Bolehkah Hanya Menjalankan Puasa Asyura Tanpa Puasa Tasua? Ini Penjelasannya Lengkap

Bolehkah Hanya Menjalankan Puasa Asyura Tanpa Puasa Tasua? Ini Penjelasannya Lengkap

Bolehkah Hanya Menjalankan Puasa Asyura Tanpa Puasa Tasua? Ini Penjelasannya Lengkap

Bulan Muharram, bulan pertama dalam kalender Hijriah, memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Salah satu ibadah sunah yang sangat ditekankan pada bulan ini adalah puasa Asyura, yang jatuh pada tanggal 10 Muharram. Puasa ini diyakini memiliki keutamaan luar biasa, termasuk menghapus dosa-dosa kecil setahun sebelumnya. Namun, seringkali muncul pertanyaan di kalangan umat Muslim mengenai praktik puasa Tasua (9 Muharram) yang dianjurkan sehari sebelumnya. Apakah sah dan berpahala jika seseorang hanya menjalankan puasa Asyura tanpa puasa Tasua? Pertanyaan ini relevan mengingat kesibukan dan keterbatasan waktu yang mungkin dialami sebagian orang. Menurut perhitungan kalender Hijriah yang disepakati oleh Pemerintah dan Nahdlatul Ulama (NU), puasa Asyura tahun 2025 diperkirakan jatuh pada hari Minggu, 6 Juli 2025. Sementara itu, puasa Tasua akan dilaksanakan pada Sabtu, 5 Juli 2025. Artikel ini akan mengulas secara mendalam penjelasan dari para ulama dan dalil-dalil syar’i terkait boleh atau tidaknya hanya berpuasa Asyura, serta hikmah di balik anjuran puasa Tasua.

Memahami Puasa Asyura dan Tasua: Sejarah dan Keutamaannya

Sebelum membahas lebih jauh tentang kebolehan hanya berpuasa Asyura, penting untuk memahami esensi dan sejarah kedua puasa sunah ini.

Puasa Asyura (10 Muharram):
Puasa Asyura adalah puasa sunah yang sangat ditekankan dan memiliki sejarah panjang. Jauh sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, penduduk Mekah dan kaum Quraisy telah mengenal dan mempraktikkan puasa Asyura sebagai bentuk penghormatan terhadap hari tersebut. Namun, setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah pada tahun kedua Hijriah, beliau mendapati kaum Yahudi juga berpuasa pada hari Asyura. Ketika beliau bertanya mengapa mereka berpuasa, mereka menjawab, "Ini adalah hari yang agung, hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya dari Firaun, lalu Musa berpuasa pada hari itu sebagai bentuk syukur, maka kami pun berpuasa." (HR. Bukhari dan Muslim). Mendengar hal tersebut, Rasulullah SAW bersabda, "Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian," lalu beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa.

Keutamaan puasa Asyura dijelaskan dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Qatadah Al-Anshari, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Puasa Asyura itu menghapuskan dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim). Ini menunjukkan betapa besar pahala yang terkandung di dalamnya, yaitu pengampunan dosa-dosa kecil yang telah diperbuat seorang hamba selama satu tahun sebelumnya. Ini adalah anugerah besar dari Allah SWT yang patut disambut dengan penuh semangat.

Puasa Tasua (9 Muharram):
Adapun puasa Tasua, yaitu puasa pada tanggal 9 Muharram, merupakan anjuran yang datang belakangan. Anjuran ini bertujuan utama untuk membedakan praktik ibadah umat Islam dengan kebiasaan kaum Yahudi yang hanya mengagungkan dan berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Dalam sebuah riwayat, Ibnu Abbas RA berkata, "Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, itu adalah hari yang diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani.’ Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Jika aku hidup sampai tahun depan, sungguh aku akan berpuasa pada hari kesembilan (Tasua).’ Namun, Rasulullah SAW wafat sebelum tiba tahun depan." (HR. Muslim dan Ahmad).

Dari hadis ini, jelas bahwa anjuran puasa Tasua adalah bentuk ‘mukhalafah’ atau upaya pembedaan diri dari kebiasaan kaum non-Muslim. Ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga identitas dan keunikan syariat Islam. Meskipun Nabi SAW tidak sempat melaksanakannya, niat dan anjuran beliau menjadi sunah yang sangat ditekankan bagi umatnya.

Bolehkah Hanya Berpuasa Asyura Saja? Penjelasan Para Ulama

Inilah inti dari pertanyaan yang sering muncul di kalangan umat Muslim. Jawabannya tegas dari para ulama: Ya, puasa Asyura (10 Muharram) tetap sah dan mendapatkan pahala, meskipun dilakukan tanpa puasa Tasua (9 Muharram).

Kesepakatan ulama mengenai kebolehan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan yang kuat. Pertama, sebagaimana disebutkan dalam riwayat, pada awalnya Nabi Muhammad SAW memang hanya berpuasa di hari Asyura saja. Anjuran untuk menambah puasa Tasua datang kemudian dengan tujuan untuk membedakan diri dari kaum Yahudi. Ini menunjukkan bahwa puasa Asyura secara mandiri memiliki dasar hukum yang kuat dan telah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW sebelum anjuran Tasua muncul. Oleh karena itu, jika seseorang hanya mampu melaksanakan puasa Asyura, ibadahnya tetap valid dan berpahala.

Kedua, ibadah puasa Asyura memiliki keutamaan tersendiri yang tidak bergantung pada puasa Tasua. Hadis tentang penghapusan dosa setahun yang lalu secara spesifik merujuk pada puasa Asyura itu sendiri. Artinya, pahala tersebut tetap bisa diraih oleh mereka yang hanya mampu atau sempat berpuasa pada tanggal 10 Muharram, tanpa mengurangi keutamaan dasar dari puasa tersebut.

Imam An-Nawawi, seorang ulama besar mazhab Syafi’i, dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, menyatakan bahwa puasa Asyura itu mustahab (dianjurkan), dan jika seseorang hanya berpuasa pada hari Asyura saja tanpa Tasua, maka itu tidak makruh dan tetap mendapatkan pahala. Namun, beliau juga menegaskan bahwa yang lebih sempurna adalah menggabungkannya dengan puasa Tasua. Hal ini menunjukkan bahwa para ulama memahami adanya fleksibilitas dalam pelaksanaan ibadah sunah, terutama jika ada keterbatasan atau kondisi tertentu.

Fleksibilitas ini menunjukkan kemudahan dalam syariat Islam. Allah SWT tidak membebani hamba-Nya di luar batas kemampuannya. Bagi mereka yang karena suatu halangan, baik lupa, sakit, musafir, atau kesibukan mendadak sehingga tidak bisa melaksanakan puasa Tasua, tidak perlu khawatir ibadah Asyura mereka menjadi tidak sah atau tidak berpahala. Pahala yang dijanjikan tetap akan didapatkan, meskipun mungkin tidak mencapai tingkat kesempurnaan seperti ketika digabungkan dengan Tasua. Oleh karena itu, tidak ada larangan syar’i bagi seorang Muslim untuk hanya melaksanakan puasa Asyura jika ia tidak dapat atau tidak sempat melaksanakan puasa Tasua.

Praktik Terbaik: Menggabungkan Puasa Tasua dan Asyura

Meskipun hanya puasa Asyura saja diperbolehkan, para ulama sepakat bahwa praktik yang paling utama dan sempurna adalah dengan menggabungkan puasa Tasua (9 Muharram) dan puasa Asyura (10 Muharram). Ini adalah bentuk mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW secara kaffah (menyeluruh) sebagaimana yang beliau niatkan dan anjurkan di akhir hayatnya. Meskipun beliau tidak sempat melaksanakannya, anjuran tersebut tetap menjadi pedoman bagi umatnya untuk meraih pahala yang lebih besar dan kesempurnaan ibadah.

Ada beberapa alasan mengapa menggabungkan kedua puasa ini lebih dianjurkan:

  1. Mengikuti Sunah Nabi secara Sempurna: Dengan berpuasa Tasua, seorang Muslim mengamalkan niat dan anjuran Nabi SAW untuk membedakan diri dari kaum Yahudi. Ini adalah bentuk ketaatan penuh terhadap petunjuk beliau.
  2. Mencapai Tujuan Mukhalafah (Pembedaan): Tujuan utama anjuran Tasua adalah untuk menciptakan perbedaan yang jelas antara praktik ibadah umat Islam dengan kaum Yahudi. Dengan berpuasa dua hari, umat Islam menunjukkan identitas ibadah yang berbeda dan mandiri, menegaskan keunikan syariat mereka.
  3. Ihtiyat (Kehati-hatian): Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa menggabungkan puasa Tasua juga berfungsi sebagai ‘ihtiyat’ atau kehati-hatian. Apabila terjadi kesalahan dalam penentuan awal bulan Muharram (misalnya, jika tanggal 10 Muharram yang sebenarnya adalah tanggal 9 menurut perhitungan kita), maka dengan berpuasa pada tanggal 9 dan 10, seseorang dipastikan telah berpuasa di hari Asyura yang sesungguhnya.
  4. Memaksimalkan Pahala: Setiap ibadah sunah memiliki pahala tersendiri. Dengan menambah puasa Tasua, seorang Muslim akan mendapatkan pahala tambahan dari puasa sunah tersebut, selain pahala dari puasa Asyura.

Bahkan, sebagian ulama juga menganjurkan untuk menambah puasa pada tanggal 11 Muharram, sehingga berpuasa selama tiga hari berturut-turut (9, 10, dan 11 Muharram). Ini disebut sebagai puasa tiga hari di bulan Muharram yang juga memiliki keutamaan tersendiri. Namun, yang paling ditekankan dan dianjurkan adalah menggabungkan puasa 9 dan 10 Muharram. Ini adalah level kesempurnaan tertinggi dalam menjalankan sunah puasa Asyura dan Tasua.

Hikmah di Balik Puasa Asyura dan Tasua

Di balik anjuran puasa Asyura dan Tasua, terdapat hikmah dan pelajaran berharga yang mendalam bagi umat Muslim, yang melampaui sekadar ritual ibadah:

  1. Penghapusan Dosa dan Pembersihan Diri: Puasa Asyura menjadi sarana yang luar biasa bagi seorang Muslim untuk membersihkan diri dari dosa-dosa kecil yang telah lalu. Ini adalah kesempatan emas untuk memulai tahun baru Hijriah dengan lembaran yang lebih bersih, hati yang lebih suci, dan tekad yang baru untuk berbuat lebih baik.
  2. Mengikuti Sunah Nabi dan Memperkuat Ikatan Spiritual: Melaksanakan puasa ini adalah bentuk ketaatan dan kecintaan yang mendalam kepada Rasulullah SAW. Dengan meneladani jejak beliau dalam beribadah, seorang Muslim memperkuat ikatan spiritualnya dengan Nabi, serta mendapatkan keberkahan dari mengikuti sunahnya.
  3. Memelihara Identitas dan Keunikan Islam: Anjuran puasa Tasua secara khusus menegaskan pentingnya menjaga identitas dan ciri khas umat Islam. Dengan membedakan diri dari kaum lain dalam praktik ibadah mereka, umat Islam menunjukkan kemandirian dan keagungan syariat mereka, serta mencegah tasyabbuh (menyerupai) non-Muslim.
  4. Syukur atas Nikmat dan Pertolongan Allah: Puasa ini juga merupakan bentuk syukur kepada Allah SWT atas diselamatkannya Nabi Musa AS dan kaumnya dari penindasan Firaun yang zalim. Peristiwa bersejarah ini mengajarkan tentang kekuasaan Allah, pertolongan-Nya bagi hamba-Nya yang taat, dan kebinasaan bagi orang-orang yang sombong dan durhaka.
  5. Melatih Disiplin Diri dan Kesabaran: Setiap ibadah puasa melatih kedisiplinan, kesabaran, dan pengendalian diri. Dengan menahan lapar, dahaga, dan hawa nafsu dari terbit fajar hingga terbenam matahari, seorang Muslim melatih jiwanya untuk lebih taat, sabar, dan bersyukur.
  6. Peningkatan Kualitas Iman dan Taqwa: Dengan merenungkan keutamaan dan hikmah puasa ini, serta melaksanakannya dengan penuh keikhlasan, seorang Muslim diharapkan dapat meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT, menjadikan Muharram sebagai awal yang baik untuk perjalanan spiritual sepanjang tahun.

Niat Puasa Asyura dan Tasua

Niat adalah rukun penting dalam setiap ibadah. Untuk puasa Asyura dan Tasua, niat dapat dilakukan pada malam hari sebelum berpuasa hingga sebelum terbit fajar shadiq. Namun, karena keduanya adalah puasa sunah, niat juga bisa dilakukan pada siang hari selama belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sejak fajar. Ini adalah kemudahan dalam puasa sunah.

  • Niat puasa Tasua:
    "Nawaitu shauma Tasu’a sunnatan lillahi ta’ala."
    (Saya niat puasa Tasua, sunah karena Allah Ta’ala.)

  • Niat puasa Asyura:
    "Nawaitu shauma Asyura sunnatan lillahi ta’ala."
    (Saya niat puasa Asyura, sunah karena Allah Ta’ala.)

Jika seseorang ingin menggabungkan niat puasa Tasua dan Asyura sekaligus, ia dapat berniat untuk kedua puasa tersebut. Yang terpenting adalah adanya kesengajaan dalam hati untuk berpuasa pada hari-hari tersebut demi meraih keridaan Allah. Mengucapkan niat secara lisan (talaffuzh bin-niyah) bukanlah syarat, namun dianjurkan oleh sebagian ulama untuk memantapkan niat.

Kesimpulan

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa puasa Asyura pada tanggal 10 Muharram memiliki kedudukan yang sangat istimewa dan dapat dilaksanakan secara mandiri. Pahala besar berupa pengampunan dosa setahun yang lalu tetap akan diraih oleh mereka yang hanya berpuasa di hari tersebut, meskipun tanpa didahului puasa Tasua. Ini adalah bentuk kemudahan dan rahmat Allah dalam syariat Islam.

Namun, bagi umat Muslim yang ingin meraih kesempurnaan ibadah dan mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW secara penuh, sangat dianjurkan untuk juga melaksanakan puasa Tasua pada tanggal 9 Muharram. Kombinasi dua puasa ini tidak hanya memaksimalkan pahala tetapi juga menegaskan identitas keislaman yang berbeda dari kaum lain, sebagaimana yang diinginkan oleh Rasulullah SAW.

Pada akhirnya, kemudahan dan fleksibilitas dalam syariat Islam memberikan ruang bagi setiap individu untuk beribadah sesuai kemampuan dan kondisi mereka, tanpa mengurangi esensi pahala yang dijanjikan. Jangan sampai kesempatan berharga di bulan Muharram ini terlewatkan. Semoga kita semua dapat memanfaatkan momen istimewa ini untuk memperbanyak amal kebaikan, membersihkan diri dari dosa, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Bolehkah Hanya Menjalankan Puasa Asyura Tanpa Puasa Tasua? Ini Penjelasannya Lengkap

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *