
Jakarta – Teka-teki masa depan Chelsea di bawah asuhan manajer baru, Enzo Maresca, mulai terkuak, terutama terkait lini serang mereka yang super gemuk. Di tengah sorotan publik dan media yang mengkhawatirkan bagaimana Maresca akan mengelola belasan penyerang dalam skuadnya, mantan asisten Pep Guardiola itu justru menunjukkan ketenangan dan optimisme. Data dari Transfermarkt mencatat setidaknya ada 16 nama penyerang yang kini berada dalam daftar skuad The Blues, sebuah angka yang mencengangkan dan berpotensi menimbulkan dilema taktis maupun manajemen ruang ganti.
Situasi ini diperparah dengan kembalinya sejumlah penyerang dari masa peminjaman, seperti Joao Felix dan Raheem Sterling, yang menambah padatnya daftar pemain depan. Felix, yang didatangkan dengan biaya pinjaman yang cukup tinggi dari Atletico Madrid musim lalu, gagal menunjukkan performa yang konsisten dan kontribusi gol yang signifikan. Sementara itu, Raheem Sterling, meski berstatus pemain senior dan berpengalaman, performanya cenderung menurun drastis sejak kepindahannya dari Manchester City, seringkali menjadi sasaran kritik pedas dari para penggemar dan pengamat sepak bola. Kedua pemain ini memiliki gaji yang sangat tinggi, menjadi beban finansial tersendiri bagi klub jika tidak segera dilepas.
Selain itu, ada pula nama-nama yang sudah menjadi bagian dari skuad utama musim lalu, namun performanya belum maksimal atau terganggu cedera. Christopher Nkunku, yang didatangkan dengan ekspektasi tinggi dari RB Leipzig, sayangnya harus menghabiskan sebagian besar musim pertamanya di Stamford Bridge di ruang perawatan akibat cedera berkepanjangan. Armando Broja, produk akademi yang menjanjikan, juga mengalami serangkaian cedera dan periode pinjaman yang kurang sukses di Fulham. Begitu pula dengan David Datro Fofana yang juga baru kembali dari masa peminjaman. Noni Madueke menunjukkan kilasan potensi, namun konsistensinya masih dipertanyakan.
Tak ketinggalan, Mykhailo Mudryk, pembelian mahal dari Shakhtar Donetsk, yang performanya masih jauh dari harapan dan kini bahkan tersandung kasus dugaan doping, yang bisa berujung pada pemutusan kontrak jika terbukti bersalah. Kasus Mudryk ini menambah kompleksitas permasalahan di lini depan Chelsea, tidak hanya dari segi performa, tetapi juga citra klub dan implikasi hukum.
Melihat daftar panjang penyerang ini, banyak pihak berasumsi bahwa Chelsea akan melakukan "cuci gudang" besar-besaran di bursa transfer musim panas ini. Nama-nama seperti Felix, Sterling, Broja, Fofana, Madueke, dan bahkan Nkunku—jika ada tawaran yang menguntungkan—disebut-sebut masuk dalam daftar jual. Strategi ini dianggap krusial tidak hanya untuk mengurangi beban gaji dan menyeimbangkan neraca keuangan klub demi memenuhi aturan Financial Fair Play (FFP), tetapi juga untuk menciptakan ruang bagi Maresca untuk membentuk skuadnya sendiri. Namun, bahkan setelah potensi penjualan besar-besaran tersebut, sisa penyerang di skuad Maresca tetap akan tergolong banyak.
Pertanyaan besar pun mengemuka: apakah Maresca akan pusing dengan kondisi ini? Dengan tenang, Maresca memberikan pandangan yang mengejutkan, sekaligus memberikan gambaran filosofi kepelatihannya. "Saya lebih suka punya empat penyerang yang masing-masing bikin 10 gol, daripada satu pemain bikin 40 gol," jelas manajer Chelsea itu, sebagaimana dilansir dari Daily Mail. Pernyataan ini bukan sekadar retorika, melainkan cerminan dari pendekatan taktis yang ia yakini. Maresca, yang dikenal sebagai penganut sepak bola berbasis penguasaan bola dan permainan posisi ala Pep Guardiola, lebih mengutamakan distribusi gol dari berbagai sumber ketimbang bergantung pada satu mesin gol tunggal.
Filosofi ini sangat masuk akal mengingat tuntutan sepak bola modern yang semakin kompleks. Bergantung pada satu pemain untuk mencetak sebagian besar gol tim bisa menjadi pedang bermata dua. Jika pemain tersebut cedera, kehilangan performa, atau menghadapi tekanan mental, tim akan kesulitan mencari alternatif. Sebaliknya, jika gol disumbangkan oleh banyak pemain, tim menjadi lebih resilien dan sulit diprediksi lawan. Ini juga menciptakan kompetisi sehat di antara para penyerang, mendorong mereka untuk selalu memberikan yang terbaik demi mendapatkan tempat di tim inti.
Pengalaman Maresca bersama Leicester City, yang berhasil dibawanya promosi ke Premier League, menunjukkan bagaimana ia mampu memanfaatkan kedalaman skuad. Meskipun Leicester memiliki Jamie Vardy sebagai striker utama, Maresca juga berhasil memaksimalkan peran pemain lain dalam mencetak gol dan menciptakan peluang. Di Manchester City, tempat ia menjadi asisten Pep Guardiola, ia menyaksikan langsung bagaimana City membangun tim dengan banyak pemain yang bisa mencetak gol, bukan hanya Erling Haaland. Pendekatan ini memungkinkan fleksibilitas taktis dan rotasi pemain yang esensial dalam jadwal pertandingan yang padat.
Musim depan, Chelsea akan menghadapi jadwal yang lebih padat dibandingkan musim sebelumnya. Selain Premier League dan dua kompetisi domestik (Piala FA dan Piala Liga), The Blues juga akan berkompetisi di Liga Konferensi Eropa. Bermain di empat kompetisi sekaligus membutuhkan kedalaman skuad yang luar biasa. Maresca menyadari hal ini dan melihat banyaknya penyerang sebagai keuntungan, bukan masalah.
"Saya berharap lebih banyak gol karena kami punya banyak amunisi," tambah Maresca, menunjukkan optimismenya. Ia bahkan sudah menyebutkan beberapa nama yang berpotensi menjadi "pemain nomor 9" dalam skema permainannya, yaitu Nicolas Jackson, Joao Pedro, dan Liam Delap. Nicolas Jackson, yang menunjukkan potensi menjanjikan di musim debutnya meski terkadang inkonsisten, kemungkinan besar akan tetap menjadi pilihan utama. Sementara itu, Joao Pedro, yang pernah bekerja sama dengan Maresca di Leicester City, adalah striker serbaguna yang bisa bermain di berbagai posisi di lini depan. Liam Delap, produk akademi Manchester City, juga dikenal memiliki insting gol yang tajam dan fisik yang kuat.
Dengan memiliki banyak pilihan, Maresca akan memiliki keleluasaan untuk meramu tim. Ia bisa menerapkan berbagai formasi, mulai dari 4-3-3, 4-2-3-1, atau bahkan skema dengan dua striker, tergantung pada lawan dan kondisi pemain. Fleksibilitas ini akan menjadi kunci untuk mengatasi jadwal padat dan strategi lawan yang bervariasi. Misalnya, jika tim menghadapi lawan dengan pertahanan rapat, Maresca bisa menurunkan penyerang yang memiliki kemampuan dribbling dan kreativitas tinggi. Sebaliknya, jika diperlukan penyerang yang kuat dalam duel udara dan mampu menahan bola, ia punya opsi lain.
Namun, pendekatan ini juga bukan tanpa tantangan. Mengelola ego para pemain bintang yang mungkin tidak selalu mendapatkan waktu bermain reguler adalah tugas yang berat bagi seorang manajer. Menjaga harmoni di ruang ganti, terutama di lini serang yang kompetitif, akan menjadi ujian bagi kepemimpinan Maresca. Komunikasi yang efektif, rotasi yang adil, dan target yang jelas bagi setiap pemain akan menjadi kunci kesuksesan. Selain itu, proses penjualan pemain yang tidak masuk dalam rencana Maresca juga tidak akan mudah, mengingat gaji tinggi dan performa yang kurang meyakinkan beberapa di antaranya.
Terlepas dari potensi tantangan tersebut, Maresca tampaknya sudah memiliki rencana matang untuk Chelsea. Dengan filosofi "gol terdistribusi" dan keyakinan pada kedalaman skuad, ia berharap dapat membangun tim yang solid, dinamis, dan produktif. Musim depan akan menjadi babak baru bagi Chelsea, dengan Maresca di kursi pelatih dan lini serang yang melimpah ruah. Akankah strategi ini membawa The Blues kembali ke jalur kemenangan dan persaingan di papan atas? Hanya waktu yang akan menjawab, tetapi satu hal yang pasti, Enzo Maresca tidak akan pusing. Ia justru melihatnya sebagai anugerah.
