Kasus Korupsi Chromebook: Menyingkap Harta dan Jejak Para Tersangka di Kemendikbudristek

Kasus Korupsi Chromebook: Menyingkap Harta dan Jejak Para Tersangka di Kemendikbudristek

Kejaksaan Agung, lembaga penegak hukum yang berwenang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, secara resmi mengumumkan penetapan empat individu sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi megaproyek pengadaan laptop Chromebook dan perangkat pendukungnya di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Skandal yang melibatkan dana triliunan rupiah ini mencuat ke permukaan, menarik perhatian publik tidak hanya pada besarnya kerugian negara yang ditimbulkan, tetapi juga pada profil dan gaya hidup para pejabat serta pihak terkait yang kini terjerat dalam pusaran hukum. Sorotan tajam kini diarahkan pada aset kekayaan mereka, khususnya koleksi kendaraan yang terparkir di garasi masing-masing, sebagaimana tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Pada Selasa, 15 Juli 2025, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI, Abdul Qohar, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, secara tegas menyatakan bahwa pihaknya telah mengantongi alat bukti yang cukup untuk menaikkan status empat orang dari saksi menjadi tersangka. "Berdasarkan alat bukti yang cukup maka pada malam hari ini menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," ujar Abdul Qohar, menandai babak baru dalam upaya penegakan hukum terhadap kasus korupsi yang disinyalir telah merugikan keuangan negara secara signifikan.

Keempat tersangka yang telah ditetapkan oleh Kejaksaan Agung memiliki peran strategis dalam proyek pengadaan tersebut, baik sebagai pejabat internal Kemendikbudristek maupun sebagai pihak eksternal yang terlibat dalam konsultan. Mereka adalah:

Baca Juga:

  1. Sri Wahyuningsih (SW): Mantan Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) pada tahun 2020-2021. Posisinya yang vital menempatkannya sebagai salah satu figur kunci dalam pengambilan keputusan terkait program digitalisasi pendidikan.
  2. Mulyatsyah (MUL): Mantan Direktur SMP Kemendikbudristek pada tahun 2020. Sama seperti SW, perannya sebagai direktur di tingkat pendidikan dasar menengah memberinya wewenang besar dalam pelaksanaan program pengadaan.
  3. Jurist Tan (JT/JS): Staf Khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Bidang Pemerintahan pada era Menteri Nadiem Makarim. Keberadaannya sebagai staf khusus mengindikasikan kedekatan dengan pucuk pimpinan dan kemungkinan keterlibatan dalam perumusan kebijakan strategis terkait program ini.
  4. Ibrahim Arief (IBAM): Seorang Konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek. Peran konsultan seringkali menjadi celah dalam proyek pengadaan, di mana keahlian dan rekomendasi mereka dapat dimanfaatkan untuk memuluskan praktik korupsi.

Kasus dugaan korupsi ini berpusat pada program digitalisasi pendidikan yang bergulir dari tahun 2019 hingga 2022. Program ini sejatinya bertujuan mulia untuk memperkecil kesenjangan digital di dunia pendidikan Indonesia, memberikan akses teknologi yang lebih merata kepada siswa dan guru, serta meningkatkan kualitas pembelajaran melalui perangkat digital seperti laptop Chromebook. Namun, alih-alih memberikan manfaat optimal, program ini justru diduga menjadi ladang korupsi yang menyebabkan kerugian negara yang tidak main-main, mencapai angka Rp 1,9 triliun. Angka ini setara dengan dana yang seharusnya bisa membangun ribuan sekolah baru, menyediakan beasiswa bagi ratusan ribu siswa, atau melengkapi fasilitas laboratorium di seluruh pelosok negeri. Kerugian sebesar ini tidak hanya berdampak pada keuangan negara, tetapi juga menghambat kemajuan pendidikan dan merampas hak jutaan anak Indonesia untuk mendapatkan fasilitas belajar yang layak.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 2 UU Tipikor mengancam pelaku yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Sementara Pasal 3 menargetkan penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara. Kombinasi dengan Pasal 18 (ketentuan pidana tambahan) dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP (turut serta melakukan), menunjukkan dugaan adanya persekongkolan dan peran aktif dari masing-masing tersangka dalam praktik rasuah ini.

Dalam konteks transparansi dan akuntabilitas pejabat publik, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) menjadi instrumen penting yang wajib disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). LHKPN memberikan gambaran umum tentang aset yang dimiliki oleh seorang pejabat, termasuk properti, investasi, dan tentu saja, alat transportasi. Data ini kerap menjadi perhatian publik, terutama ketika seorang pejabat tersandung kasus korupsi, karena bisa menjadi petunjuk awal adanya dugaan penumpukan kekayaan yang tidak wajar atau berasal dari sumber yang ilegal. Mari kita menilik lebih dalam isi garasi dan harta kekayaan para tersangka berdasarkan data LHKPN yang mereka sampaikan.

Isi Garasi Sri Wahyuningsih: Koleksi Mercedes-Benz dan Honda HR-V

Sri Wahyuningsih (SW), mantan Direktur Sekolah Dasar Ditjen PAUD Dikdasmen, terakhir kali menyampaikan LHKPN-nya pada 30 Maret 2021 untuk periodik tahun 2020. Dalam laporan tersebut, total harta kekayaan Sri Wahyuningsih tercatat mencapai Rp 19.060.154.361 atau sekitar Rp 19 miliar. Jumlah ini terbilang fantastis untuk seorang pejabat publik. Dari total kekayaan tersebut, sebagian di antaranya dialokasikan untuk kepemilikan kendaraan bermotor yang cukup beragam. Garasinya dihiasi oleh tiga unit mobil yang menunjukkan preferensi terhadap kendaraan roda empat dari segmen berbeda. Pertama, sebuah Mercedes-Benz 300 E keluaran tahun 2010 yang dilaporkan senilai Rp 200 juta. Mercedes-Benz dikenal sebagai simbol kemewahan dan status, mengindikasikan gaya hidup yang cukup mapan. Kedua, sebuah Honda HR-V tahun 2015 dengan nilai Rp 200 juta, sebuah SUV kompak yang populer dan nyaman untuk penggunaan sehari-hari. Dan yang ketiga, kembali sebuah Mercedes-Benz, kali ini model E 280 tahun 2009 yang tercatat senilai Rp 100 juta. Koleksi kendaraan ini, terutama dua unit Mercedes-Benz, tentu akan menjadi perhatian dalam proses penyidikan, untuk memastikan apakah perolehan aset-aset tersebut sejalan dengan profil pendapatan yang sah ataukah ada indikasi pencucian uang dari hasil tindak pidana korupsi.

Isi Garasi Mulyatsyah: Antara Klasik dan Modern

Mulyatsyah (MUL), yang menjabat sebagai Direktur SMP Kemendikbudristek pada tahun 2020 dan kemudian menjadi Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Sumatera Barat, terakhir kali melaporkan LHKPN-nya pada 27 Januari 2023 untuk periodik tahun 2022. Total harta kekayaannya tercatat sebesar Rp 2.724.070.000 atau sekitar Rp 2,7 miliar. Berbeda dengan Sri Wahyuningsih, isi garasi Mulyatsyah menunjukkan selera yang unik dan bervariasi. Ia tercatat memiliki sebuah Toyota Hardtop tahun 1983 senilai Rp 172 juta. Toyota Hardtop adalah kendaraan off-road klasik yang banyak dicari kolektor dan penggemar otomotif, seringkali membutuhkan biaya restorasi yang tidak sedikit untuk mencapai nilai tersebut. Selain itu, ia juga melaporkan kepemilikan sepeda motor Kawasaki Versys tahun 2019 senilai Rp 120 juta, sebuah motor touring yang populer di kalangan penggemar roda dua. Menariknya, dalam LHKPN sebelumnya, saat masih menjabat sebagai Direktur SMP Kemendikbudristek, Mulyatsyah juga pernah melaporkan memiliki Nissan X-Trail tahun 2017 senilai Rp 180 juta. Perubahan atau penghapusan aset dari laporan LHKPN periodik ini seringkali menjadi sorotan dan bisa menjadi objek pendalaman oleh penyidik.

Isi Garasi Jurist Tan: Kekayaan Tanpa Kendaraan Terlapor

Jurist Tan (JT/JS), Staf Khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan pada era Nadiem Makarim, merupakan salah satu nama yang paling menarik perhatian mengingat posisinya yang strategis dan dekat dengan lingkaran kekuasaan kementerian. Ia terakhir kali menyampaikan LHKPN pada 30 Maret 2021 sebagai LHKPN khusus awal menjabat. Saat itu, Jurist Tan melaporkan total harta kekayaannya sebanyak Rp 7.793.788.672 atau sekitar Rp 7,7 miliar. Angka ini cukup besar untuk seorang staf khusus. Namun, yang menjadi anomali dan menimbulkan pertanyaan adalah ketiadaan laporan alat transportasi dan mesin dalam LHKPN-nya. Meskipun seseorang dengan kekayaan miliaran rupiah wajar untuk memiliki kendaraan pribadi, Jurist Tan tidak melaporkan satu pun kendaraan bermotor atas namanya. Situasi ini bisa menimbulkan berbagai spekulasi; apakah ia tidak memiliki kendaraan pribadi, kendaraan yang dimilikinya atas nama pihak lain, atau ada alasan lain yang perlu diverifikasi lebih lanjut oleh penyidik. Dalam banyak kasus korupsi, kepemilikan aset yang disamarkan atas nama keluarga atau pihak ketiga adalah modus umum untuk menghindari pelacakan.

Isi Garasi Ibrahim Arief: Jejak dari BUMN dan Toyota Voxy

Ibrahim Arief (IBAM), konsultan perorangan yang terlibat dalam proyek pengadaan ini, merupakan figur eksternal yang perannya tak kalah krusial. Dalam kasus pengadaan barang dan jasa, peran konsultan seringkali menjadi titik rawan terjadinya kolusi dan praktik mark-up. Uniknya, Kejaksaan Agung tidak menemukan LHKPN atas nama Ibrahim Arief di lembaga Kemendikbudristek, mengingat statusnya sebagai konsultan perorangan dan bukan pejabat struktural kementerian. Namun, satu-satunya LHKPN atas nama Ibrahim Arief yang berhasil ditemukan tercatat di lembaga PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. Ini mengindikasikan bahwa Ibrahim Arief mungkin memiliki latar belakang atau pernah menjabat posisi di perusahaan BUMN tersebut sebelum terlibat sebagai konsultan di Kemendikbudristek. Dalam LHKPN yang tercatat di PT Telkom itu, harta kekayaannya tercatat sebanyak Rp 12.087.107.981 atau sekitar Rp 12 miliar. Dari total kekayaan tersebut, ia melaporkan kepemilikan satu unit kendaraan, yaitu Toyota Voxy tahun 2020 senilai Rp 471.800.000. Toyota Voxy adalah mobil MPV premium yang cukup populer di Indonesia, menunjukkan gaya hidup yang nyaman. Meskipun LHKPN ini berasal dari lembaga yang berbeda, penyidik tentu akan menelusuri korelasi antara aset yang dilaporkan dengan dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi di Kemendikbudristek.

Penetapan keempat tersangka ini merupakan langkah awal yang krusial dalam mengungkap jaringan korupsi yang lebih luas. Kerugian negara sebesar Rp 1,9 triliun bukanlah angka yang sepele. Dana ini seharusnya dialokasikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, memastikan setiap anak memiliki akses yang sama terhadap teknologi, dan mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan di era digital. Namun, dugaan praktik korupsi ini justru mengkhianati harapan tersebut. Proses hukum yang transparan dan akuntabel sangat dibutuhkan untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah dan memastikan bahwa para pelaku kejahatan kerah putih ini menerima hukuman setimpal. Kejaksaan Agung diharapkan dapat terus mengembangkan penyidikan, menelusuri aliran dana, dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat dalam skandal besar ini. Publik menantikan penuntasan kasus ini sebagai bukti komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya, demi masa depan pendidikan dan kemajuan bangsa yang lebih baik.

Kasus Korupsi Chromebook: Menyingkap Harta dan Jejak Para Tersangka di Kemendikbudristek

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *