
Setelah menorehkan rekor terburuk dalam sejarah Premier League dengan finis di posisi ke-15 musim lalu, Manchester United memasuki musim 2025/2026 di bawah bayang-bayang tekanan yang luar biasa. Musim sebelumnya adalah anomali yang mengejutkan bagi klub sebesar Setan Merah, di mana mereka tidak hanya gagal bersaing di papan atas, tetapi juga sempat berada dalam ancaman serius degradasi. Kesenjangan performa antara ekspektasi dan realitas mencapai titik terendah, meninggalkan luka mendalam bagi para penggemar dan menuntut perombakan fundamental.
Maka, tim yang kini dibesut oleh manajer anyar, Ruben Amorim, akan memulai musim baru dengan beban ganda: tidak hanya harus memulihkan reputasi klub, tetapi juga harus membuktikan bahwa mereka telah belajar dari kesalahan masa lalu dan tidak akan mengulang mimpi buruk serupa. Penunjukan Amorim, yang dikenal dengan filosofi taktisnya yang disiplin dan kemampuannya mengembangkan pemain muda di Sporting CP, adalah langkah berani dari manajemen klub, sebuah taruhan besar untuk mengembalikan kejayaan. Namun, bahkan bagi pelatih sekaliber Amorim, tugas ini akan menjadi ujian terberat dalam kariernya.
Tantangan langsung sudah menanti di depan mata. Jadwal awal musim 2025/2026 sama sekali tidak memberi ruang bernapas bagi Manchester United. Mereka akan mengawali perjalanan krusial ini dengan menjamu raksasa London, Arsenal, di Old Trafford. Arsenal, yang dalam beberapa musim terakhir telah menjelma menjadi penantang gelar yang konsisten, akan menjadi ujian pertama yang sangat berat bagi skuad Amorim. Pertandingan pembuka yang sulit ini bisa menjadi penentu momentum; kemenangan akan memberikan dorongan moral yang sangat dibutuhkan, sementara kekalahan bisa langsung memicu kembali keraguan yang sempat menghantui musim sebelumnya.
Dan itu baru permulaan. Setelah menghadapi Arsenal, tekanan tidak akan berkurang. Pada pekan keempat dan kelima, Manchester United akan dihadapkan pada dua laga krusial lainnya: melawan juara bertahan Manchester City dalam derby yang selalu panas, dan kemudian bertandang ke Stamford Bridge untuk menghadapi Chelsea yang juga tengah berambisi besar. Rangkaian tiga pertandingan melawan tim-tim papan atas ini dalam lima pekan pertama adalah skenario terburuk yang bisa dibayangkan untuk tim yang sedang mencoba membangun kembali kepercayaan diri. Ini bukan hanya tentang poin, tetapi juga tentang mengukur sejauh mana kemajuan yang telah dicapai di bawah Amorim, dan apakah trauma musim lalu benar-benar telah teratasi.
Mantan manajer Newcastle United, Alan Pardew, adalah salah satu pengamat yang menyuarakan keprihatinan serius terhadap situasi ini. Dalam pandangannya, Manchester United bukanlah satu-satunya, tetapi merupakan salah satu dari sepuluh tim yang finis di paruh bawah klasemen musim lalu yang harus sangat berhati-hati. "Semua tim di 10 terbawah termasuk Man United (terancam). Anda perlu mengawasi klub itu," kata Pardew dikutip talkSPORT. Pernyataan Pardew ini bukan tanpa dasar. Kompetisi Premier League semakin ketat, dan kesenjangan antara tim-tim besar dan tim-tim menengah semakin mengecil, terutama di era Financial Fair Play (FFP) yang membatasi pengeluaran klub. Tim yang lengah, bahkan yang memiliki nama besar, bisa dengan mudah tergelincir ke zona berbahaya.
Namun, yang mungkin lebih mengkhawatirkan dari jadwal sulit atau persaingan liga adalah gejolak di dalam skuad itu sendiri. Pardew menyoroti dinamika internal tim seiring ditepikannya sejumlah pemain kunci. Saat ini, ada lima nama besar yang kabarnya berlatih terpisah dari skuad utama karena klub berusaha menjual mereka di bursa transfer. Kelima pemain itu adalah Marcus Rashford, Antony, Jadon Sancho, Tyrell Malacia, dan bahkan Alejandro Garnacho.
Kasus Marcus Rashford adalah salah satu yang paling mencolok. Setelah musim-musim yang penuh inkonsistensi dan penurunan performa drastis, ditambah dengan isu-isu di luar lapangan, klub tampaknya sudah kehabisan kesabaran. Menjual Rashford, yang merupakan produk akademi dan ikon klub, adalah keputusan yang sulit namun mungkin dianggap perlu untuk merombak mentalitas tim. Demikian pula dengan Antony, yang didatangkan dengan harga fantastis namun gagal memenuhi ekspektasi, performanya jauh di bawah standar yang diharapkan dari pemain dengan label harga seperti dirinya. Jadon Sancho, yang hubungannya dengan klub dan manajer sebelumnya sudah retak, juga menjadi prioritas untuk dilepas setelah masa peminjamannya. Tyrell Malacia, yang sering diganggu cedera, mungkin dianggap surplus dalam rencana Amorim.
Yang paling mengejutkan adalah dimasukkannya nama Alejandro Garnacho dalam daftar jual. Pemain muda Argentina ini, yang sering dianggap sebagai salah satu harapan masa depan klub berkat kecepatan dan keberaniannya, kini juga termasuk dalam daftar. Ini mengindikasikan adanya perombakan radikal atau mungkin ketidakcocokan dengan filosofi manajer baru, Ruben Amorim, yang mungkin mencari profil pemain yang berbeda untuk sistemnya. Atau bisa jadi, ini adalah upaya putus asa untuk mengumpulkan dana segar demi menyeimbangkan neraca keuangan klub yang tertekan oleh FFP dan tingginya gaji pemain.
Kesulitan menjual kelima pemain ini menciptakan dilema finansial yang serius. Mereka adalah pemain dengan gaji tinggi dan nilai transfer yang signifikan. Jika mereka tidak bisa dilepas, klub akan terbebani oleh gaji mereka tanpa mendapatkan kontribusi di lapangan, sekaligus membatasi kemampuan Amorim untuk merekrut pemain baru yang sesuai dengan visinya. Ini bukan hanya masalah uang, tetapi juga masalah ruang dalam skuad dan dinamika ruang ganti.
Situasi ini, menurut Pardew, mengirimkan pesan yang sangat buruk ke seluruh skuad. "Anda punya lima pemain tim utama yang besar berlatih sendiri," lanjut Pardew. "Itu tak memberi pesan yang bagus buat pemain-pemain lain di tempat latihan karena yang dirasakan pemain adalah, suatu hari mungkin saya di posisi itu." Pernyataan ini menyoroti dampak psikologis yang merusak. Ketika pemain-pemain inti diperlakukan seperti aset yang bisa dibuang begitu saja, hal itu bisa mengikis kepercayaan, loyalitas, dan semangat juang di antara pemain-pemain yang tersisa. Ini bisa menciptakan lingkungan yang tidak sehat, di mana setiap pemain merasa tidak aman dan khawatir tentang masa depannya, alih-alih fokus pada performa tim.
Tugas Ruben Amorim bukan hanya sekadar meracik taktik di lapangan. Ia harus menjadi seorang psikolog, motivator, dan pemimpin sejati yang mampu menyatukan kembali ruang ganti yang terpecah belah ini. Dia harus membangun kembali kepercayaan, menanamkan etos kerja yang kuat, dan menciptakan budaya tim yang kohesif. Filosofi Amorim yang mengedepankan disiplin, kerja keras, dan kolektivitas akan diuji di lingkungan yang penuh tekanan dan gejolak internal ini.
Di tengah semua ini, tekanan dari basis penggemar Manchester United yang loyal namun kini frustrasi mencapai puncaknya. Mereka telah menyaksikan klub kesayangan mereka terpuruk dan kini menuntut respons yang tegas dan hasil yang nyata. Setiap hasil buruk di awal musim akan disambut dengan kritik pedas, dan setiap tanda-tanda ketidakberesan di internal klub akan memperburuk situasi. Peran kepemilikan klub, di bawah kendali Sir Jim Ratcliffe dan INEOS, juga menjadi sorotan. Mereka telah berjanji untuk melakukan perombakan besar dan mengembalikan klub ke jalur juara, namun keputusan-keputusan awal mereka, termasuk penanganan pemain-pemain yang ingin dijual, akan dinilai secara ketat oleh publik.
Musim 2025/2026 bukan hanya sekadar musim baru bagi Manchester United; ini adalah ujian karakter, kecerdasan manajerial, dan ketahanan klub. Apakah Ruben Amorim dapat menyulap tim yang terpecah dan terbebani ini menjadi kekuatan yang disegani? Apakah para pemain yang tersisa dapat bangkit dari trauma musim lalu dan menunjukkan semangat juang yang dibutuhkan? Dan apakah klub dapat menyelesaikan masalah internal mereka tanpa mengorbankan moral tim secara keseluruhan? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan menentukan apakah Manchester United dapat menghindari terulangnya mimpi buruk dan mulai menapaki jalan kembali menuju puncak kejayaan Premier League. Pertarungan besar sudah dimulai bahkan sebelum peluit pertama dibunyikan.
