arfsten, melakukan penetrasi berbahaya ke dalam kotak penalti Meksiko. Saat ia mencoba melewati bek Meksiko, Jorge Sanchez, terjadi kontak yang membuat Arfsten terjatuh. Pochettino bersikeras bahwa Sanchez menyentuh bola dengan tangan saat hendak melakukan tekel, sebuah pelanggaran yang seharusnya berbuah penalti.
"Sudah pasti itu penalti," tegas Pochettino dengan nada tinggi dalam konferensi pers usai pertandingan, dikutip dari Guardian. "Ia mendorong bola dengan tangan. Itu bukan gerakan tangan pasif dan bolanya kena sentuh. Aku melihatnya dengan jelas dari bench." Pochettino mengungkapkan kekecewaannya yang mendalam terhadap keputusan wasit yang tidak menunjuk titik putih. Ia merasa bahwa keputusan ini secara langsung merugikan timnya dan mengubah jalannya pertandingan. "Wasit punya opini berbeda," tambahnya, merujuk pada ketidaksepakatan dengan pengadil lapangan.
Pochettino melanjutkan kritiknya, menilai bahwa pengadil lapangan terpengaruh oleh atmosfer pertandingan final Gold Cup 2025 yang disebutnya sarat dengan suporter Meksiko. "Jika itu terjadi di sisi lapangan lain, di kotak penalti satunya (Meksiko), sudah pasti akan ada penalti," katanya, menyiratkan adanya bias yang tidak adil. "Mungkin (jika penalti diberikan) kami yang menang 2-1 dan merayakan trofinya. Menurutku itu jelas sekali. Aku bukannya ingin menangis atau mengeluh, juga bukan soal alasan ini-itu…"
"Buatku, ini adalah situasi yang memalukan dan disayangkan. Aku paham bahwa memberikan penalti (buat AS) tidaklah mudah di depan 70 ribu orang penonton ini," tutur Pochettino, menyiratkan tekanan besar yang mungkin dirasakan wasit dari kerumunan suporter Meksiko yang memadati NRG Stadium. Bagi Pochettino, insiden penalti yang diabaikan ini adalah titik balik krusial yang merampas kesempatan timnya untuk meraih kemenangan dan gelar juara. Ia merasa bahwa faktor eksternal, yaitu tekanan penonton, telah memengaruhi objektivitas wasit dalam mengambil keputusan.
Hanya beberapa menit setelah insiden kontroversial tersebut, mimpi buruk AS menjadi kenyataan. Comeback Meksiko, yang punya julukan El Tri, kemudian dituntaskan oleh gol super-sub Edson Alvarez. Di menit ke-77, Alvarez yang masuk sebagai pemain pengganti, berhasil menjebol gawang AS untuk bikin timnya berbalik unggul 2-1. Gol kemenangan ini lahir dari skema tendangan sudut yang kembali menjadi momok bagi pertahanan AS. Alvarez menunjukkan penempatan posisi yang cerdas dan lompatan tinggi, menyambut bola dengan tandukan akurat yang mengarah ke sudut gawang, membuat kiper AS tak berdaya.
Gol dari tandukan Edson Alvarez itu awalnya sempat dianulir oleh wasit lapangan akibat terindikasi offside. Keputusan awal ini sempat membuat kubu Meksiko menahan napas dan suporter AS bersorak. Namun, drama belum berakhir. Video Assistant Referee (VAR) kemudian mengintervensi. Setelah beberapa menit penundaan yang mendebarkan, wasit memutuskan untuk meninjau ulang insiden tersebut di monitor VAR di pinggir lapangan. Setelah melihat tayangan ulang dari berbagai sudut, keputusan wasit berubah. VAR mengesahkan gol tersebut, memastikan bahwa Alvarez berada dalam posisi onside saat bola dilepaskan. Validasi gol ini sontak disambut dengan ledakan kegembiraan dari bangku cadangan Meksiko dan puluhan ribu suporter mereka di stadion. Momen ini menjadi penentu kemenangan Meksiko, sekaligus menjadi puncak kontroversi di mata kubu AS.
Setelah gol Alvarez disahkan, Timnas AS berusaha keras untuk menyamakan kedudukan di sisa waktu pertandingan. Mereka melancarkan serangan bertubi-tubi, namun pertahanan Meksiko yang kokoh, dipimpin oleh barisan belakang yang disiplin, berhasil mematahkan setiap upaya serangan. Meksiko menunjukkan mental juara dengan bertahan dengan gigih, memastikan tidak ada gol balasan yang tercipta. Peluit panjang akhirnya ditiup, mengakhiri pertandingan dengan skor 2-1 untuk kemenangan Meksiko. Kegembiraan tak terbendung pecah di kubu Meksiko, sementara kekecewaan mendalam terpancar dari wajah para pemain dan staf pelatih Timnas AS.
Kemenangan ini bukan hanya sekadar gelar ke-10 bagi Meksiko di ajang CONCACAF Gold Cup, tetapi juga penegasan kembali dominasi mereka di regional tersebut setelah sempat diragukan dalam beberapa tahun terakhir. Bagi El Tri, trofi ini adalah hasil dari kerja keras, semangat juang, dan ketahanan mental yang luar biasa. Pelatih Meksiko, yang tidak disebutkan dalam kutipan, kemungkinan besar akan memuji karakter timnya yang tidak menyerah setelah tertinggal lebih dulu.
Di sisi lain, bagi Timnas AS dan Mauricio Pochettino, kekalahan ini adalah pil pahit yang sulit ditelan. Kritik pedas Pochettino terhadap wasit mencerminkan frustrasi yang mendalam dan keyakinan kuat bahwa timnya telah dirugikan secara tidak adil. Perdebatan mengenai efektivitas VAR dan interpretasi wasit dalam situasi krusial akan terus menjadi topik hangat pasca-pertandingan ini. Insiden penalti yang diabaikan dan validasi gol Alvarez melalui VAR akan menjadi bahan diskusi panjang di kalangan pengamat sepak bola dan penggemar.
Hasil final Gold Cup 2025 ini tidak hanya menambah satu babak baru dalam rivalitas klasik antara Meksiko dan Amerika Serikat, tetapi juga menyisakan luka yang harus disembuhkan bagi Skuad Paman Sam. Mereka kini harus segera melakukan evaluasi mendalam dan mempersiapkan diri untuk tantangan-tantangan selanjutnya, termasuk kualifikasi Piala Dunia yang semakin dekat. Sementara itu, Meksiko akan merayakan gelar ini sebagai momentum positif untuk terus membangun tim yang lebih kuat di masa depan. Meskipun diwarnai kontroversi, final ini akan dikenang sebagai salah satu yang paling dramatis dalam sejarah Gold Cup, menegaskan bahwa duel antara Meksiko dan AS selalu menyajikan tontonan yang penuh gairah dan tak terduga.
(krs/cas)
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4239554/original/099620900_1669368350-20221125-Latihan-Meksiko-AP-4.jpg)