Kylian Mbappe Bukan Kelemahan PSG, Makelele Yakin Juara Liga Champions Tetap Diraihnya di Paris atau Madrid: Sebuah Analisis Mendalam.

Kylian Mbappe Bukan Kelemahan PSG, Makelele Yakin Juara Liga Champions Tetap Diraihnya di Paris atau Madrid: Sebuah Analisis Mendalam.

Legenda sepak bola Prancis dan mantan gelandang tangguh, Claude Makelele, secara tegas membantah anggapan bahwa Kylian Mbappe adalah kelemahan bagi Paris Saint-Germain (PSG). Pernyataan Makelele ini muncul di tengah narasi yang berkembang setelah PSG secara mengejutkan berhasil meraih gelar Liga Champions pertama mereka di musim panas ini, tepat setelah kepergian Mbappe menuju Real Madrid. Keberhasilan PSG merengkuh treble domestik dan Eropa tanpa mega bintangnya telah memicu spekulasi luas, bahkan ada yang berani mengklaim bahwa absennya Mbappe justru menjadi katalisator bagi Les Parisiens untuk menemukan identitas tim yang lebih solid dan kolektif. Namun, Makelele menawarkan perspektif yang berbeda, sebuah pandangan yang menyoroti kompleksitas motivasi pemain, dinamika tim, dan takdir dalam sepak bola.

Selama tujuh musim, Kylian Mbappe adalah ikon tak terbantahkan di Parc des Princes. Ia tiba sebagai wonderkid dari AS Monaco dan dengan cepat menjelma menjadi salah satu penyerang paling mematikan di dunia. Dengan kecepatan luar biasa, kemampuan dribel yang memukau, dan insting gol yang tajam, Mbappe secara konsisten memimpin lini serang PSG, memecahkan berbagai rekor gol klub, dan membawa mereka mendominasi kompetisi domestik Ligue 1. Namun, di panggung Liga Champions, impian terbesar klub dan para penggemar, PSG selalu menemui jalan buntu. Pencapaian terbaik mereka hanyalah menjadi runner-up pada tahun 2020, di mana mereka takluk dari Bayern Munich di final. Kegagalan berulang kali di kompetisi Eropa, meski diperkuat trio maut seperti Mbappe, Neymar, dan Lionel Messi pada beberapa musim, seringkali memicu kritik bahwa tim terlalu bergantung pada kejeniusan individu, kurang memiliki keseimbangan, atau bahkan dianggap tidak memiliki "DNA" Liga Champions.

Kepergian Mbappe ke Real Madrid pada musim panas lalu adalah salah satu saga transfer terpanjang dan paling dinanti dalam sejarah sepak bola modern. Setelah penantian bertahun-tahun, mimpinya untuk mengenakan seragam putih kebanggaan Los Blancos akhirnya terwujud. Namun, yang menarik adalah bagaimana nasib PSG berubah drastis setelah kepergiannya. Tanpa kehadiran Mbappe, banyak pengamat memprediksi bahwa PSG akan mengalami penurunan performa, setidaknya di Liga Champions. Mereka dianggap kehilangan "bintang" utama yang bisa menjadi pembeda dalam pertandingan-pertandingan krusial. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Di bawah asuhan pelatih Luis Enrique, PSG tampil dengan formasi yang lebih kohesif, mengandalkan kekuatan kolektif, tekanan tinggi, dan transisi cepat. Mereka tidak lagi terlalu bergantung pada satu atau dua individu untuk menciptakan momen magis, melainkan membangun serangan dan pertahanan sebagai sebuah unit yang padu. Hasilnya sungguh luar biasa: mereka tidak hanya mempertahankan dominasi di Ligue 1, tetapi juga berhasil mengangkat trofi Liga Champions yang sangat didambakan, sebuah pencapaian yang terasa mustahil bagi banyak pihak, terutama tanpa kehadiran Mbappe.

Narasi yang berkembang pasca-kemenangan PSG di Liga Champions adalah bahwa kepergian Mbappe, meski menyakitkan bagi sebagian fans, justru "membebaskan" tim. Argumen ini menyatakan bahwa kehadiran superstar seperti Mbappe, dengan segala tuntutan dan fokus yang menyertainya, mungkin secara tidak sengaja menghambat pengembangan sistem tim yang lebih seimbang. Beberapa bahkan berpendapat bahwa fokus berlebihan pada individu bisa mengganggu harmoni ruang ganti atau menciptakan ketidakseimbangan taktis. Inilah poin yang ditentang keras oleh Claude Makelele. Bagi Makelele, menganggap Mbappe sebagai "kelemahan" atau faktor penghambat adalah pandangan yang terlalu menyederhanakan masalah. Ia meyakini bahwa bakat dan kontribusi Mbappe selama di PSG tidak dapat diremehkan, dan bahwa kegagalan meraih Liga Champions sebelumnya bukanlah semata-mata karena dirinya.

"Saya yakin seandainya dia bertahan di Paris, dia akan memenangi Liga Champions," tegas Makelele kepada AS. Pernyataan ini menunjukkan keyakinan mendalam Makelele pada kualitas Mbappe dan potensi PSG, bahkan dengan sang bintang di skuad mereka. Makelele berpendapat bahwa PSG yang sekarang adalah "sebuah proyek yang berbeda." Ini menyiratkan bahwa perubahan bukan hanya pada absennya Mbappe, tetapi pada filosofi klub, strategi rekrutmen, dan pendekatan manajerial yang lebih luas. Luis Enrique, dengan gayanya yang menekankan kolektivitas dan disiplin taktis, berhasil menanamkan etos kerja baru yang mungkin tidak sepenuhnya terwujud di era sebelumnya, terlepas dari siapa pemain bintangnya. Makelele melihat transisi ini sebagai evolusi alami klub, bukan akibat langsung dari kepergian Mbappe.

Lebih lanjut, Makelele menekankan bahwa keputusan Mbappe untuk meninggalkan PSG bukanlah karena ia meragukan kemampuan klub untuk meraih gelar Liga Champions. Sebaliknya, itu adalah wujud dari "keinginan dia, impian dia, bermain untuk Madrid." Ini adalah poin krusial yang sering terabaikan dalam analisis publik. Bagi banyak pesepak bola profesional, terutama yang tumbuh besar di era modern, Real Madrid bukan sekadar klub, melainkan puncak impian. Sejarah panjang mereka, kesuksesan tak tertandingi di Liga Champions, aura magis Santiago Bernabeu, dan daftar panjang legenda yang pernah mengenakan seragam putih adalah daya tarik yang tak bisa ditolak. "Ketika Madrid memanggil Anda, Anda tidak bisa bilang ‘tidak’," kata Makelele, seorang pemain yang juga pernah merasakan panggilan tersebut dan sukses besar di Madrid. Pernyataan ini menunjukkan pemahaman mendalam Makelele tentang psikologi dan aspirasi pemain top. Kepergian Mbappe adalah tentang mengejar impian pribadi dan warisan yang ingin ia bangun di klub legendaris, bukan tentang melarikan diri dari kapal yang tenggelam atau tim yang tidak kompetitif.

Makelele juga sangat yakin bahwa Kylian Mbappe akan tetap meraih gelar Liga Champions, bahkan jika itu bukan bersama PSG. "Dia toh masih bisa memenangi Liga Champions dengan Madrid. Dia itu salah satu striker terbaik di dunia," lugas mantan bintang PSG, Real Madrid, dan Chelsea itu. Keyakinan ini berakar pada kualitas individu Mbappe yang tak terbantahkan. Di usia yang relatif muda, ia telah menunjukkan kematangan, kepemimpinan, dan konsistensi yang luar biasa. Bergabung dengan Real Madrid, klub yang memiliki "DNA" Liga Champions yang tak tertandingi, hanya akan memperbesar peluangnya untuk mengangkat trofi paling bergengsi di Eropa tersebut. Real Madrid memiliki rekam jejak yang fenomenal dalam memenangkan Liga Champions, dan mereka selalu membangun skuad yang mampu bersaing di level tertinggi. Dengan Mbappe sebagai ujung tombak, dikombinasikan dengan bakat-bakat muda lainnya dan pengalaman para veteran, Los Blancos akan menjadi kekuatan yang semakin menakutkan di Eropa.

Analisis Makelele membuka diskusi yang lebih luas tentang hubungan antara individu superstar dan keberhasilan kolektif dalam sepak bola modern. Apakah satu pemain, bahkan sebrilian Mbappe, bisa menjadi penghalang bagi tim jika tidak ada keseimbangan yang tepat? Atau apakah keberhasilan tim sangat bergantung pada sistem dan filosofi pelatih, yang bisa bekerja dengan atau tanpa superstar tertentu? Kasus PSG pasca-Mbappe tampaknya menunjukkan bahwa struktur tim yang kuat, disiplin taktis, dan semangat kolektif bisa mengungguli ketergantungan pada kejeniusan individu. Namun, ini tidak secara otomatis menjadikan individu tersebut "kelemahan." Sebaliknya, mungkin itu adalah tanda bahwa tim harus berevolusi dan beradaptasi untuk menemukan cara terbaik dalam memanfaatkan bakat-bakat luar biasa tanpa mengorbankan kohesi tim.

Pada akhirnya, pernyataan Claude Makelele berfungsi sebagai pengingat penting bahwa narasi dalam sepak bola seringkali lebih kompleks daripada yang terlihat di permukaan. Kylian Mbappe adalah salah satu talenta terbesar di generasinya, dan kontribusinya untuk PSG selama bertahun-tahun tidak dapat disangkal. Kepergiannya adalah bagian dari evolusi baik bagi dirinya maupun bagi klub. PSG menemukan cara baru untuk sukses tanpa dirinya, dan Mbappe kini berada di klub impiannya dengan peluang besar untuk meraih gelar Liga Champions yang ia dambakan. Kedua belah pihak mungkin telah menemukan takdir mereka masing-masing, dan seperti yang disiratkan Makelele, kesuksesan di Liga Champions pada akhirnya akan menjadi milik Mbappe, entah di Paris atau di Madrid. Perdebatan tentang apakah Mbappe adalah "kelemahan" PSG mungkin akan terus berlanjut, tetapi bagi Makelele, jawabannya jelas: ia adalah talenta luar biasa yang ditakdirkan untuk kejayaan Eropa.

Kylian Mbappe Bukan Kelemahan PSG, Makelele Yakin Juara Liga Champions Tetap Diraihnya di Paris atau Madrid: Sebuah Analisis Mendalam.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *