
Bocah penari Pacu Jalur, sebuah tradisi balap perahu kuno dari Kuantan Singingi, Riau, kini telah menjelma menjadi fenomena global yang mendunia. Gerakan energik dan ekspresif sang bocah di ujung perahu, yang secara lokal dikenal sebagai "Tukang Tari" atau "Anak Coki", telah menarik perhatian jutaan pasang mata di seluruh dunia, memicu tren viral di media sosial yang dijuluki "Aura Farming". Tidak hanya netizen biasa, tetapi juga selebriti dan klub olahraga raksasa dunia turut serta meniru gaya dan tren ini, membuktikan daya tarik universal dari kearifan lokal Indonesia.
Pacu Jalur sendiri bukanlah sekadar balap perahu biasa. Ini adalah sebuah warisan budaya tak benda yang telah berusia berabad-abad, berakar kuat dalam sejarah dan kehidupan masyarakat Kuantan Singingi. Setiap tahun, Sungai Batang Kuantan menjadi saksi bisu festival yang meriah ini, di mana puluhan perahu panjang nan gagah, yang disebut "jalur", diukir dari sebatang pohon utuh dan dihiasi dengan motif-motif tradisional yang kaya makna. Setiap jalur, yang panjangnya bisa mencapai 25 hingga 40 meter, diawaki oleh puluhan pendayung (biasanya 40 hingga 60 orang) yang mendayung serentak, menciptakan ritme yang kuat dan harmonis.
Di antara barisan pendayung yang berotot dan penuh semangat, ada satu sosok yang paling menonjol dan menjadi pusat perhatian: Anak Coki atau Tukang Tari. Berdiri tegak di bagian haluan perahu, seringkali dengan posisi yang tidak biasa dan menantang gravitasi, Anak Coki ini melakukan gerakan tari yang dinamis, energik, dan penuh ekspresi. Peran mereka jauh melampaui sekadar hiburan visual. Secara tradisional, Anak Coki dipercaya memiliki kemampuan untuk membangkitkan semangat para pendayung, memberikan "aura" positif, dan bahkan "memanggil" kecepatan serta keberuntungan bagi perahu mereka. Secara fisik, gerakan mereka juga berfungsi sebagai penyeimbang, memberikan gaya tekan ke bawah saat perahu melaju kencang, membantu menjaga stabilitas jalur agar tidak oleng atau terangkat dari permukaan air. Ini adalah perpaduan unik antara seni, spiritualitas, dan fisika dalam sebuah perlombaan tradisional.
Video-video yang menampilkan kelincahan dan ekspresi percaya diri bocah penari ini, dengan latar belakang balap perahu yang intens, mulai menyebar luas di platform media sosial, terutama TikTok. Keunikan gerakan, ditambah dengan ekspresi wajah yang lugu namun penuh karisma, menciptakan resonansi yang kuat di kalangan pengguna global. Konsep "Aura Farming" kemudian muncul, yang secara harfiah berarti "memanen aura" atau mengumpulkan energi positif melalui gerakan-gerakan khas tersebut. Bagi netizen di luar negeri, yang mungkin belum familiar dengan Pacu Jalur, aksi Anak Coki ini terasa sangat segar, orisinal, dan penuh semangat, seolah-olah anak tersebut sedang "menari" untuk mengundang keberuntungan dan kekuatan.
Kecepatan penyebaran tren ini semakin dipercepat oleh keterlibatan para selebriti dan institusi ternama dunia. Salah satu yang paling awal menarik perhatian adalah Sung Han-bin, anggota grup K-Pop populer Zerobaseone. Dalam video yang diunggahnya, Han-bin dengan apik meniru gaya bocah penari Pacu Jalur, menunjukkan fleksibilitas dan karismanya yang telah dikenal luas. Video tersebut sontak dibanjiri komentar dan dibagikan ulang oleh jutaan penggemar fanatiknya, membawa tren "Aura Farming" ke dalam komunitas K-Pop yang sangat berpengaruh dan memiliki jangkauan global yang masif. Pengakuan dari idola K-Pop sekelas Sung Han-bin tidak hanya meningkatkan popularitas tren ini tetapi juga memperkenalkan budaya Indonesia kepada audiens yang lebih muda dan lebih beragam di seluruh dunia.
Tidak berhenti sampai di situ, raksasa sepak bola Eropa pun tak mau ketinggalan. Klub Paris Saint-Germain FC (PSG), melalui akun TikTok resminya, turut meramaikan tren "Aura Farming". Dengan kreativitas yang tinggi, PSG membuat kompilasi video selebrasi gol para pemain bintangnya, seperti Kylian Mbappe dan Neymar Jr., yang kebetulan memiliki kemiripan gerakan dengan tarian Anak Coki. Video tersebut dipadukan dengan lagu latar yang menjadi ciri khas tren ini, menciptakan konten yang unik dan menghibur. Ini menunjukkan bagaimana klub-klub olahraga besar memanfaatkan tren viral untuk berinteraksi dengan penggemar mereka dan memperluas jangkauan merek mereka, sekaligus secara tidak langsung mempromosikan budaya Indonesia.
Tak mau kalah, rival di Liga Italia, AC Milan, juga ikut serta dalam demam "Aura Farming". Namun, alih-alih menggunakan pemainnya, AC Milan mengambil pendekatan yang lebih kocak dan menggemaskan. Maskot klub mereka yang ikonik, Milanello, tampil dengan bersemangat meniru joget bocah Pacu Jalur. Aksi Milanello yang lucu dan penuh energi ini langsung mencuri perhatian dan menjadi viral, menunjukkan bahwa tren ini memiliki daya tarik yang begitu kuat sehingga bahkan maskot klub pun bisa menjadi "penari aura" yang ulung. Video ini semakin mengukuhkan posisi "Aura Farming" sebagai fenomena yang melampaui batas bahasa dan budaya, menjadi bahasa universal kegembiraan dan ekspresi diri.
Viralnya bocah Pacu Jalur dan tren "Aura Farming" ini juga tak lepas dari peran lagu "Young Black & Rich" dari Melly Mike. Musik yang energik dan memiliki beat yang khas ini menjadi soundtrack wajib bagi setiap konten "Aura Farming", memberikan identitas audio yang kuat pada gerakan visualnya. Perpaduan antara visual yang menarik dan audio yang catchy adalah resep sempurna untuk viralitas di platform seperti TikTok. Lagu ini tidak hanya mengiringi gerakan, tetapi juga memperkuat pesan tentang kepercayaan diri, gaya, dan "aura" yang ingin disampaikan oleh tren ini.
Terbaru, tren "Aura Farming" bahkan telah merambah ke dunia olahraga Amerika Serikat dengan keterlibatan Travis Kelce, bintang NFL yang juga dikenal sebagai kekasih penyanyi global Taylor Swift. Kelce, dengan jutaan pengikut di media sosial, mengunggah kompilasi gaya selebrasi ikoniknya saat pertandingan American Football, yang disandingkan dengan gerakan bocah Pacu Jalur dan diiringi lagu Melly Mike. Video ini secara eksplisit menyebutkan tagar #indonesia, #boatkid, dan #aurafarming, menunjukkan kesadaran dan apresiasinya terhadap asal-usul tren tersebut. Keterlibatan figur sekaliber Travis Kelce, yang memiliki jangkauan audiens yang sangat luas, terutama di Amerika Utara, semakin memperkuat status "Aura Farming" sebagai fenomena budaya pop global yang tidak bisa diabaikan.
Fenomena "Aura Farming" ini menjadi bukti nyata kekuatan media sosial dalam menyebarkan dan mempopulerkan budaya lokal ke kancah global dalam waktu singkat. Dari sebuah tradisi yang mungkin hanya dikenal oleh segelintir orang di Riau, kini gerakan Anak Coki telah menjadi inspirasi bagi jutaan orang di seluruh dunia, melintasi batas geografis, bahasa, dan latar belakang budaya. Ini adalah bentuk diplomasi budaya yang paling organik dan efektif, di mana keunikan dan keaslian sebuah tradisi mampu menarik perhatian global tanpa perlu promosi besar-besaran.
Lebih dari sekadar tren sesaat, "Aura Farming" mengajarkan kita tentang universalitas kegembiraan, kepercayaan diri, dan ekspresi diri yang otentik. Gerakan bocah yang polos namun penuh daya tarik ini berhasil menyentuh sisi emosional banyak orang, menginspirasi mereka untuk "memanen aura" positif dalam kehidupan mereka sendiri. Ini adalah pengingat bahwa keindahan dan kekuatan seringkali ditemukan dalam hal-hal yang paling sederhana dan paling murni, seperti tarian seorang anak di atas perahu tradisional.
Apakah "Aura Farming" akan bertahan sebagai ikon budaya pop atau hanya menjadi tren musiman, masih terlalu dini untuk dipastikan. Namun, satu hal yang pasti, tren ini telah berhasil menempatkan Pacu Jalur dan kekayaan budaya Indonesia di peta dunia, mengundang rasa ingin tahu dan apresiasi dari audiens global. Ini adalah sebuah kemenangan kecil namun signifikan bagi warisan budaya Indonesia, yang kini telah "memanen aura" kebanggaan di panggung dunia.