Achraf Hakimi: Tak Ada Dendam untuk Real Madrid, Kisah Perjalanan dari Akademi ke Puncak Dunia Bersama PSG.

Achraf Hakimi: Tak Ada Dendam untuk Real Madrid, Kisah Perjalanan dari Akademi ke Puncak Dunia Bersama PSG.

Kisah Achraf Hakimi dan Real Madrid adalah narasi yang kompleks, terjalin antara bakat luar biasa, keputusan strategis klub, dan perkembangan karier yang gemilang. Bagi sebagian besar pemain muda yang ditempa di akademi sepak bola raksasa seperti La Fábrica Real Madrid, impian tertinggi adalah mengenakan seragam putih ikonik di Santiago Bernabéu. Hakimi mencapai impian itu, namun perjalanannya bersama Los Blancos ternyata singkat, dan justru di luar Madrid-lah ia menemukan puncak kejayaannya. Menariknya, meskipun ‘dibuang’ oleh klub masa kecilnya, bek kanan asal Maroko ini sama sekali tidak menyimpan dendam, melainkan justru bersyukur atas jalan yang telah diambil takdir baginya.

Lahir di Madrid dan tumbuh besar di lingkungan Getafe, Achraf Hakimi Mouh bergabung dengan akademi Real Madrid, La Fábrica, pada usia muda, tepatnya tahun 2006. Sejak saat itu, ia meniti setiap jenjang kategori usia, menunjukkan potensi yang luar biasa sebagai bek sayap yang memiliki kecepatan, stamina, dan insting menyerang yang tajam. Perjalanannya di akademi berjalan mulus, membawanya ke tim Real Madrid U-18 pada tahun 2015, dan kemudian naik ke Real Madrid Castilla, tim B klub, pada tahun 2016. Di Castilla, Hakimi dengan cepat menjadi salah satu pemain kunci, menarik perhatian pelatih tim utama, Zinedine Zidane.

Puncaknya tiba pada tahun 2017 ketika Hakimi secara resmi dipromosikan ke skuad utama Real Madrid. Ini adalah momen yang membanggakan bagi setiap lulusan akademi. Ia melakukan debutnya di La Liga pada Oktober 2017, menggantikan Dani Carvajal yang cedera. Meskipun menunjukkan sekilas potensi, termasuk mencetak gol pertamanya untuk klub dalam kemenangan 5-0 atas Sevilla, kesempatan bermainnya sangat terbatas. Selama musim 2017/2018, ia hanya tampil sebanyak 17 kali di semua kompetisi. Tantangan terbesarnya adalah bersaing dengan Dani Carvajal, bek kanan pilihan utama yang kala itu berada di puncak performanya dan menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Carvajal adalah pilar tak tergantikan di sisi kanan pertahanan Madrid, meninggalkan sedikit ruang bagi Hakimi untuk berkembang dan mendapatkan menit bermain yang konsisten.

Menyadari kebutuhan akan jam terbang untuk mengasah bakatnya, Real Madrid mengambil keputusan untuk meminjamkan Hakimi. Borussia Dortmund menjadi tujuan berikutnya pada musim panas 2018, dengan kesepakatan pinjaman dua tahun. Keputusan ini terbukti menjadi titik balik dalam karier Hakimi. Di bawah asuhan pelatih Lucien Favre di Dortmund, Hakimi menemukan lingkungan yang sempurna untuk meledakkan potensinya. Sistem permainan Dortmund yang menyerang dan mengandalkan kecepatan sayap sangat cocok dengan gaya bermainnya. Ia diizinkan untuk lebih sering maju ke depan, berkontribusi pada serangan, dan menunjukkan kemampuan dribel serta umpan silangnya yang mematikan.

Di Signal Iduna Park, Hakimi tidak hanya berkembang sebagai bek kanan, tetapi juga sering dimainkan sebagai bek kiri atau bahkan gelandang sayap, menunjukkan fleksibilitasnya. Ia menjadi salah satu bek paling produktif di Bundesliga, dengan torehan gol dan assist yang mengesankan. Kecepatan luar biasa, kemampuan menyerang yang agresif, dan peningkatan signifikan dalam aspek defensif menjadikannya salah satu talenta muda paling diminati di Eropa. Selama dua musim di Dortmund, Hakimi mencatatkan 73 penampilan, mencetak 12 gol, dan memberikan 17 assist. Ia juga meraih gelar DFL-Supercup pada tahun 2019. Pengalaman di Jerman ini mengubahnya dari prospek muda yang menjanjikan menjadi bek sayap kelas dunia yang siap bersaing di level tertinggi.

Setelah masa pinjamannya di Dortmund berakhir pada 2020, Real Madrid dihadapkan pada dilema. Carvajal masih menjadi pilihan utama, dan potensi besar Hakimi membuat harganya melambung. Akhirnya, Madrid memutuskan untuk menjualnya secara permanen ke Inter Milan dengan biaya sekitar 43 juta Euro. Kepindahan ke Inter di bawah asuhan Antonio Conte adalah babak baru yang tak kalah penting. Conte dikenal dengan formasi 3-5-2 yang mengandalkan peran wing-back yang sangat aktif, dan Hakimi adalah kepingan puzzle yang hilang bagi taktiknya. Di Inter, Hakimi kembali menunjukkan adaptabilitas dan performa puncaknya. Ia dengan cepat menjadi salah satu pemain paling krusial dalam skuad Nerazzurri, mendominasi sisi kanan lapangan dengan kecepatan dan kontribusinya dalam mencetak gol maupun assist.

Musim pertamanya di Serie A, musim 2020/2021, adalah musim yang monumental bagi Hakimi dan Inter. Bersama Romelu Lukaku dan Lautaro Martínez di lini depan, serta Nicolò Barella dan Christian Eriksen di lini tengah, Hakimi membantu Inter Milan mengakhiri dominasi Juventus dan meraih gelar Scudetto pertama mereka dalam 11 tahun. Kontribusinya sangat signifikan, dengan 7 gol dan 8 assist di liga, menjadikannya salah satu bek sayap paling berpengaruh di liga top Eropa. Namun, seperti halnya di Real Madrid, perjalanan Hakimi di Inter juga singkat. Krisis finansial yang melanda Inter Milan setelah keberhasilan Scudetto memaksa klub untuk menjual beberapa aset berharga mereka. Hakimi, dengan nilai pasar yang tinggi dan permintaan yang besar, menjadi salah satu pemain yang harus dikorbankan.

Pada musim panas 2021, hanya setahun setelah bergabung dengan Inter, Achraf Hakimi kembali berpindah klub, kali ini ke Paris Saint-Germain (PSG). Transfernya ke raksasa Prancis tersebut memecahkan rekor, dengan biaya fantastis mencapai 60 juta Euro (dilaporkan bisa mencapai 70 juta Euro termasuk bonus, atau setara Rp 1,5 triliun pada saat itu). Kepindahan ini menempatkannya di antara para bintang top dunia seperti Kylian Mbappé, Neymar, dan Lionel Messi. Di PSG, Hakimi dengan cepat beradaptasi dan menjadi bagian integral dari strategi tim. Ia terus menunjukkan kualitasnya sebagai bek sayap modern yang mampu menciptakan ancaman dari sisi lapangan, melakukan penetrasi ke kotak penalti, dan juga berkontribusi dalam fase bertahan.

Bersama PSG, Hakimi telah menyapu bersih banyak gelar domestik, termasuk Ligue 1 dan Coupe de France. Klub ibu kota Prancis itu memiliki ambisi besar untuk menjuarai Liga Champions, sebuah trofi yang belum pernah mereka raih. Hakimi, dengan pengalamannya di final Liga Champions bersama Real Madrid (meskipun tidak bermain), serta pengalamannya di Borussia Dortmund dan Inter, menjadi salah satu elemen penting dalam upaya PSG mencapai ambisi tersebut. Musim 2024/2025, yang baru saja berjalan, menunjukkan Hakimi berada di puncak performanya, menjadi salah satu bek kanan terbaik di dunia, yang kontribusinya tidak hanya terbatas pada pertahanan tetapi juga vital dalam serangan.

Baru-baru ini, Achraf Hakimi kembali menjadi sorotan setelah membantu PSG meraih kemenangan telak 4-0 atas Real Madrid di semifinal Piala Dunia Antarklub 2025 yang digelar pada Kamis (10/7) dini hari WIB. Pertandingan ini menjadi ajang reuni emosional bagi Hakimi, menghadapi klub yang telah membentuknya sejak kecil. Meskipun skor telak, Hakimi menunjukkan profesionalisme dan performa yang solid. Selepas laga, para jurnalis tak luput menanyakan perasaannya tentang Real Madrid dan keputusan klub untuk menjualnya.

Dengan tenang dan bijaksana, Hakimi menjawab pertanyaan tersebut, menegaskan bahwa tidak ada dendam yang ia simpan. "Mengapa Madrid menjual saya? Itu keputusan mereka," katanya kepada DAZN. "Mereka yang harus menjelaskan soal hal itu. Mereka membiarkan saya pergi dan saya bersyukur karena itu membuat saya bisa bermain sepak bola. Sesuatu yang saya cintai." Pernyataan ini menunjukkan kedewasaan dan pola pikir seorang atlet profesional yang memahami dinamika bisnis di balik sepak bola. Hakimi tidak melihat perpisahan itu sebagai penolakan pribadi, melainkan sebagai sebuah peluang yang membawanya ke jalur karier yang jauh lebih gemilang.

Filosofi "tanpa dendam" yang dipegang teguh oleh Hakimi ini adalah cerminan dari karakternya yang kuat. Ia adalah contoh bagaimana seorang pemain muda bisa menerima keputusan klub dengan lapang dada, fokus pada pengembangan diri, dan memanfaatkan setiap kesempatan yang datang. Alih-alih meratapi masa lalu atau menyimpan kepahitan, Hakimi memilih untuk bersyukur atas pintu yang tertutup, karena itu membuka pintu-pintu lain yang jauh lebih besar dan memberinya kebebasan untuk mengekspresikan bakatnya di lapangan.

Dari Madrid ke Dortmund, Inter, dan kini Paris, Achraf Hakimi telah menempuh perjalanan yang luar biasa. Ia telah membuktikan dirinya sebagai salah satu bek sayap paling dinamis dan efektif di dunia sepak bola modern. Kecepatan, kemampuan menyerang yang superior, dan etos kerja yang tak kenal lelah telah menjadikannya aset tak ternilai bagi setiap tim yang dibelanya. Sikapnya yang rendah hati dan profesional, bahkan di hadapan klub yang pernah melepasnya, semakin memperkuat citranya sebagai pribadi yang patut dicontoh. Kisah Achraf Hakimi adalah pengingat bahwa kadang-kadang, jalan memutar yang tidak terduga justru bisa membawa seseorang ke puncak kesuksesan yang lebih tinggi, dan bahwa rasa syukur jauh lebih berharga daripada dendam.

Achraf Hakimi: Tak Ada Dendam untuk Real Madrid, Kisah Perjalanan dari Akademi ke Puncak Dunia Bersama PSG.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *