Indonesia Genjot Infrastruktur 5G: Komdigi Siapkan Empat Pita Frekuensi Vital untuk Percepatan di Tahun 2025

Indonesia Genjot Infrastruktur 5G: Komdigi Siapkan Empat Pita Frekuensi Vital untuk Percepatan di Tahun 2025

Meskipun teknologi jaringan seluler generasi kelima atau 5G telah dikomersialisasikan di Indonesia sejak pertengahan tahun 2021, perkembangannya terasa masih berjalan di tempat, jauh dari ekspektasi awal yang membara. Merespons kondisi ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dengan tegas menyatakan komitmennya untuk melakukan percepatan signifikan dalam pembangunan infrastruktur jaringan 5G di seluruh pelosok Tanah Air. Upaya ini merupakan salah satu mandat utama dari Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) yang baru, Meutya Hafid, yang menginstruksikan seluruh jajaran Komdigi untuk bergerak cepat, terkoordinasi, dan serempak dalam merealisasikan agenda transformasi digital nasional.

Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Kementerian Komdigi, Wayan Toni Supriyanto, menegaskan bahwa fokus utama percepatan infrastruktur ini adalah pada pengoptimalan dan perluasan sinyal 5G. Dalam keterangannya kepada awak media di Jakarta, Jumat (4/7/2025), Wayan menyoroti pentingnya alokasi spektrum frekuensi yang memadai. "Kita karena punya sumber daya frekuensi, ya frekuensi 5G-nya akan kita juga rilis, tapi kita lihat dulu bagaimana perencanaannya," ujar Wayan, mengisyaratkan langkah strategis yang akan diambil pemerintah.

Kondisi 5G di Indonesia saat ini memang masih jauh dari ideal. Untuk dapat merasakan pengalaman koneksi internet 5G yang optimal dengan kecepatan tinggi dan latensi rendah, dibutuhkan alokasi lebar pita spektrum minimal 100 MHz yang didedikasikan. Namun, kenyataannya, sebagian besar operator seluler di Indonesia masih membagikan sumber daya frekuensi yang mereka gunakan untuk layanan 4G dan 5G secara bersamaan atau dikenal dengan metode Dynamic Spectrum Sharing (DSS). Akibatnya, layanan 5G yang tersedia saat ini belum mampu mencapai potensi maksimalnya, baik dari segi kecepatan maupun stabilitas koneksi. Kualitas layanan yang belum optimal ini berdampak langsung pada adopsi pengguna yang cenderung lambat, serta menghambat pengembangan kasus penggunaan (use case) 5G yang inovatif di berbagai sektor.

Data Komdigi yang dirilis beberapa waktu lalu menunjukkan fakta yang cukup mencengangkan: cakupan sinyal 5G di Indonesia baru mencapai angka 4,44% sejak pertama kali diperkenalkan ke publik empat tahun lalu. Angka ini secara jelas menunjukkan bahwa penetrasi 5G masih sangat minim, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara maupun secara global. Kesenjangan ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi Komdigi yang kini memfokuskan upaya untuk meningkatkan cakupan jaringan 5G secara signifikan, tidak hanya di kota-kota besar tetapi juga merambah ke wilayah-wilayah yang lebih terpencil untuk mendukung pemerataan akses digital.

Untuk mengatasi hambatan frekuensi dan mendorong percepatan 5G, Komdigi telah mempersiapkan empat pita frekuensi kunci yang akan diseleksi pada tahun 2025. Pita-pita frekuensi tersebut adalah di band 700 MHz, 1,4 GHz, 2,6 GHz, dan 26 GHz. Masing-masing pita frekuensi ini memiliki karakteristik unik dan peran strategis yang berbeda dalam ekosistem 5G.

Pita frekuensi 700 MHz, misalnya, dikenal sebagai "digital dividen" yang merupakan hasil dari penerapan penghentian siaran TV analog dan pengalihan ke TV digital atau dikenal dengan Analog Switch Off (ASO). Dari total lebar pita 112 MHz yang tersedia, Komdigi telah mengalokasikan 2 x 45 MHz atau total 90 MHz untuk layanan telekomunikasi. Frekuensi rendah seperti 700 MHz memiliki karakteristik propagasi yang sangat baik, memungkinkan sinyal menembus dinding dan menjangkau area yang lebih luas dengan lebih sedikit menara BTS. Ini sangat ideal untuk peningkatan penetrasi layanan seluler, terutama di area pedesaan atau daerah dengan kepadatan penduduk rendah, meskipun dalam konteks 5G, pita ini lebih sering digunakan untuk cakupan dasar (coverage layer) atau mendukung layanan 4G yang diperluas.

Selanjutnya, Komdigi juga menyiapkan frekuensi 1,4 GHz dengan lebar pita 80 MHz. Frekuensi ini dialokasikan untuk keperluan Broadband Wireless Access (BWA) atau layanan internet cepat tetap nirkabel. Pita 1,4 GHz dapat menjadi solusi efektif untuk menyediakan akses internet berkecepatan tinggi bagi rumah tangga atau bisnis di lokasi yang sulit dijangkau oleh infrastruktur serat optik konvensional. Potensinya dalam mendukung konektivitas Last-Mile sangat besar, membantu menjembatani kesenjangan digital di berbagai wilayah.

Kemudian, ada frekuensi 26 GHz pada rentang 24,25 – 25,85 GHz yang nanti ditujukan untuk keperluan penyelenggara jaringan bergerak seluler. Pita 26 GHz ini masuk dalam kategori frekuensi milimeter-wave (mmWave), yang menawarkan lebar pita sangat besar dan kapasitas data yang luar biasa tinggi. Namun, karakteristik propagasinya yang buruk (sinyal tidak dapat menembus objek padat dan jangkauannya sangat pendek) membuatnya lebih cocok untuk penerapan di area padat seperti pusat kota, stadion, kawasan industri, atau untuk aplikasi yang membutuhkan kapasitas masif seperti augmented reality/virtual reality (AR/VR) dan Industrial IoT. Penerapan 26 GHz akan memungkinkan kecepatan puncak multi-gigabit per detik, membuka peluang baru untuk inovasi digital.

Yang terbaru dan tak kalah penting, Komdigi juga berencana menyeleksi spektrum 2,6 GHz dengan lebar pita 190 MHz di rentang 2500-2690 MHz dengan moda TDD (Time Division Duplex) untuk penyelenggara jaringan bergerak seluler di tahun ini. Pita 2,6 GHz merupakan pita frekuensi mid-band yang sangat krusial untuk 5G. Frekuensi mid-band menawarkan keseimbangan ideal antara cakupan dan kapasitas, menjadikannya pilihan utama untuk penyediaan layanan 5G di perkotaan dan area padat penduduk. Dengan lebar pita 190 MHz, operator akan memiliki ruang yang cukup untuk menyediakan layanan 5G dengan kecepatan dan kapasitas yang jauh lebih baik dibandingkan kondisi saat ini. Wayan Toni Supriyanto secara spesifik menekankan perbedaan peruntukan, "Kalau 700 MHz kan masih peningkatan penetrasi untuk seluler juga, tapi bukan, ya dari sisi teknis dia belum, mungkin di 4G lah. Tapi kita di 2,6 GHz untuk 5G," pungkasnya, menegaskan bahwa 2,6 GHz adalah fokus utama untuk 5G murni.

Percepatan pembangunan infrastruktur 5G ini tidak hanya terbatas pada alokasi frekuensi. Komdigi juga menghadapi tantangan besar dalam memastikan ketersediaan infrastruktur pendukung lainnya, seperti menara telekomunikasi yang memadai, jaringan serat optik sebagai backhaul, dan data center. Pengembangan 5G membutuhkan densifikasi jaringan yang jauh lebih tinggi dibandingkan 4G, artinya lebih banyak menara kecil (small cells) dan titik akses yang harus dibangun, terutama untuk memanfaatkan pita mmWave. Hal ini memerlukan koordinasi lintas sektor, mulai dari pemerintah daerah dalam hal perizinan, hingga kolaborasi dengan operator telekomunikasi dalam investasi.

Selain tantangan teknis dan infrastruktur, aspek regulasi juga memegang peranan krusial. Proses seleksi frekuensi harus transparan, adil, dan menarik minat investasi dari operator. Kebijakan yang mendukung kemudahan perizinan, pengurangan biaya operasional, dan insentif fiskal dapat mempercepat laju investasi 5G. Lebih lanjut, edukasi publik mengenai manfaat dan potensi 5G juga penting untuk mendorong adopsi perangkat dan layanan.

Visi Komdigi untuk 5G di Indonesia bukan hanya sekadar konektivitas cepat, melainkan sebagai tulang punggung transformasi digital yang lebih luas. 5G diharapkan menjadi katalisator bagi perkembangan berbagai sektor, mulai dari Industri 4.0 dengan otomatisasi pabrik dan robotika, kota pintar (smart cities) dengan manajemen lalu lintas dan energi yang efisien, sektor kesehatan dengan telemedicine dan operasi jarak jauh, hingga pendidikan dengan pembelajaran interaktif berbasis realitas virtual/augmented. Potensi ekonomi yang ditawarkan oleh 5G sangat besar, diproyeksikan dapat menciptakan lapangan kerja baru, mendorong inovasi, dan meningkatkan daya saing bangsa di kancah global.

Dengan langkah-langkah strategis dalam alokasi frekuensi dan komitmen kuat dari pimpinan Komdigi, diharapkan Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dalam pengembangan 5G. Perjalanan menuju cakupan 5G yang merata dan optimal memang masih panjang dan penuh tantangan. Namun, dengan sinergi antara pemerintah, operator telekomunikasi, penyedia teknologi, dan masyarakat, cita-cita Indonesia sebagai negara maju yang didukung oleh infrastruktur digital kelas dunia, selaras dengan visi Indonesia Emas 2045, bukan lagi sekadar impian. Percepatan 5G adalah investasi krusial bagi masa depan digital bangsa.

Indonesia Genjot Infrastruktur 5G: Komdigi Siapkan Empat Pita Frekuensi Vital untuk Percepatan di Tahun 2025

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *