Hotman Paris Komentari Tom Lembong, Pengacara Sentil Urus Klien Sendiri: Pertarungan Sengit di Balik Kasus Impor Gula.

Hotman Paris Komentari Tom Lembong, Pengacara Sentil Urus Klien Sendiri: Pertarungan Sengit di Balik Kasus Impor Gula.

Hotman Paris Komentari Tom Lembong, Pengacara Sentil Urus Klien Sendiri: Pertarungan Sengit di Balik Kasus Impor Gula.

Pertarungan sengit di ranah hukum semakin memanas menjelang putusan vonis Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula. Di tengah desakan publik akan keadilan, sebuah intervensi mengejutkan datang dari pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, yang secara terbuka menyatakan bahwa Tom Lembong seharusnya divonis bebas. Pernyataan ini sontak memicu reaksi keras dari Ari Yusuf Amir, kuasa hukum Tom Lembong, yang menyentil Hotman untuk lebih fokus mengurus kliennya sendiri dan mendalami etika profesi hukum. Insiden ini tidak hanya menyoroti kompleksitas kasus yang tengah berjalan, tetapi juga membuka tabir dinamika antar pengacara papan atas di Indonesia, di mana batas antara strategi hukum dan komentar publik menjadi kabur.

Pernyataan Hotman Paris, yang disampaikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Selasa, 15 Juli 2025, mengacu pada pendapat hukum Jaksa Agung HM Prasetyo dan Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun) pada tahun 2017. Menurut Hotman, pada saat itu, Kementerian Perdagangan telah meminta pendapat hukum mengenai legalitas kegiatan impor gula tertentu yang disebut "1 A, B, C, D" – suatu skema yang, kata Hotman, "hampir sama dengan apa yang dituduhkan dalam surat dakwaan" terhadap Tom Lembong. Respons dari institusi kejaksaan kala itu, klaim Hotman, adalah bahwa kegiatan tersebut "boleh" dilakukan. "Ya, kalau dari segi pendapat hukum Jaksa Agung itu, Jaksa Agung zaman dulu ya, tahun 2017. Kan Menteri Perdagangan meminta pendapat hukum dari Jaksa Agung, maupun dari Jaksa Agung Muda Bidatun, apakah bisa dilakukan 1 A, B, C, D yang adalah hampir sama dengan apa yang dituduhkan dalam surat dakwaan. Dan ternyata Jaksa Agung saat itu, tahun 2017, maupun Jaksa Agung Muda Bidatun, mengatakan boleh. Ya berarti secara hukum harusnya bebas dong harusnya," tegas Hotman Paris dengan nada yakin, mengisyaratkan bahwa dasar hukum yang sama seharusnya berlaku untuk Tom Lembong, terlepas dari konteks pidana yang dituduhkan saat ini.

Pernyataan Hotman ini tentu saja memiliki bobot tertentu, mengingat reputasinya sebagai salah satu pengacara paling berpengaruh dan seringkali blak-blakan di Indonesia. Namun, intervensinya dalam kasus yang bukan merupakan tanggung jawab langsungnya memicu respons tajam dari Ari Yusuf Amir. Pada Rabu, 16 Juli 2025, Ari Yusuf Amir, ketika dimintai tanggapan, tidak menutupi kekesalannya. "Sebaiknya Hotman baca berkas secara utuh, jangan baru baca separuh sudah kasih komentar. Dia fokus dengan klien dia saja, tidak usah urus klien orang lain. Makanya sebagai seorang lawyer harus belajar etika profesi," kata Ari dengan nada menohok. Sentilan "baca berkas secara utuh" menyiratkan bahwa Hotman mungkin hanya melihat sebagian informasi atau mengutip konteks yang tidak lengkap, yang bisa menyesatkan opini publik dan bahkan mempengaruhi jalannya persidangan. Lebih jauh, permintaan untuk "fokus dengan klien dia saja" adalah pengingat keras tentang batas-batas profesionalisme dalam dunia hukum.

Ari Yusuf Amir juga menyoroti potensi konflik kepentingan atau motif tersembunyi di balik komentar Hotman. Hotman Paris sendiri diketahui merupakan pengacara Direktur Utama PT Angels Products, Tony Wijaya, yang juga menjadi salah satu terdakwa dalam kasus dugaan korupsi impor gula. Penting untuk dicatat bahwa Tony Wijaya didakwa dalam berkas terpisah dari Tom Lembong. "Itu hanya menguntungkan dirinya sendiri, tidak ada hubungannya dengan kasus kita," ujar Ari, menuduh bahwa pernyataan Hotman bukan murni didasari pada kepedulian terhadap keadilan bagi Tom Lembong, melainkan sebagai strategi untuk menguntungkan kliennya sendiri. Dalam skenario ini, jika Tom Lembong bisa dibebaskan atas dasar pendapat hukum tahun 2017, maka argumen serupa mungkin juga bisa digunakan untuk membela Tony Wijaya, yang menghadapi dakwaan dalam kasus yang sama. Ini menunjukkan betapa kompleksnya jaring-jaring kepentingan dalam kasus korupsi besar yang melibatkan banyak pihak.

Kasus dugaan korupsi impor gula ini sendiri telah menjadi sorotan publik sejak awal. Tom Lembong, yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada periode 2015-2016, didakwa telah memperkaya diri dan orang lain, menyebabkan kerugian negara yang fantastis, mencapai Rp 515 miliar. Angka kerugian ini menunjukkan skala kejahatan yang dituduhkan dan betapa seriusnya kasus ini bagi penegakan hukum di Indonesia. Dalam proses persidangan yang panjang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menuntut Tom Lembong dengan hukuman pidana penjara selama 7 tahun. Namun, Tom Lembong, seperti kebanyakan terdakwa, terus membantah keterlibatannya dalam praktik korupsi tersebut dan dengan tegas meminta untuk dibebaskan dari segala tuduhan. Pembelaannya berpusat pada klaim bahwa kebijakan yang diambilnya sebagai menteri adalah dalam koridor hukum dan untuk kepentingan nasional, bukan untuk memperkaya diri atau pihak lain.

Pernyataan Hotman Paris mengenai pendapat hukum Jaksa Agung tahun 2017 memang menarik untuk dibedah lebih dalam. Pendapat hukum dari seorang Jaksa Agung, apalagi yang terkait dengan legalitas suatu kegiatan ekonomi, memang bisa menjadi referensi penting. Namun, pertanyaan krusialnya adalah apakah pendapat hukum tersebut bersifat mengikat dalam konteks pidana, atau hanya bersifat nasihat administratif. Dalam sistem hukum pidana, suatu perbuatan harus secara jelas dilarang oleh undang-undang. Jika Jaksa Agung dan Jamdatun pada tahun 2017 menyatakan bahwa suatu praktik impor gula "boleh" dilakukan, maka hal ini bisa menjadi argumen kuat bagi pembelaan bahwa tidak ada unsur melawan hukum yang dapat dipidanakan. Namun, jaksa penuntut umum kemungkinan besar akan berargumen bahwa konteks pidana yang dituduhkan kepada Tom Lembong tidak hanya berpusat pada "boleh atau tidak bolehnya" suatu kegiatan, tetapi lebih kepada adanya unsur kesengajaan untuk memperkaya diri atau orang lain melalui penyalahgunaan wewenang, yang kemudian menimbulkan kerugian negara. Perbedaan interpretasi inilah yang menjadi inti perdebatan hukum dan akan menjadi tugas berat bagi majelis hakim untuk menafsirkannya.

Dinamika antar pengacara kelas kakap seperti Hotman Paris dan Ari Yusuf Amir juga mencerminkan lanskap hukum Indonesia yang seringkali dramatis. Di satu sisi, Hotman dikenal dengan gaya flamboyannya dan seringkali menggunakan media sebagai platform untuk menyampaikan argumen atau pandangannya. Ini bisa menjadi strategi untuk membangun opini publik atau bahkan memberikan tekanan psikologis kepada pihak lawan. Di sisi lain, Ari Yusuf Amir menunjukkan sikap yang lebih konvensional, menekankan pentingnya etika profesi dan fokus pada substansi hukum di dalam ruang sidang. Perdebatan publik semacam ini, meskipun menarik bagi khalayak, bisa menjadi pedang bermata dua. Ia bisa meningkatkan transparansi dan kesadaran publik terhadap kasus, tetapi juga berpotensi mengaburkan fakta hukum dengan sensasi dan opini pribadi.

Aspek etika profesi yang disinggung Ari Yusuf Amir bukanlah hal sepele dalam dunia hukum. Kode Etik Advokat Indonesia mengatur perilaku dan tanggung jawab seorang pengacara. Salah satu prinsip dasarnya adalah menjaga kehormatan dan martabat profesi, serta tidak mencampuri urusan klien advokat lain tanpa persetujuan. Ketika seorang pengacara sekelas Hotman Paris berkomentar tentang kasus yang bukan kliennya, apalagi dengan nada yang bisa diinterpretasikan sebagai intervensi atau bahkan upaya mempengaruhi putusan, hal ini bisa menimbulkan pertanyaan serius tentang kepatuhan terhadap kode etik. Meskipun seorang pengacara memiliki kebebasan berpendapat, batas-batas profesionalisme harus tetap dijaga, terutama dalam kasus-kasus yang sensitif dan sedang berjalan.

Sidang vonis Tom Lembong dijadwalkan akan digelar pada Jumat, 18 Juli 2025. Tanggal ini menjadi penentu nasib mantan Menteri Perdagangan tersebut. Apakah majelis hakim akan sependapat dengan tuntutan jaksa, ataukah akan mempertimbangkan argumen pembelaan, termasuk potensi relevansi pendapat hukum Jaksa Agung tahun 2017 yang diangkat Hotman Paris? Keputusan ini tidak hanya akan menentukan kebebasan atau hukuman bagi Tom Lembong, tetapi juga akan mengirimkan sinyal penting tentang bagaimana sistem peradilan di Indonesia menangani kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik dan bagaimana intervensi eksternal, baik dari sesama pengacara maupun opini publik, dapat memengaruhi persepsi terhadap keadilan. Ketegangan antara para pengacara terkemuka ini hanya menambah lapisan dramatis pada sebuah kasus hukum yang sudah sarat akan intrik dan kepentingan. Publik tentu menantikan bagaimana akhir dari drama hukum ini akan terkuak.

Hotman Paris Komentari Tom Lembong, Pengacara Sentil Urus Klien Sendiri: Pertarungan Sengit di Balik Kasus Impor Gula.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *