Alarm Merah di Lini Pertahanan Real Madrid: Prioritas Utama Menuju Musim 2025/2026 Setelah Rekor Kebobolan yang Menghancurkan.

Alarm Merah di Lini Pertahanan Real Madrid: Prioritas Utama Menuju Musim 2025/2026 Setelah Rekor Kebobolan yang Menghancurkan.

Musim 2024/2025 telah berakhir dengan pahit bagi Real Madrid. Meskipun skuad bertabur bintang yang dihuni nama-nama seperti Kylian Mbappe, Jude Bellingham, dan Vinicius Junior menjanjikan kegemilangan di lini serang, Los Blancos justru mengakhiri kampanye tanpa satu pun gelar mayor. Kekalahan telak 0-4 dari Paris Saint-Germain di semifinal Piala Dunia Antarklub 2025 menjadi puncak gunung es dari masalah fundamental yang menghantui tim sepanjang musim: pertahanan. Kekalahan memalukan tersebut tidak hanya menyingkirkan mereka dari ajang global, tetapi juga menggenapkan jumlah gol yang bersarang di gawang Thibaut Courtois dan Andriy Lunin menjadi 84 gol di seluruh kompetisi. Angka ini adalah rekor terburuk yang pernah dicatatkan Real Madrid dalam sejarah klub, menyamai statistik kelam yang terjadi pada musim 1998/1999.

Anomali defensif ini adalah paradoks bagi tim sekelas Real Madrid, yang secara tradisional dikenal memiliki fondasi pertahanan yang kokoh sebagai prasyarat utama untuk meraih gelar. Di musim-musim kejayaan mereka, seperti era Liga Champions empat kali dalam lima tahun atau treble domestik, soliditas di belakang selalu menjadi landasan. Namun, di musim 2024/2025, gawang mereka seolah menjadi pintu gerbang yang terlalu sering terbuka. Dari 38 pertandingan LaLiga, Copa del Rey, Liga Champions, dan Piala Dunia Antarklub, rata-rata kebobolan mencapai lebih dari dua gol per pertandingan. Statistik ini jelas mencerminkan kerentanan yang tidak dapat ditoleransi oleh tim yang bercita-cita mendominasi Eropa dan Spanyol.

Kegagalan meraih gelar di musim ini adalah cerminan langsung dari rapuhnya lini belakang. Di LaLiga, mereka harus puas finis di posisi kedua, tertinggal beberapa poin dari sang juara, dengan banyak poin hilang akibat kesalahan defensif atau ketidakmampuan menahan serangan lawan. Di Copa del Rey, perjalanan mereka terhenti di babak final, kalah dari lawan yang mampu mengeksploitasi celah di pertahanan. Puncak kekecewaan di Eropa terjadi di perempat final Liga Champions, di mana mereka disingkirkan oleh tim yang menunjukkan efisiensi luar biasa dalam memanfaatkan setiap peluang yang diberikan oleh pertahanan Madrid yang goyah. Dan, tentu saja, kekalahan telak di Piala Dunia Antarklub menjadi penutup yang menyakitkan, mempertegas bahwa masalah ini bukan insiden sesaat, melainkan krisis struktural.

Membandingkan situasi saat ini dengan musim 1998/1999 memberikan perspektif historis yang menarik. Di bawah asuhan John Toshack, Madrid kala itu juga mengalami musim yang penuh gejolak. Meskipun memiliki talenta menyerang seperti Raúl, Fernando Morientes, dan Predrag Mijatović, lini belakang mereka kerap terekspos. Musim itu, Los Blancos finis di urutan kedua LaLiga, tersingkir di perempat final Liga Champions oleh Dynamo Kyiv yang sensasional, dan gagal di Copa del Rey. Mirip dengan musim 2024/2025, tim tersebut dilanda inkonsistensi defensif dan kurangnya keseimbangan antara menyerang dan bertahan. Bedanya, pada 1998/1999, skuad Madrid belum memiliki kedalaman dan pengalaman yang setara dengan tim 2024/2025 yang dihuni para pemenang Liga Champions. Namun, ironisnya, hasil akhirnya serupa: musim tanpa gelar mayor dan rekor kebobolan yang memalukan.

Salah satu faktor yang sering disebut sebagai penyebab utama kerapuhan pertahanan Real Madrid adalah badai cedera yang melanda skuad, terutama di sektor belakang. Eder Militao, bek tengah andalan dan pilar pertahanan, harus absen dalam waktu lama akibat cedera lutut serius. Begitu pula dengan David Alaba, bek serbaguna yang juga mengalami cedera ACL yang mengakhiri musimnya lebih awal. Bahkan kiper utama, Thibaut Courtois, yang dikenal sebagai salah satu yang terbaik di dunia, juga harus menepi panjang. Absennya tiga pemain kunci ini secara bersamaan memaksa pelatih Carlo Ancelotti untuk terus-menerus merombak lini belakang, mengandalkan Nacho Fernandez dan Antonio Rüdiger sebagai satu-satunya bek tengah senior yang fit, serta menggeser Dani Carvajal ke posisi bek tengah sesekali. Hal ini tidak hanya mengurangi kedalaman skuad tetapi juga mengganggu kohesivitas dan pemahaman antar pemain di lini pertahanan. Komunikasi yang terganggu dan kurangnya rotasi yang ideal menyebabkan kelelahan dan rentan terhadap kesalahan individual.

Mantan bek tengah Real Madrid yang legendaris, Paco Pavon, memberikan pandangan tajam mengenai situasi ini. "Sudah pasti. Soliditas pertahanan selama ini jadi kunci sukses dari 99% persen tim yang juara," sahut Pavon kepada AS. "Dengan rekor kebobolan seperti itu, sangat sulit untuk meraih sukses." Pernyataan Pavon menggarisbawahi kebenaran universal dalam sepak bola: Anda membangun tim juara dari belakang. Sehebat apa pun lini serang Anda, jika pertahanan rapuh, upaya mereka akan sia-sia. Pavon, yang merupakan bagian dari era "Zidanes y Pavones" di awal 2000-an, di mana pemain bintang didatangkan bersamaan dengan talenta akademi yang tangguh, memahami betul pentingnya keseimbangan antara kreativitas menyerang dan disiplin bertahan. Filosofi ini menekankan bahwa setiap pemain, terlepas dari posisinya, harus berkontribusi pada aspek defensif.

Namun, Pavon juga memberikan catatan penting: "Namun, perlu diingat juga bahwa cedera pemain serius yang terjadi itu benar-benar menghancurkan lini pertahanan. Namun, bagaimanapun juga, penting untuk menerapkan sebuah sistem pertahanan yang memberi lawan lebih sedikit opsi." Komentar ini menunjukkan bahwa meskipun cedera adalah faktor yang signifikan, Ancelotti dan staf pelatihnya harus mencari solusi taktis yang lebih adaptif. Sistem pertahanan yang dimaksud Pavon bisa berarti banyak hal: dari penerapan garis pertahanan yang lebih tinggi atau lebih rendah, menekan lawan dengan lebih agresif di lini tengah, hingga memastikan setiap pemain memahami peran dan tanggung jawabnya dalam fase transisi dari menyerang ke bertahan. Keterlibatan gelandang bertahan seperti Aurélien Tchouaméni dan Eduardo Camavinga dalam melindungi empat bek juga krusial. Ketika gelandang gagal menutup ruang atau memenangkan duel di tengah, beban di pundak bek menjadi berlipat ganda.

Melihat ke depan, musim 2025/2026 akan menjadi periode krusial bagi Real Madrid untuk membuktikan diri. Kabar baiknya, beberapa pilar pertahanan yang cedera akan kembali. Eder Militao, dengan kekuatan fisik, kecepatan, dan kemampuan duel udaranya, diharapkan bisa kembali memimpin lini belakang. David Alaba, dengan pengalaman, kemampuan membaca permainan, dan umpan akuratnya, akan memberikan opsi tambahan di bek tengah maupun kiri. Kembalinya Dani Carvajal yang tetap menjadi bek kanan tangguh juga penting. Selain itu, yang tak kalah vital adalah kembalinya Courtois di bawah mistar gawang. Kehadiran kiper kelas dunia ini saja sudah bisa mengurangi jumlah kebobolan secara signifikan, berkat refleks, penempatan posisi, dan kemampuannya dalam memimpin pertahanan.

Manajemen Real Madrid juga tidak tinggal diam. Mereka telah bergerak cepat di bursa transfer dengan merekrut dua pemain belakang baru yang menjanjikan. Dean Huijsen, bek tengah muda berbakat yang didatangkan dari Juventus, adalah prospek jangka panjang yang memiliki kemampuan mengolah bola yang baik dan visi yang tajam. Meskipun masih muda, Huijsen diharapkan bisa menjadi salah satu opsi di masa depan dan memberikan tekanan kompetitif bagi bek senior. Rekrutan lain yang menarik perhatian adalah Trent Alexander-Arnold dari Liverpool. Meskipun dikenal sebagai salah satu bek kanan paling menyerang di dunia dengan umpan silang dan visi yang luar biasa, Alexander-Arnold juga kerap mendapat sorotan atas aspek defensifnya. Tantangan bagi Ancelotti adalah mengintegrasikan Alexander-Arnold ke dalam sistem yang lebih seimbang, mungkin dengan memberinya peran hibrida yang memungkinkannya berkontribusi di lini tengah saat membangun serangan, sambil memastikan ia tidak menjadi beban defensif. Adaptasi ini akan menjadi kunci keberhasilan sang pemain di Bernabéu.

Selain pemain yang kembali dan rekrutan baru, Real Madrid masih memiliki bek-bek berpengalaman seperti Antonio Rüdiger dan Nacho Fernandez. Rüdiger telah menunjukkan kualitasnya sebagai bek yang agresif dan penuh semangat, namun kadang kala terlalu individualis. Sementara Nacho, sang kapten, adalah simbol kesetiaan dan profesionalisme, yang selalu siap mengisi posisi apa pun yang dibutuhkan. Peran mereka dalam membimbing pemain muda dan menjaga mentalitas tim akan sangat penting. Tantangan bagi Carlo Ancelotti adalah menemukan formasi dan sistem yang paling cocok untuk memaksimalkan potensi semua bek yang tersedia, sekaligus memastikan keseimbangan tim tidak terganggu. Ini mungkin berarti perubahan taktik, dari bermain dengan tiga bek sesekali, hingga menerapkan pressing yang lebih terkoordinasi dari lini depan hingga belakang.

Pada akhirnya, musim 2025/2026 akan menjadi ujian sesungguhnya bagi Real Madrid. Dengan kedatangan Kylian Mbappe yang diyakini akan semakin mempertajam lini serang, fokus kini harus bergeser ke belakang. Membangun pertahanan yang kokoh bukan hanya tentang membeli pemain baru, tetapi juga tentang membentuk mentalitas, disiplin taktis, dan pemahaman kolektif yang kuat di antara para pemain. Jika Real Madrid ingin kembali ke puncak dan meraih gelar-gelar yang terlewatkan, prioritas utama mereka adalah mengembalikan "imunitas" pertahanan yang telah lama menjadi ciri khas mereka. Hanya dengan fondasi yang kuat di belakang, mimpi-mimpi besar di LaLiga, Liga Champions, dan kompetisi lainnya dapat kembali terwujud. Madrid harus belajar dari rekor kelam 84 gol kebobolan dan memastikan bahwa sejarah buruk ini tidak terulang kembali.

Alarm Merah di Lini Pertahanan Real Madrid: Prioritas Utama Menuju Musim 2025/2026 Setelah Rekor Kebobolan yang Menghancurkan.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *