Kisah Inspiratif Sidra Al Bordeeni: Harapan Baru di Tengah Puing Perang Gaza.

Kisah Inspiratif Sidra Al Bordeeni: Harapan Baru di Tengah Puing Perang Gaza.

Sidra Al Bordeeni, seorang bocah perempuan yang belum genap berusia delapan tahun, adalah salah satu dari ribuan korban tak berdosa dari konflik berkepanjangan di Jalur Gaza. Kisah hidupnya adalah cerminan pilu dari penderitaan yang dialami oleh anak-anak di zona perang, namun juga menjadi simbol kuat dari ketahanan dan harapan yang muncul dari inovasi dan kemanusiaan. Di usianya yang seharusnya diisi dengan bermain dan belajar tanpa beban, Sidra harus menghadapi kenyataan pahit kehilangan lengan mungilnya akibat serangan brutal Israel di Gaza. Insiden tragis ini bukan hanya merenggut bagian tubuhnya, tetapi juga mengubah total kehidupannya dan keluarganya.

Tragedi yang menimpa Sidra bermula dari kengerian konflik yang tak berkesudahan di Jalur Gaza. Pada saat serangan brutal Israel melanda, Sidra, yang masih sangat belia, mencari perlindungan di Sekolah Nuseirat, sebuah institusi pendidikan yang terpaksa diubah menjadi tempat penampungan pengungsi darurat. Ruangan kelas yang seharusnya dipenuhi tawa dan keceriaan anak-anak kini menjadi saksi bisu ketakutan dan keputusasaan. Serangan itu menghantam Nuseirat dengan dahsyat, dan dalam kekacauan yang mengerikan itu, Sidra mengalami luka parah di lengannya. Sang ibu, Sabreen Al Bordeeni, mengenang momen-momen pilu tersebut dengan suara bergetar. Ia menjelaskan bahwa luka yang dialami Sidra sangat serius, namun kondisi layanan kesehatan di Gaza yang sudah lumpuh akibat blokade dan serangan bertubi-tubi tidak memungkinkan penanganan medis yang cepat dan memadai. Rumah sakit kewalahan, pasokan medis menipis, dan fasilitas kesehatan hancur. Dalam situasi yang tak berdaya itu, demi menyelamatkan nyawa Sidra, keputusan berat harus diambil: amputasi. Lengan mungilnya harus direlakan, sebuah keputusan yang merobek hati Sabreen namun menjadi satu-satunya jalan agar putrinya bisa bertahan hidup.

Satu tahun setelah peristiwa yang mengubah hidupnya itu, Sidra kini berada di Kamp Pengungsian di Yordania, sebuah tempat yang menawarkan sedikit ketenangan dari mimpi buruk yang ia alami di tanah kelahirannya. Di tengah lingkungan yang serba terbatas, sebuah keajaiban kecil hadir dalam hidup Sidra. Ia kini bisa belajar mengendarai sepeda, sebuah aktivitas yang bagi anak-anak lain mungkin terlihat sepele, tetapi bagi Sidra adalah simbol kemandirian dan kebebasan yang baru ditemukan. Ini semua berkat lengan prostetik mutakhir yang diberikan kepadanya, sebuah inovasi menakjubkan yang dibuat oleh Bioniks, sebuah perusahaan rintisan (startup) asal Pakistan. "Dia sedang bermain, dan semua teman serta saudaranya mengagumi lengan itu," kata Sabreen dengan nada bangga dan haru, sebagaimana dikutip oleh detikINET dari Reuters. Momen itu adalah gambaran nyata dari bagaimana teknologi dan kemanusiaan dapat berpadu untuk mengembalikan senyum di wajah mereka yang paling rentan.

Bioniks, startup yang berbasis di Karachi, Pakistan, adalah pelopor dalam bidang prostetik yang terjangkau dan mudah diakses. Mereka memanfaatkan teknologi modern, khususnya aplikasi di ponsel pintar, untuk membuat model 3D dari lengan atau kaki yang akan dibuat. Proses ini memungkinkan presisi tinggi dan efisiensi dalam produksi. Sejak didirikan pada tahun 2021, CEO Bioniks Anas Niaz mengungkapkan bahwa perusahaannya telah berhasil membuat lebih dari 1.000 lengan prostetik di Pakistan. Model bisnis Bioniks didukung oleh kombinasi pembayaran langsung dari pasien, sumbangan dari perusahaan, dan berbagai bentuk donasi, mencerminkan komitmen mereka terhadap aksesibilitas. Namun, kasus Sidra dan Habebat Allah menandai sebuah tonggak penting: ini adalah kali pertama Bioniks membuat lengan prostetik untuk korban perang. Ini menunjukkan bagaimana inovasi mereka dapat diterapkan di luar batas geografis dan dalam situasi kemanusiaan yang paling mendesak.

Proses pembuatan lengan prostetik untuk Sidra, dan juga untuk Habebat Allah—seorang bocah berusia tiga tahun yang kehilangan kaki dan lengannya di Gaza—membutuhkan pendekatan yang unik dan adaptif. Mengingat jarak dan situasi konflik, konsultasi dilakukan secara daring dan pengecekan ukuran secara virtual. Ini adalah demonstrasi nyata dari kemampuan teknologi untuk menjembatani kesenjangan geografis. Setelah semua data dikumpulkan dan model 3D siap, Anas Niaz sendiri yang terbang dari Karachi, Pakistan, ke Amman, Yordania. Perjalanannya bukan sekadar kunjungan bisnis, melainkan misi kemanusiaan untuk secara personal mengirimkan dan memasang lengan serta kaki prostetik buatan startupnya kepada kedua bocah tersebut. Sentuhan pribadi ini menambah dimensi kemanusiaan pada inovasi teknologi Bioniks.

Dukungan finansial untuk Sidra dan Habebat Allah datang dari berbagai pihak yang peduli. Lengan prostetik Sidra dibiayai sepenuhnya oleh Mafaz Clinic di Amman, Yordania. CEO Mafaz Clinic, Entesar Asaker, menjelaskan alasan di balik kerja sama mereka dengan Bioniks: biaya pembuatannya yang sangat terjangkau serta kemudahan proses yang bisa dilakukan secara online. Sementara itu, lengan dan kaki prostetik untuk Habebat dibiayai melalui berbagai donasi, menunjukkan kekuatan solidaritas global. Model biaya Bioniks memang menjadi salah satu keunggulan utama mereka. Menurut Anas Niaz, lengan prostetik buatan startupnya hanya membutuhkan biaya sekitar USD 2.500, sebuah angka yang jauh lebih murah dibandingkan lengan prostetik buatan Amerika Serikat yang harganya bisa mencapai USD 10.000, bahkan USD 20.000 untuk model yang lebih canggih.

Niaz mengakui bahwa lengan buatan Bioniks mungkin tidak secanggih atau memiliki fitur sebanyak produk Amerika yang jauh lebih mahal. Namun, ia menjamin fungsi pergerakan yang tinggi, terutama untuk anak-anak, yang sangat penting untuk perkembangan motorik dan kualitas hidup mereka. Selain itu, proses yang bisa dilakukan dari jarak jauh menjadikan lengan dari Bioniks pilihan yang jauh lebih bisa diakses, terutama bagi mereka yang berada di daerah terpencil atau zona konflik dengan akses terbatas ke fasilitas medis canggih. Visi Bioniks tidak berhenti di situ. "Kami berencana menyediakan lengan dan kaki prostetik ini untuk daerah konflik lain, seperti Ukraina, dan menjadi perusahaan global," kata Niaz, mengungkapkan ambisi mulia untuk memperluas jangkauan dampak positif mereka ke seluruh dunia.

Salah satu tantangan terbesar dalam menyediakan prostetik untuk anak-anak adalah kebutuhan untuk penggantian secara berkala. Lengan dan kaki prostetik untuk anak-anak lazimnya perlu diganti setiap 12 hingga 18 bulan sekali karena ukuran tubuh mereka terus berkembang. Namun, Bioniks telah memikirkan solusi cerdas untuk masalah ini. Niaz menjanjikan bahwa biaya penggantian tidak akan terlalu tinggi karena hanya beberapa komponen utama yang perlu diganti. Lebih jauh lagi, komponen yang diganti tersebut tidak lantas menjadi limbah; mereka dapat dipakai ulang untuk membantu anak lain, menciptakan siklus keberlanjutan yang efisien dan hemat biaya. Ini adalah pendekatan inovatif yang tidak hanya mengurangi beban finansial bagi keluarga korban, tetapi juga memaksimalkan pemanfaatan sumber daya.

Kisah Sidra dan Habebat Allah hanyalah puncak gunung es dari krisis kemanusiaan yang jauh lebih besar di Gaza. Sebagai informasi, jumlah korban di Gaza yang harus diamputasi akibat konflik saat ini mencapai angka yang mengkhawatirkan, yaitu 4.500 kasus baru. Angka ini menambah panjang daftar kasus amputasi sebelum perang yang sudah mencapai 2.000, sehingga totalnya mencapai 6.500 kasus. Yang lebih tragis adalah kenyataan bahwa mayoritas dari kasus-kasus ini terjadi pada anak-anak. Menurut PBB, ini adalah kasus amputasi anak tertinggi per kapita dalam sejarah, sebuah statistik yang seharusnya mengguncang hati nurani global. Krisis ini menyoroti kebutuhan mendesak akan bantuan medis, rehabilitasi, dan dukungan psikososial jangka panjang bagi ribuan anak-anak yang kini harus hidup dengan disabilitas di tengah kehancuran.

Langkah Bioniks dan Mafaz Clinic, serta para donatur yang mendukung, bukan hanya sekadar penyediaan alat bantu fisik. Ini adalah investasi pada masa depan anak-anak yang telah kehilangan banyak hal. Dengan lengan prostetik, Sidra tidak hanya mendapatkan kembali kemampuan fisik untuk mengendarai sepeda, tetapi juga harapan, martabat, dan kesempatan untuk menjalani kehidupan yang lebih normal. Inovasi yang terjangkau dan aksesibel seperti yang ditawarkan Bioniks menjadi kunci dalam mengatasi krisis kesehatan global, terutama di daerah-daerah yang dilanda konflik. Kisah Sidra adalah pengingat bahwa di balik setiap statistik konflik, ada wajah-wajah dan kisah-kisah pribadi yang penuh perjuangan, namun juga penuh dengan potensi ketahanan dan harapan, asalkan ada uluran tangan kemanusiaan dan inovasi yang tepat.

Kisah Inspiratif Sidra Al Bordeeni: Harapan Baru di Tengah Puing Perang Gaza.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *