
Kekaisaran Data Tiongkok: Fondasi Kekuatan Masa Depan yang Tak Tertandingi
Tiongkok tengah membangun sebuah kekaisaran yang sepenuhnya didasarkan pada data, sebuah fondasi kekuatan yang mendefinisikan ulang paradigma ekonomi, sosial, dan keamanan global. Dengan 1,1 miliar pengguna internetnya yang menghasilkan lebih banyak data daripada negara lain di Bumi, ditambah jaringan kamera pengenal wajah yang luas, Tiongkok tidak hanya unggul dalam volume data. Pemerintahnya secara sistematis menanamkan manajemen data ke dalam setiap sendi ekonomi dan keamanan nasional, sebuah pendekatan yang memiliki implikasi mendalam bagi Tiongkok sendiri dan pelajaran penting bagi negara-negara demokrasi di seluruh dunia.
Volume data yang dihasilkan di Tiongkok sungguh fenomenal dan terus bertumbuh secara eksponensial. Setiap klik, transaksi, interaksi di media sosial, dan bahkan pergerakan fisik jutaan warga Tiongkok terekam dan dianalisis. Platform-platform raksasa seperti WeChat, Alipay, TikTok (Douyin), dan Alibaba mengumpulkan triliunan byte data perilaku konsumen, preferensi, dan jaringan sosial setiap hari. Lebih dari sekadar data komersial, infrastruktur pengawasan Tiongkok, termasuk puluhan juta kamera CCTV yang dilengkapi dengan teknologi pengenal wajah dan analisis perilaku, menciptakan "danau data" keamanan publik yang tak tertandingi. Sistem transportasi cerdas, kota pintar yang terintegrasi, dan bahkan sektor pertanian modern juga berkontribusi pada aliran data yang tak henti-hentinya.
Tren ini dipercepat oleh munculnya teknologi baru yang revolusioner. Seiring mobil otonom melaju di jalanan dan kendaraan terbang melintasi langit, kualitas dan nilai informasi yang mengalir dari teknologi-teknologi mutakhir ini akan meroket. Kendaraan otonom, misalnya, menghasilkan terabyte data sensor per jam, mencakup citra visual, data lidar, radar, dan informasi lokasi presisi. Pabrik-pabrik cerdas yang dilengkapi dengan Internet of Things (IoT) menghasilkan data operasional real-time tentang efisiensi mesin, kualitas produk, dan rantai pasokan. Seluruh ekosistem teknologi ini dirancang untuk menghasilkan dan mengonsumsi data dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, memberikan Tiongkok keunggulan yang signifikan dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) dan aplikasi teknologi canggih lainnya.
Namun, yang benar-benar membedakan Tiongkok bukanlah semata-mata volume data, melainkan cara pemerintah secara aktif mengelola dan mengintegrasikan data ini ke dalam struktur ekonomi dan keamanan nasionalnya. Ini bukan hanya tentang perusahaan swasta yang mengumpulkan data untuk tujuan komersial; ini adalah strategi nasional yang terpusat. Pemerintah Tiongkok memandang data sebagai "faktor produksi" baru, setara dengan tanah, tenaga kerja, modal, dan teknologi. Konsep ini berarti bahwa data dianggap sebagai aset strategis yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan efisiensi, dan memperkuat kontrol negara.
Implementasi strategi ini dilakukan melalui berbagai kebijakan dan inisiatif. Pemerintah telah memberlakukan undang-undang keamanan siber dan perlindungan data yang ketat, namun uniknya, undang-undang ini sering kali memberikan negara akses luas terhadap data yang dikumpulkan oleh entitas swasta dan publik. Perusahaan teknologi raksasa di Tiongkok, meskipun beroperasi secara komersial, berada di bawah kendali ketat Partai Komunis Tiongkok. Mereka diwajibkan untuk berbagi data dengan pemerintah untuk tujuan keamanan nasional atau kepentingan publik, mengaburkan batas antara sektor swasta dan negara. Selain itu, investasi besar-besaran telah digelontorkan untuk membangun infrastruktur data nasional, termasuk pusat data skala besar, jaringan 5G yang luas, dan pengembangan komputasi awan yang canggih, yang semuanya dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan memproses data secara efisien.
Salah satu manifestasi paling nyata dari strategi manajemen data terpusat ini adalah Sistem Kredit Sosial Tiongkok. Sistem ini mengumpulkan data dari berbagai sumber – catatan keuangan, riwayat medis, perilaku online, pelanggaran lalu lintas, bahkan interaksi sosial – untuk memberikan "skor kredit" kepada individu dan perusahaan. Skor ini kemudian dapat memengaruhi akses seseorang terhadap pinjaman, pekerjaan, perjalanan, atau bahkan sekolah untuk anak-anak mereka. Meskipun diklaim sebagai alat untuk meningkatkan kepercayaan dan keteraturan sosial, sistem ini juga berfungsi sebagai mekanisme kontrol sosial yang sangat kuat, menunjukkan sejauh mana data dapat digunakan untuk mengelola perilaku warga dalam skala massal.
Secara militer, konsep "fusi militer-sipil" di Tiongkok memastikan bahwa inovasi teknologi dan data dari sektor swasta dapat dengan mudah dialihkan untuk keperluan pertahanan. Data besar, algoritma AI, dan kemampuan pemrosesan yang canggih menjadi tulang punggung bagi pengembangan sistem senjata otonom, pengawasan militer, dan analisis intelijen prediktif. Kekuatan data ini memungkinkan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) untuk meningkatkan kemampuan pengintaian, peperangan siber, dan pengambilan keputusan berbasis data, memberikan keunggulan strategis dalam domain militer.
Implikasi dari kekaisaran data Tiongkok ini sangat luas. Bagi Tiongkok sendiri, ini adalah katalisator untuk modernisasi dan peningkatan kekuatan nasional. Secara ekonomi, dominasi data ini memungkinkan Tiongkok memimpin dalam inovasi berbasis AI, dari pengembangan obat-obatan hingga manufaktur cerdas. Data besar menjadi bahan bakar bagi raksasa teknologi domestik untuk menciptakan produk dan layanan yang sangat personalisasi, mendorong pertumbuhan ekonomi digital yang pesat dan memberikan keunggulan kompetitif global. Di sisi sosial, sistem manajemen data ini, terutama melalui Sistem Kredit Sosial, memungkinkan pemerintah untuk memantau perilaku warga secara ekstensif, mengklaim tujuan stabilitas dan keamanan. Ini menciptakan masyarakat yang sangat teratur, namun juga menimbulkan kekhawatiran serius tentang privasi individu dan potensi penyalahgunaan kekuasaan, di mana data dapat digunakan untuk membatasi kebebasan sipil atau menghukum pembangkangan.
Bagi negara-negara demokrasi, pendekatan Tiongkok ini menghadirkan tantangan dan pelajaran penting. Pertama, ini menyoroti perlunya negara-negara demokrasi untuk mengembangkan strategi data nasional mereka sendiri yang koheren, yang menyeimbangkan inovasi dan privasi. Model Barat yang berfokus pada perlindungan data individu (seperti GDPR di Eropa) berbenturan dengan model Tiongkok yang mengutamakan kontrol negara dan pemanfaatan data untuk kepentingan kolektif. Kedua, dominasi data Tiongkok memberikan keunggulan signifikan dalam perlombaan AI global, yang berpotensi mengubah keseimbangan kekuatan geopolitik. Negara-negara demokrasi perlu berinvestasi lebih banyak dalam infrastruktur data, penelitian AI, dan pengembangan talenta untuk tidak tertinggal.
Tantangan bagi negara-negara demokrasi adalah bagaimana menanggapi kekuatan data Tiongkok tanpa mengorbankan nilai-nilai inti mereka. Ini berarti mencari cara untuk memanfaatkan kekuatan data untuk kemajuan ekonomi dan keamanan tanpa mengadopsi model pengawasan otoriter. Dialog internasional tentang tata kelola data, standar etika AI, dan aliran data lintas batas menjadi semakin krusial. Ada kebutuhan untuk mengembangkan kerangka kerja yang memungkinkan kolaborasi data yang aman dan etis di antara negara-negara yang berpikiran sama, untuk mengimbangi keunggulan Tiongkok dalam pengumpulan data terpusat.
Meskipun kekaisaran data Tiongkok tampak kokoh, ada beberapa tantangan internal dan kritik eksternal. Secara internal, masalah privasi dan potensi penyalahgunaan data dapat memicu ketidakpuasan masyarakat, meskipun hal ini jarang terungkap secara terbuka. Kualitas dan bias data juga menjadi perhatian; data yang buruk atau bias dapat mengarah pada keputusan yang salah atau tidak adil. Secara eksternal, model Tiongkok menghadapi kritik tajam dari komunitas internasional terkait hak asasi manusia dan pengawasan massal. Kekhawatiran ini telah menyebabkan seruan untuk "pemisahan teknologi" atau pembatasan ekspor teknologi canggih ke Tiongkok, yang dapat menghambat akses Tiongkok ke komponen atau pengetahuan penting.
Dalam jangka panjang, Tiongkok bertekad untuk menjadi kekuatan dominan dalam ekonomi digital global dan pengembangan AI, dengan data sebagai intinya. Kemampuannya untuk mengumpulkan, memproses, dan memanfaatkan data dalam skala dan kecepatan yang tak tertandingi akan terus menjadi pendorong utama ambisinya. Cara Tiongkok mengelola "minyak baru" ini – data – akan membentuk lanskap teknologi, ekonomi, dan geopolitik di abad ke-21. Bagi dunia, memahami dan menanggapi kekaisaran data Tiongkok yang tangguh ini bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan strategis.
