
Jakarta – Hanya setahun yang lalu, Chelsea harus menelan pil pahit dan julukan pedas ‘billion-pound bottle-jobs’, sebuah istilah yang secara telak menggambarkan skuad mahal yang berulang kali gagal memenuhi ekspektasi. Kini, ironisnya, The Blues berdiri gagah sebagai juara dunia, menandai salah satu kebangkitan paling spektakuler dalam sejarah sepak bola modern. Perjalanan dari titik terendah hingga mengangkat trofi Piala Dunia Antarklub 2025 adalah narasi tentang perubahan fundamental, kepemimpinan visioner, dan kepercayaan diri yang ditempa ulang.
Ungkapan menyakitkan ‘billion-pound bottle-jobs’ itu dilontarkan oleh eks pemain timnas Inggris dan legenda Manchester United, Gary Neville, pada tahun sebelumnya. Momen puncaknya adalah kekalahan menyakitkan Chelsea dari rival bebuyutan, Liverpool, di final Piala Liga Inggris. Kekalahan tersebut terasa semakin pahit mengingat Liverpool saat itu tampil dengan banyak pemain muda berstatus pelapis dan dari akademi, sementara Chelsea dengan skuad bertabur bintang dan biaya selangit, seolah membuang kesempatan emas untuk meraih gelar. Tekanan yang menghimpit Mauricio Pochettino sebagai manajer saat itu sangat terasa. Skuad Chelsea, meski di atas kertas memiliki kedalaman dan kualitas individu, tampak kehilangan arah, bermain tanpa identitas yang jelas, dan kesulitan mengkonversi dominasi menjadi hasil. Final itu menjadi simbol betapa rapuhnya mentalitas tim, sebuah tim yang seharusnya menjadi raksasa namun limbung di hadapan tekanan besar.
Musim 2023/2024 memang masih diliputi kekacauan dan ketidakpastian di Stamford Bridge. Meski menjalani musim penuh dengan satu manajer tetap, Mauricio Pochettino, klub London barat itu kesulitan menemukan stabilitas. Gelombang transfer besar-besaran di bawah kepemilikan Todd Boehly dan Clearlake Capital menghasilkan skuad yang gemuk, dengan banyak pemain baru yang masih muda dan belum berpengalaman di level tertinggi Premier League. Proses adaptasi pemain, pembangunan chemistry tim, dan penanaman filosofi permainan menjadi tantangan besar yang tak kunjung terpecahkan secara konsisten. Finis di posisi ke-12 dan kemudian ke-6 dalam dua musim terakhir menjadi bukti nyata betapa jauhnya Chelsea terlempar dari persaingan di papan atas, apalagi memperebutkan gelar juara. Kekalahan dari tim yang secara kualitas di bawah mereka, atau kegagalan mempertahankan keunggulan, menjadi pemandangan yang lazim. Fanbase yang dikenal menuntut kesuksesan pun mulai menunjukkan ketidakpuasan yang mendalam, mencerminkan frustrasi atas investasi besar yang belum membuahkan hasil.
Namun, kemudian satu perubahan signifikan membawa gelombang positif yang masif. Pergantian manajer dari Mauricio Pochettino ke Enzo Maresca di awal musim 2024/2025 menjadi titik balik krusial yang mulai mengembalikan klub London barat itu ke jalur yang benar. Penunjukan Maresca, yang sebelumnya berhasil membawa Leicester City promosi dan dikenal sebagai asisten Pep Guardiola di Manchester City, adalah sinyal niat klub untuk membangun tim dengan fondasi filosofi permainan yang jelas dan terstruktur. Maresca datang dengan reputasi sebagai pelatih yang detail, menekankan penguasaan bola, kontrol taktis, dan pengembangan pemain muda. Ia bukanlah nama besar seperti pelatih sebelumnya, namun visi dan metodenya dianggap cocok untuk merestrukturisasi tim yang kehilangan identitas.
Sejak hari pertamanya, Maresca fokus meramu dan menemukan inti tim. Ia tanpa ragu menepikan pemain-pemain yang kurang diperlukan atau yang tidak sesuai dengan visinya, menciptakan skuad yang lebih ramping namun lebih kohesif. Kebijakannya bukan hanya tentang taktik di lapangan, melainkan juga tentang menanamkan mentalitas pemenang dan kedisiplinan. Nama-nama seperti Enzo Fernandez, Cole Palmer, Marc Cucurella, Moises Caicedo, dan Pedro Neto, yang didatangkan di awal musim 2024/2025 dan langsung menyatu, adalah tulang punggung yang krusial di bawah arahan Maresca. Mereka secara konsisten menghadirkan keseimbangan permainan, baik dalam fase menyerang maupun bertahan. Enzo Fernandez menemukan kembali performa terbaiknya sebagai gelandang box-to-box yang dinamis, Cole Palmer melanjutkan performa cemerlangnya sebagai kreator dan pencetak gol ulung, sementara Marc Cucurella menunjukkan peningkatan signifikan dalam stabilitas pertahanan. Moises Caicedo, setelah musim debut yang sulit, akhirnya menunjukkan mengapa ia dibeli dengan harga mahal, menjadi jangkar lini tengah yang kokoh. Kehadiran Pedro Neto yang cepat beradaptasi menambah dimensi serangan dengan kecepatan dan dribbling-nya, memberikan Maresca opsi yang lebih bervariasi di lini depan.
Tanda kebangkitan itu nyata-nyata terlihat sepanjang musim 2024/2025. Di Premier League, Chelsea menunjukkan konsistensi yang luar biasa, finis di posisi empat besar. Ini adalah pencapaian signifikan setelah dua musim sebelumnya yang mengecewakan, yakni finis di posisi ke-12 dan kemudian ke-6. Finis empat besar tidak hanya mengamankan tiket Liga Champions yang sangat berharga, tetapi juga mengembalikan kepercayaan diri di antara para pemain dan basis penggemar. Performa mereka di liga ditandai dengan serangkaian kemenangan penting atas rival-rival papan atas, menunjukkan bahwa mereka kini mampu bersaing di level tertinggi.
Momentum positif itu juga didapatkan usai menjuarai UEFA Conference League, sebuah kompetisi Eropa yang mungkin dipandang sebagai "level ketiga", namun memberikan pengalaman berharga dan yang terpenting, sensasi memenangkan trofi. Perjalanan mereka di Conference League menunjukkan kedalaman skuad dan kemampuan Maresca untuk merotasi pemain tanpa mengorbankan kualitas. Kemenangan di final UEFA Conference League menjadi katalisator, sebuah bukti nyata bahwa kerja keras mereka membuahkan hasil. Keberhasilan ini tidak hanya mengakhiri puasa gelar, tetapi juga membangun fondasi mentalitas pemenang yang kemudian berlanjut dengan sukses fenomenal di Piala Dunia Antarklub 2025.
Kemenangan di Piala Dunia Antarklub 2025 itu pun diraih dengan amat meyakinkan. Di final, mereka menggunduli juara Liga Champions Paris Saint-Germain dengan skor telak 3-0. Pertandingan tersebut menjadi sebuah mahakarya taktis dari Enzo Maresca dan timnya. Chelsea memeragakan perencanaan dan eksekusi taktik yang cemerlang, menguasai lini tengah, menekan lawan dengan intensitas tinggi, dan memanfaatkan setiap peluang dengan efisiensi mematikan. Gol-gol yang tercipta menunjukkan hasil dari pola latihan yang terencana, kombinasi apik antara serangan balik cepat dan penguasaan bola yang sabar. Kemenangan atas PSG, yang notabene adalah salah satu tim terkuat di Eropa dengan bintang-bintang kelas dunia, mengirimkan pesan yang jelas kepada seluruh dunia: Chelsea telah kembali. Ini bukan lagi tim yang rapuh, melainkan sebuah kekuatan yang tangguh, cerdas, dan penuh determinasi.
Skuad Chelsea kini masih sama mahalnya. Belanja musim panas 2024 saja sudah menghabiskan 198 juta paun dan masih mungkin bertambah, mengingat ambisi klub untuk terus memperkuat diri. Namun, perbedaan mendasari adalah bahwa investasi besar ini kini terlihat membuahkan hasil yang konkret. Setiap paun yang dihabiskan kini terasa sepadan dengan performa dan trofi yang diraih. Para pemain, yang sebelumnya dibebani label harga tinggi dan ekspektasi yang belum terpenuhi, kini tampil dengan kepercayaan diri yang baru, membuktikan bahwa mereka memang pantas berada di puncak. Dari para pemain muda yang kesulitan beradaptasi hingga bintang-bintang yang menemukan kembali performanya, Maresca berhasil memadukan mereka menjadi sebuah unit yang solid dan tak terhentikan.
Transformasi ini adalah bukti nyata bahwa uang saja tidak cukup. Dibutuhkan visi yang jelas, kepemimpinan yang kuat, dan kesabaran untuk membangun sebuah tim yang sukses. Enzo Maresca telah membuktikan dirinya sebagai arsitek kebangkitan Chelsea, mengubah tim yang terpecah belah menjadi juara dunia. Ia telah mengembalikan identitas klub, menanamkan filosofi permainan yang jelas, dan yang terpenting, mengembalikan kebanggaan kepada para penggemar. Dari cacian ‘billion-pound bottle-jobs’ hingga mengangkat trofi Piala Dunia Antarklub, kisah Chelsea di bawah Enzo Maresca adalah pelajaran berharga tentang resiliensi, adaptasi, dan bagaimana sebuah tim bisa bangkit dari keterpurukan untuk mencapai puncak kejayaan global. Kali ini, tak akan ada yang cukup gila untuk menyebut mereka skuad gagal. Mereka adalah juara dunia, dan ini hanyalah awal dari era baru yang menjanjikan bagi The Blues.
