
Perbincangan hangat seputar penghargaan individu paling prestisius di dunia sepak bola, Ballon d’Or, kembali mencuat seiring mendekatnya tahun 2025. Kali ini, fokus utama tertuju pada dua nama yang memiliki latar belakang dan perjalanan karier yang sangat kontras namun sama-sama tampil brilian di musim 2024/2025: Ousmane Dembele dari Paris Saint-Germain dan sensasi remaja Barcelona, Lamine Yamal. Debat ini semakin memanas dengan munculnya pandangan dari legenda sepak bola Prancis, Claude Makelele, yang secara tegas mendukung Dembele, menganggap Yamal masih terlalu muda untuk menerima kehormatan sebesar itu.
Musim 2024/2025 memang menjadi panggung bagi kedua talenta luar biasa ini untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka. Bagi Ousmane Dembele, musim tersebut adalah puncak dari kebangkitan kariernya yang sempat dirundung cedera dan kritik. Berusia 28 tahun, Dembele tampil dalam performa terbaiknya bersama Paris Saint-Germain, memimpin klub raksasa Prancis itu meraih ‘treble winner’ bersejarah, menyapu bersih gelar Ligue 1, Coupe de France, dan mahkota Liga Champions UEFA yang didambakan. Kontribusinya tak terbantahkan, dengan catatan statistik yang mengesankan: 33 gol dan 15 assist di semua kompetisi. Angka-angka ini tidak hanya menunjukkan produktivitasnya di depan gawang, tetapi juga perannya yang krusial sebagai arsitek serangan, memecah pertahanan lawan dengan dribel memukau dan umpan-umpan akurat. Konsistensi dan kematangan yang ditunjukkan Dembele di musim tersebut menjadi argumen terkuat bagi para pendukungnya untuk meraih Ballon d’Or.
Di sisi lain lapangan, muncul fenomena Lamine Yamal, yang dengan usianya yang masih sangat belia, berhasil mencuri perhatian dunia. Bersama Barcelona, Yamal yang dalam waktu dekat akan genap berusia 18 tahun, menjadi motor utama keberhasilan timnya meraih gelar domestik ganda: LaLiga dan Copa del Rey, serta Piala Super Spanyol. Meskipun statistik gol dan assistnya mungkin belum setinggi Dembele, dampak Yamal terhadap permainan Barcelona sangatlah signifikan. Kecepatan, kemampuan dribel satu lawan satu, visi permainan, dan kematangan pengambilan keputusannya di usia yang sangat muda telah memecahkan berbagai rekor, menjadikannya salah satu talenta paling menjanjikan yang pernah muncul dari akademi La Masia. Yamal mewakili masa depan sepak bola, sebuah permata mentah yang bersinar lebih terang dari yang diperkirakan.
Debat antara pengalaman dan kematangan Dembele melawan potensi dan keajaiban Yamal inilah yang menjadi inti perbincangan di kalangan pengamat sepak bola. Claude Makelele, sosok yang dikenal dengan pandangannya yang lugas dan realistis, tidak ragu-ragu dalam memilih Dembele. "Dembele!" kata Makelele saat ditanya siapa yang pantas menerima Ballon d’Or. Mantan gelandang Chelsea dan Real Madrid itu, yang selama kariernya dikenal sebagai pekerja keras dan pemain yang sangat disiplin, merasa bahwa waktu dan pengalaman adalah faktor krusial dalam penentuan penghargaan sebergengsi ini.
Makelele berpendapat bahwa Lamine Yamal, meskipun sangat berbakat, masih perlu membuktikan banyak hal seiring berjalannya waktu. "Lamine masih perlu membuktikan banyak hal seiring berjalannya waktu. Dembele memulai lebih awal. Jika kita memberikannya kepada Lamine kecil itu sekarang… (tertawa)," ujarnya, dengan nada yang menunjukkan kehati-hatian terhadap ekspektasi yang terlalu tinggi pada pemain muda. Ia melanjutkan, "Dia perlu lebih banyak membuktikan diri. Biarkan saja, dia masih anak-anak, dia berbakat. Jangan tekan dia." Pernyataan Makelele mencerminkan kekhawatirannya akan tekanan berlebihan yang mungkin menimpa pemain semuda Yamal jika ia langsung dianugerahi penghargaan individu tertinggi terlalu cepat. Baginya, proses pendewasaan dan konsistensi jangka panjang adalah kunci.
Pandangan Makelele ini bukannya tanpa dasar. Sepanjang sejarah Ballon d’Or, meskipun ada beberapa pengecualian seperti Michael Owen atau Ronaldo Nazario yang meraihnya di usia muda, mayoritas pemenang adalah pemain yang telah mencapai puncak kematangan dan konsistensi selama beberapa musim. Penghargaan ini tidak hanya melihat satu musim gemilang, tetapi juga perjalanan, adaptasi, dan kemampuan untuk mempertahankan performa di level tertinggi. Dembele, dengan perjalanan kariernya yang penuh liku, dari cedera parah di Barcelona hingga akhirnya menemukan performa terbaiknya di PSG, menawarkan narasi kebangkitan dan ketekunan yang kuat. Dia telah melewati masa-masa sulit, belajar dari pengalaman, dan akhirnya mencapai potensi penuhnya.
Di sisi lain, argumentasi untuk Yamal adalah tentang dampak instan dan "faktor X" yang ia bawa ke lapangan. Ia adalah talenta yang mengubah jalannya pertandingan, seringkali dengan momen-momen brilian yang tidak dapat diprediksi. Kemampuannya untuk bermain di berbagai posisi menyerang, kecerdasan taktisnya, dan keberaniannya untuk menghadapi pemain bertahan terbaik dunia, semuanya di usia remaja, membuatnya menjadi kandidat yang menarik. Para pendukung Yamal mungkin berargumen bahwa Ballon d’Or adalah tentang siapa yang paling menonjol dan paling berpengaruh di musim tersebut, dan Yamal telah melakukan itu dengan gemilang, terlepas dari usianya.
Selain Dembele dan Yamal, persaingan Ballon d’Or 2025 tentu saja tidak hanya terbatas pada dua nama ini. Beberapa kandidat lain yang mungkin juga masuk dalam daftar pertimbangan adalah Erling Haaland dari Manchester City yang terus mencetak gol dengan konsisten, Kylian Mbappé yang selalu menjadi ancaman di setiap pertandingan besar, Jude Bellingham yang terus bersinar di lini tengah Real Madrid, Vinicius Jr. dengan dribel dan kecepatannya yang mematikan, atau bahkan Harry Kane yang mungkin telah memecahkan rekor gol baru di Bundesliga. Masing-masing pemain ini memiliki argumen kuat berdasarkan performa klub dan mungkin juga turnamen internasional yang berlangsung selama periode penilaian. Namun, narasi Dembele vs. Yamal memiliki daya tarik tersendiri karena kontras yang mencolok antara dua profil pemain tersebut.
Penghargaan Ballon d’Or, yang akan diselenggarakan pada 22 September, selalu menjadi momen yang sangat dinanti-nantikan oleh para penggemar sepak bola di seluruh dunia. Kriteria penilaian umumnya mencakup performa individu, kesuksesan tim, kelas pemain (bakat dan fair play), serta dampak keseluruhan pemain tersebut dalam satu tahun kalender. Mengingat Rodri, seorang gelandang bertahan, memenangkan edisi tahun lalu (Ballon d’Or 2024), hal ini menunjukkan bahwa penghargaan tersebut semakin membuka diri terhadap berbagai jenis pemain, tidak hanya penyerang atau pencetak gol terbanyak. Ini bisa menjadi poin penting bagi Yamal, yang meskipun mencetak gol, mungkin lebih dihargai karena kreativitas dan dampak keseluruhannya.
Pada akhirnya, keputusan siapa yang akan membawa pulang trofi emas ini akan menjadi bahan perdebatan sengit hingga detik-detik terakhir. Apakah panel juri akan memilih kematangan dan kesuksesan luar biasa Ousmane Dembele yang telah mencapai puncak performanya, atau mereka akan berani memberikan pengakuan kepada fenomena muda Lamine Yamal yang telah menunjukkan potensi tak terbatas dan dampak instan di usia yang belum genap 18 tahun? Pandangan Claude Makelele hanyalah salah satu suara di tengah hiruk pikuk opini, namun itu menyoroti dilema mendasar yang dihadapi para juri: apakah penghargaan ini untuk mengapresiasi puncak karier yang telah teruji, atau untuk merayakan lahirnya bintang baru yang akan mendominasi masa depan? Yang jelas, terlepas dari siapa pemenangnya, baik Dembele maupun Yamal telah memberikan tontonan sepak bola yang memukau dan layak mendapatkan pujian atas musim luar biasa mereka.
