
Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, Irjen Pol. Agus Suryonugroho, kembali menegaskan pentingnya profesionalisme dan etika bagi seluruh petugas pengawalan di jalan raya. Dalam sebuah arahan yang kuat, beliau mengingatkan bahwa tugas pengawalan bukanlah lisensi untuk bersikap arogan, melainkan sebuah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, mengedepankan keselamatan dan keamanan seluruh pengguna jalan. Pesan ini muncul di tengah sorotan publik terhadap sejumlah insiden yang melibatkan petugas pengawalan yang dinilai menyalahgunakan wewenang dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat.
Irjen Pol. Agus Suryonugroho secara eksplisit menyatakan bahwa petugas pengawalan tidak boleh sembarangan memberhentikan kendaraan atau memakan jalur pengguna jalan lain tanpa dasar yang jelas dan mendesak. "Karena tugas Anda, di samping patwal tupoksi Anda, tetapi yang paling terpenting adalah Anda menyelamatkan pengguna jalan yang lain. Anda menjadi pejuang-pejuang keselamatan yang saat ini menghadapi 150.000 peristiwa kecelakaan dalam satu tahun, di mana dalam satu tahun 26.839 orang meninggal. Ini tanggung jawab kita bersama," tegas Irjen Pol. Agus, menggarisbawahi urgensi peran petugas dalam menekan angka fatalitas di jalan raya. Angka-angka ini bukan sekadar statistik; di baliknya adalah nyawa, keluarga, dan masa depan yang terenggut. Oleh karena itu, setiap tindakan petugas di jalan haruslah berkontribusi pada penciptaan lingkungan lalu lintas yang aman dan tertib, bukan sebaliknya.
Lebih lanjut, Irjen Pol. Agus menegaskan bahwa dalam setiap kegiatan pengawalan, keselamatan seluruh pengguna jalan harus menjadi prioritas utama. Ini berarti bahwa meskipun ada individu atau rombongan yang dikawal, kepentingan dan keselamatan masyarakat luas tidak boleh diabaikan. "Di samping juga Anda mengawal yang Anda kawal, perhatikan yang paling terpenting adalah keselamatan pengguna jalan yang lain. Ini yang harus kita rumuskan sehingga betul-betul pelindung, pengayom, pelayan ini ada di hati kita," jelasnya. Filosofi "pelindung, pengayom, pelayan" yang selama ini menjadi landasan tugas Polri harus benar-benar diinternalisasikan dan tercermin dalam setiap tindakan petugas di lapangan, terutama saat menjalankan tugas yang melibatkan prioritas khusus seperti pengawalan.
Baca Juga:
- Prabowo Subianto: Strategi Ganda di Balik Pilihan Mobil Kepresidenan Lokal dan Global.
- Bahaya Menerobos Banjir: Analisis Mendalam Risiko, Kerusakan, dan Klaim Asuransi yang Mengintai Pengendara di Jakarta
- Panduan Lengkap Balik Nama Kendaraan Bekas: Gratis Bea, Tapi Tetap Ada Biaya Lain yang Perlu Anda Tahu
- Menyingkap Akar Masalah Truk ODOL: Dilema Penegakan Hukum dan Stabilitas Ekonomi Nasional.
- Melacak Jejak Kekayaan Presiden Jokowi: Lonjakan Harta Rp 9 Miliar dan Isi Garasi yang Sederhana
Arogansi di jalan raya dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk, mulai dari penggunaan sirene dan lampu rotator yang berlebihan tanpa urgensi, manuver zig-zag yang membahayakan, hingga tindakan menghentikan atau menegur kendaraan lain dengan cara yang intimidatif. Irjen Pol. Agus secara spesifik meminta penggunaan atribut dan kewenangan di jalan dilakukan secara terkendali. "Saya minta penggunaan sirene, zig-zag, memakan jalur orang, menghentikan kendaraan, menegur kendaraan, tetapi tolong kendalikan betul ketika Anda di jalan," tuturnya. Permintaan ini berlaku khusus untuk pengawalan di kementerian dan lembaga, yang seringkali menjadi sorotan publik karena potensi penyalahgunaan fasilitas dan wewenang. Petugas harus memahami bahwa status sebagai pengawal tidak memberikan hak istimewa untuk mengabaikan peraturan lalu lintas atau mengancam keselamatan orang lain.
Penyalahgunaan wewenang ini tidak hanya berpotensi menimbulkan kecelakaan, tetapi juga merusak citra Korlantas Polri di mata masyarakat. Kepercayaan publik adalah aset paling berharga bagi institusi penegak hukum, dan setiap tindakan arogan dapat mengikis kepercayaan tersebut. Masyarakat melihat Polantas sebagai pihak yang seharusnya menjamin ketertiban dan keamanan, bukan sebagai sumber ketakutan atau ketidaknyamanan. Oleh karena itu, upaya Irjen Pol. Agus untuk menekankan pentingnya keramahan dan keselamatan di jalan raya adalah langkah strategis untuk mengembalikan dan memperkuat citra positif Polri. "Jadi saya akan mencoba bahwa jalan itu sudah ramah keselamatan, bukan tempat arogansi orang menggunakan kendaraan," tegasnya, mengindikasikan komitmen untuk mengubah paradigma berkendara di Indonesia. Jalan raya seharusnya menjadi ruang publik yang aman dan nyaman bagi semua, bukan arena unjuk kekuatan atau dominasi.
Instruksi ini juga mencerminkan pemahaman mendalam tentang dinamika lalu lintas dan psikologi pengguna jalan. Dalam kondisi lalu lintas yang padat dan seringkali penuh tekanan, kehadiran petugas pengawalan yang profesional dan disiplin dapat menjadi penenang, bukan pemicu konflik. Sebaliknya, tindakan yang sembrono atau arogan dapat memicu kemarahan, frustrasi, dan bahkan perilaku agresif dari pengguna jalan lain, yang pada akhirnya dapat meningkatkan risiko kecelakaan. Petugas pengawalan harus menjadi teladan dalam kepatuhan terhadap peraturan lalu lintas, bahkan saat menjalankan tugas khusus. Mereka harus mampu mengelola situasi lalu lintas dengan bijaksana, memastikan kelancaran arus kendaraan sambil tetap menjamin keselamatan kolektif.
Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan menjadi kunci dalam mewujudkan arahan ini. Petugas pengawalan tidak hanya membutuhkan keterampilan teknis dalam mengawal, tetapi juga pemahaman mendalam tentang etika profesi, komunikasi efektif, dan empati terhadap sesama pengguna jalan. Pelatihan harus mencakup simulasi situasi sulit, penanganan konflik, serta pembekalan mengenai pentingnya menjaga marwah institusi. Penekanan pada aspek "soft skills" ini akan membantu membentuk petugas yang tidak hanya cekatan dalam tugas, tetapi juga santun dan disegani. Mereka harus mampu mengambil keputusan cepat dan tepat di lapangan, namun tetap dalam koridor hukum dan etika.
Selain itu, transparansi dan akuntabilitas juga menjadi faktor penting. Masyarakat harus memiliki saluran untuk melaporkan tindakan petugas yang dianggap menyimpang. Mekanisme pengawasan internal yang kuat, ditambah dengan partisipasi publik, akan mendorong petugas untuk selalu bertindak sesuai standar yang ditetapkan. Disiplin internal dan sanksi tegas bagi pelanggar akan menjadi bukti keseriusan Korlantas Polri dalam menindaklanjuti arahan ini.
Irjen Pol. Agus Suryonugroho juga meminta jajarannya untuk terus menjaga marwah Polantas dan tetap memberikan yang terbaik selama penugasan pengawalan. Marwah Polantas adalah kehormatan dan martabat institusi yang dibangun dari dedikasi, profesionalisme, dan pelayanan tulus kepada masyarakat. Setiap petugas adalah duta dari institusi ini, dan tindakan mereka di jalan raya secara langsung merefleksikan citra Korlantas Polri secara keseluruhan. Dengan menjaga integritas dan profesionalisme, petugas pengawalan tidak hanya menjalankan tugas, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan kepercayaan publik terhadap Polri sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.
Dalam konteks yang lebih luas, arahan ini adalah bagian dari upaya Korlantas Polri untuk menciptakan budaya lalu lintas yang lebih baik di Indonesia. Budaya lalu lintas yang ideal adalah yang mengutamakan keselamatan, ketertiban, dan saling menghormati antar pengguna jalan. Petugas pengawalan, dengan visibilitas tinggi dan peran penting mereka, memiliki kesempatan unik untuk menjadi agen perubahan dalam budaya ini. Mereka dapat menjadi contoh bagaimana wewenang digunakan secara bertanggung jawab dan bagaimana prioritas keselamatan selalu berada di atas segala-galanya. Ini adalah investasi jangka panjang dalam keamanan dan kenyamanan berkendara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, pesan dari Kepala Korlantas Polri Irjen Pol. Agus Suryonugroho ini menjadi pengingat penting bagi seluruh jajaran Korlantas Polri dan seluruh petugas pengawalan. Bahwa tugas mereka, meskipun penting, harus selalu dilaksanakan dengan menjunjung tinggi etika, profesionalisme, dan di atas segalanya, prioritas pada keselamatan seluruh pengguna jalan. Ini adalah langkah krusial menuju terciptanya jalan raya yang benar-benar "ramah keselamatan" dan Polri yang semakin dipercaya oleh rakyatnya.
