
Perubahan format Piala Dunia Antarklub menjadi pemicu utama narasi baru ini. Sejak lama, FIFA telah merencanakan untuk merombak total turnamen ini, dari yang sebelumnya diadakan setiap tahun dengan jumlah peserta terbatas, kini menjadi ajang empat tahunan yang diikuti oleh 32 tim dari seluruh konfederasi di dunia. Transformasi ini dirancang untuk meningkatkan skala, gengsi, dan daya tarik komersial turnamen, menjadikannya kompetisi yang lebih inklusif dan merepresentasikan sepak bola global secara lebih luas. Edisi 2025, yang baru saja berakhir, menjadi implementasi pertama dari format revolusioner ini, dengan Amerika Serikat dipercaya sebagai tuan rumah.
Chelsea, di bawah arahan pelatih Enzo Maresca, menunjukkan performa yang luar biasa sepanjang turnamen. Dengan skuad yang diperkuat oleh talenta muda seperti Cole Palmer dan kombinasi pemain berpengalaman, The Blues berhasil melaju hingga babak final. Di partai puncak yang sangat dinanti, mereka menghadapi raksasa Prancis, Paris Saint-Germain (PSG), dalam pertandingan yang mendebarkan. Chelsea tampil dominan, menunjukkan efisiensi dalam serangan dan ketangguhan di lini pertahanan. Gol-gol yang dicetak Cole Palmer dan rekan-rekannya memastikan kemenangan telak 3-0 atas PSG, mengamankan gelar juara dunia antarklub pertama bagi mereka di bawah format baru ini. Kemenangan ini juga menjadi penanda penting kebangkitan Chelsea di panggung internasional setelah beberapa musim yang bergejolak, membuktikan bahwa proyek jangka panjang mereka mulai membuahkan hasil.
Tak lama setelah peluit akhir berbunyi dan selebrasi dimulai, FIFA melalui akun media sosial resminya mengunggah foto tim Chelsea yang tengah merayakan kemenangan, disertai keterangan yang mencolok: "Juara Perdana Club World Cup." Unggahan ini seketika menjadi viral, menimbulkan gelombang pertanyaan dan kebingungan. Bagaimana bisa Chelsea menjadi "juara perdana" jika mereka sendiri sebelumnya sudah pernah memenangkan Piala Dunia Antarklub pada tahun 2021? Dan bagaimana dengan tim-tim raksasa lainnya seperti Real Madrid, Barcelona, Manchester United, Liverpool, AC Milan, Inter Milan, serta klub-klub non-Eropa seperti Corinthians dan Bayern Munich, yang semuanya telah mengangkat trofi juara dunia antarklub dalam berbagai format dan era?
Secara historis, gelar "juara dunia antarklub" memiliki perjalanan yang panjang dan kompleks. Sebelum FIFA secara resmi mengambil alih dan menyatukan kompetisi, turnamen yang diakui sebagai penentu klub terbaik dunia adalah Piala Interkontinental, atau yang lebih dikenal sebagai Toyota Cup, yang mempertemukan juara Liga Champions Eropa dan Copa Libertadores Amerika Selatan. Turnamen ini berlangsung dari tahun 1960 hingga 2004. Kemudian, FIFA memperkenalkan Piala Dunia Antarklub FIFA pertamanya pada tahun 2000, yang mencoba memperluas partisipasi dengan mengundang juara dari semua konfederasi. Namun, turnamen ini tidak langsung berjalan mulus dan sempat absen beberapa tahun sebelum kembali secara reguler pada tahun 2005. Sejak saat itu hingga edisi terakhir tahun 2024 (yang dimenangkan Manchester City), formatnya relatif stabil, yakni turnamen tahunan dengan tujuh tim peserta.
Dalam konteks sejarah ini, Real Madrid adalah pemegang rekor dengan lima gelar Piala Dunia Antarklub FIFA (format 2005-2024), ditambah tiga Piala Interkontinental, menjadikannya klub dengan delapan gelar "dunia" yang diakui secara luas. Barcelona menyusul dengan tiga gelar Piala Dunia Antarklub. Corinthians dan Bayern Munich masing-masing mengoleksi dua gelar, sementara Manchester United, Liverpool, Manchester City, AC Milan, dan Inter Milan masing-masing memiliki satu gelar di format lama. Chelsea sendiri, sebelum kemenangan 2025, telah memenangkan Piala Dunia Antarklub FIFA pada tahun 2021, mengalahkan Palmeiras di final.
Penegasan FIFA bahwa Chelsea adalah "juara perdana" Piala Dunia Antarklub mengindikasikan adanya upaya radikal untuk melakukan rekalibrasi sejarah. Melansir laporan dari Daily Mail, FIFA kini tampaknya berupaya untuk benar-benar membedakan era baru Piala Dunia Antarklub yang dimulai pada 2025 dari semua edisi sebelumnya, termasuk Piala Interkontinental dan Piala Dunia Antarklub FIFA versi 2000-2024. Ini berarti, secara implisit, gelar-gelar yang diraih sebelum 2025 tidak lagi dianggap sebagai "juara dunia" dalam definisi baru FIFA, atau setidaknya, tidak dalam kapasitas yang sama dengan pemenang format 32 tim.
Motivasi di balik langkah drastis FIFA ini kemungkinan besar multidimensional. Pertama, ini adalah upaya untuk memberikan bobot dan prestise yang luar biasa pada format baru. Dengan menyatakan pemenang 2025 sebagai "juara perdana," FIFA menciptakan narasi tentang "awal yang baru" dan mengundang perhatian global yang masif, seolah-olah turnamen ini adalah kompetisi yang benar-benar baru dan terpisah dari pendahulunya. Kedua, ada elemen komersial yang kuat. Dengan skala yang lebih besar, jumlah pertandingan yang lebih banyak, dan durasi yang lebih panjang, turnamen ini menjanjikan pendapatan hak siar dan sponsor yang jauh lebih besar. Menciptakan "juara perdana" dari format baru dapat membantu memasarkan turnamen ini sebagai produk premium yang unik. Ketiga, mungkin ada keinginan untuk menyederhanakan sejarah yang rumit. Dengan berbagai format dan nama yang berbeda sepanjang sejarah, FIFA mungkin ingin menciptakan garis pemisah yang jelas untuk mempermudah narasi dan branding global.
Tentu saja, keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai bagaimana klub-klub pemilik gelar sebelumnya akan memperlakukan rekor mereka. Akankah Real Madrid kini hanya menghitung "nol" gelar Piala Dunia Antarklub versi baru, meskipun mereka telah menjadi raja di format lama? Bagaimana dengan Corinthians yang bangga dengan dua gelar dunia mereka, yang kini mungkin dianggap "kurang" dibandingkan gelar Chelsea? Bagi banyak penggemar dan klub, gelar-gelar yang telah mereka raih adalah bagian tak terpisahkan dari identitas dan sejarah kebesaran mereka. Potensi devaluasi ini bisa menimbulkan friksi dan ketidakpuasan, memaksa mereka untuk menghadapi narasi ulang sejarah yang dipaksakan oleh badan sepak bola tertinggi dunia.
Sebagai simbol dari era baru ini, Chelsea juga akan mendapat kehormatan mengenakan emblem khusus sebagai juara dunia. Emblem juara dunia yang baru ini, yang secara visual berbeda dari emblem yang dikenakan oleh juara-juara sebelumnya, akan dipajang dengan bangga di jersey mereka selama empat tahun ke depan, hingga edisi berikutnya pada tahun 2029. Emblem ini tidak hanya berfungsi sebagai pengingat akan kemenangan mereka, tetapi juga sebagai penanda visual yang kuat dari perubahan format dan status turnamen. Ini adalah pengakuan nyata atas posisi unik Chelsea sebagai pelopor di era baru Piala Dunia Antarklub.
Ke depan, Piala Dunia Antarklub akan kembali digelar pada tahun 2029. Pertanyaan besar yang kini menggantung adalah: siapa yang akan menjadi pemenang kedua versi terbaru FIFA ini? Akankah narasi "juara perdana" tetap bertahan, atau akankah seiring berjalannya waktu, gelar-gelar lama akan kembali mendapatkan pengakuan yang setara, meskipun dalam konteks sejarah yang berbeda? Hanya waktu yang akan menjawab bagaimana rekalibrasi sejarah ini akan diterima oleh komunitas sepak bola global dalam jangka panjang. Yang jelas, kemenangan Chelsea di Piala Dunia Antarklub FIFA 2025 bukan hanya tentang sebuah trofi, tetapi juga tentang pembentukan ulang narasi kejuaraan dunia antarklub yang telah lama berakar, menandai era baru yang ambisius dan penuh kontroversi dalam kalender sepak bola global.
