
Paris – Perburuan gelar Ballon d’Or selalu menjadi topik hangat di dunia sepak bola, memicu spekulasi dan perdebatan sengit tentang siapa pemain yang paling layak diakui sebagai yang terbaik di dunia dalam satu tahun kalender. Untuk edisi tahun 2025, narasi yang berkembang telah menyoroti dua bintang muda yang tampil gemilang di musim 2024/2025: Ousmane Dembele dari Paris Saint-Germain (PSG) dan Lamine Yamal dari Barcelona. Keduanya diprediksi menjadi kandidat terkuat setelah mengukir pencapaian luar biasa bersama klub masing-masing, namun sebuah suara lantang muncul dari sudut yang tidak terduga, menyoroti seorang kiper yang dianggap memiliki dampak tak kalah krusial: Gianluigi Donnarumma.
Vincenzo Raiola, agen dari kiper andalan Paris Saint-Germain dan tim nasional Italia, Gianluigi Donnarumma, dengan tegas menyatakan bahwa kliennya pantas untuk meraih penghargaan Ballon d’Or 2025. Pernyataan ini sontak memantik diskusi baru, menantang pandangan konvensional yang kerap mengunggulkan para penyerang atau gelandang kreatif dalam perebutan gelar individu paling prestisius ini. Menurut Raiola, peran Donnarumma dalam membawa PSG meraih gelar Liga Champions jauh lebih krusial dibandingkan kontribusi Ousmane Dembele, yang selama ini menjadi sorotan utama.
Dominasi penyerang dalam sejarah Ballon d’Or memang tidak terbantahkan. Sejak awal mula penghargaan ini, mayoritas pemenang adalah pemain yang berposisi sebagai penyerang atau gelandang serang, dengan pengecualian langka seperti Lev Yashin pada tahun 1963 dan Fabio Cannavaro pada tahun 2006. Pola ini membentuk persepsi bahwa gol dan assist adalah metrik utama yang menentukan kelayakan seorang pemain untuk meraih Ballon d’Or. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika nama Ousmane Dembele dan Lamine Yamal langsung mencuat sebagai favorit utama untuk edisi 2025, mengingat kontribusi statistik mereka yang fantastis.
Ousmane Dembele, yang menjadi pilar serangan PSG, telah menikmati musim yang luar biasa di 2024/2025. Pemain internasional Prancis ini menjadi bagian integral dari skuad Les Parisiens yang berhasil meraih treble winner, mengamankan gelar Liga Prancis, Piala Prancis, dan puncaknya, trofi Liga Champions yang sangat didambakan. Dalam perjalanan menuju kejayaan tersebut, Dembele menyumbangkan 33 gol dan lima assist di semua kompetisi. Angka-angka ini tidak hanya menunjukkan produktivitasnya yang meningkat pesat, tetapi juga kemampuannya untuk menjadi pembeda di momen-momen krusial, memanfaatkan kecepatan, dribel, dan insting golnya yang tajam.
Di sisi lain, Lamine Yamal, wonderkid berusia 17 tahun dari Barcelona, juga mencuri perhatian dunia dengan performa sensasionalnya. Yamal memimpin Blaugrana meraih treble domestik yang mengesankan, yaitu La Liga, Copa del Rey, dan Piala Super Spanyol. Meskipun usianya masih sangat muda, Yamal menunjukkan kematangan dan dampak yang luar biasa, menorehkan 18 gol dan 25 assist di semua ajang kompetisi pada musim 2024/2025. Angka assistnya yang tinggi menunjukkan visi dan kemampuan kreator peluang yang luar biasa, menjadikannya salah satu talenta paling menjanjikan di dunia sepak bola dan pesaing serius untuk Ballon d’Or.
Namun, di tengah euforia statistik penyerang, Vincenzo Raiola berani menyuarakan perspektif yang berbeda. Ia berpendapat bahwa kontribusi seorang kiper, terutama dalam turnamen sistem gugur seperti Liga Champions, seringkali diremehkan. "Bagi saya, Donnarumma layak memenangkan Ballon d’Or. Ousmane Dembélé telah memberikan banyak kontribusi lewat gol-golnya, tetapi tanpa penyelamatan-penyelamatan Donnarumma saat melawan Liverpool, Aston Villa, dan Arsenal, Paris tidak akan mampu memenangkan Liga Champions," ujar Raiola, sebagaimana dikutip dari Ysscore.
Pernyataan Raiola ini menyoroti esensi peran kiper sebagai benteng terakhir pertahanan. Dalam sepak bola modern, di mana margin kemenangan seringkali sangat tipis, satu penyelamatan krusial bisa sama bernilainya, atau bahkan lebih, dari satu gol kemenangan. Donnarumma, dengan postur tubuhnya yang menjulang dan refleksnya yang luar biasa, memang dikenal sebagai kiper yang mampu melakukan penyelamatan-penyelamatan mustahil di bawah tekanan tinggi. Sepanjang musim 2024/2025, Donnarumma mencatatkan 40 penampilan di berbagai kompetisi, kebobolan 39 kali, dan berhasil mengamankan 11 cleansheet. Angka-angka ini mungkin tidak semenarik gol dan assist, namun di balik setiap cleansheet atau jumlah kebobolan yang minim, terdapat serangkaian penyelamatan vital yang mencegah lawan mencetak gol dan menjaga momentum tim.
Dalam perjalanan PSG menuju final Liga Champions, khususnya di fase gugur, tekanan dan intensitas pertandingan mencapai puncaknya. Setiap kesalahan bisa berakibat fatal, dan setiap penyelamatan bisa menjadi titik balik. Raiola secara spesifik menyebutkan penyelamatan-penyelamatan Donnarumma saat menghadapi tim-tim tangguh seperti Liverpool, Aston Villa, dan Arsenal. Meskipun rincian spesifik mengenai pertandingan tersebut belum tersedia, bisa dibayangkan bahwa kiper Italia itu menghadapi situasi satu lawan satu, tendangan jarak jauh yang berbahaya, atau serangkaian peluang beruntun dari lawan yang mampu dihalau dengan gemilang. Penyelamatan-penyelamatan ini tidak hanya mencegah gol, tetapi juga memberikan kepercayaan diri kepada lini pertahanan dan seluruh tim, memungkinkan para penyerang untuk fokus pada tugas mereka tanpa khawatir berlebihan.
Sejarah Ballon d’Or memang menunjukkan preferensi yang jelas terhadap pemain menyerang. Lev Yashin, satu-satunya kiper yang pernah meraihnya, melakukannya di era yang berbeda dengan dinamika sepak bola yang juga berbeda. Fabio Cannavaro, seorang bek, memenangkannya setelah memimpin Italia menjuarai Piala Dunia 2006 dengan performa defensif yang luar biasa. Kasus Donnarumma menghadirkan pertanyaan penting: apakah sudah waktunya bagi kriteria Ballon d’Or untuk lebih menghargai kontribusi defensif yang sama krusialnya dengan ofensif?
Perdebatan ini mencerminkan filosofi yang berbeda dalam menilai "pemain terbaik". Apakah itu pemain yang paling banyak mencetak gol dan assist, atau pemain yang paling memiliki dampak transformatif terhadap hasil akhir tim, terlepas dari posisinya? Dalam konteks Liga Champions, di mana pertandingan seringkali ditentukan oleh detail kecil dan momen individual, peran seorang kiper yang mampu menahan gempuran lawan di saat-saat paling genting bisa dibilang sama, jika tidak lebih, pentingnya daripada gol yang tercipta di sisi lain lapangan. Sebuah gol bisa memenangkan pertandingan, tetapi sebuah penyelamatan heroik bisa menyelamatkan tim dari kekalahan, menjaga asa, dan membuka jalan menuju kemenangan.
Kandidat lain untuk Ballon d’Or 2025 mungkin akan muncul seiring berjalannya waktu, bergantung pada performa mereka di sisa kompetisi musim depan, termasuk turnamen internasional seperti Piala Dunia atau Euro yang mungkin diadakan di tahun tersebut. Namun, dengan klaim kuat dari agen Donnarumma, perdebatan untuk Ballon d’Or 2025 telah mendapatkan dimensi baru. Ini bukan lagi hanya tentang siapa yang paling banyak mencetak gol, melainkan tentang siapa yang memiliki dampak paling esensial dalam keberhasilan tim mereka, bahkan jika itu berarti menghentikan gol, bukan mencetaknya.
Bagaimana komite pemilih Ballon d’Or akan mempertimbangkan argumen ini masih harus dilihat. Apakah mereka akan tetap berpegang pada tren historis yang mengunggulkan para penyerang, ataukah mereka akan membuka mata terhadap kontribusi luar biasa dari seorang penjaga gawang yang menjadi tulang punggung keberhasilan timnya meraih gelar Liga Champions? Terlepas dari hasilnya, nominasi dan perdebatan ini setidaknya berhasil menyoroti peran vital seorang Gianluigi Donnarumma dalam mengukir sejarah bagi Paris Saint-Germain dan menantang definisi konvensional tentang apa yang menjadikan seorang pemain "terbaik di dunia". Kita tunggu saja keputusan akhir yang akan diumumkan pada upacara penghargaan bergengsi tersebut, apakah tahun 2025 akan menjadi tahun di mana seorang kiper kembali mengukir namanya dalam sejarah Ballon d’Or.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2368189/original/088917700_1537961487-Pemain_Terbaik_FIFA_2018_03.jpg)