
Menaker: Penyaluran BSU Capai 85 Persen dari 15 Juta Penerima, Dorong Percepatan dan Akuntabilitas Menuju Ekonomi Berdaya
Jakarta – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Republik Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung kesejahteraan pekerja/buruh di Tanah Air melalui program Bantuan Subsidi Upah (BSU). Menteri Ketenagakerjaan Yassierli pada Kamis, 17 Juli 2025, mengumumkan bahwa penyaluran BSU telah mencapai angka yang signifikan, yakni mendekati 85 persen dari total target sekitar 15 juta penerima. Capaian ini menandai kemajuan substansial dalam upaya pemerintah untuk menyalurkan bantuan vital ini secara merata dan tepat sasaran di tengah dinamika ekonomi global dan domestik.
Program BSU, yang merupakan salah satu jaring pengaman sosial unggulan pemerintah, dirancang untuk meringankan beban ekonomi pekerja/buruh dengan pendapatan rendah, terutama mereka yang terdampak oleh fluktuasi ekonomi atau tantangan lain seperti inflasi dan biaya hidup yang meningkat. Dengan target 15 juta penerima, BSU diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat, menstimulasi konsumsi domestik, dan secara tidak langsung berkontribusi pada stabilitas ekonomi nasional. Angka 85 persen yang telah tercapai menunjukkan efektivitas koordinasi antarlembaga dan dedikasi dalam proses penyaluran.
Meskipun capaian persentase penyaluran telah tinggi, Menteri Yassierli tidak menampik adanya tantangan dalam proses percepatan pencairan dana BSU. Salah satu metode penyaluran yang memerlukan waktu lebih panjang adalah melalui PT Pos Indonesia. Menaker menjelaskan bahwa mekanisme penyaluran via PT Pos Indonesia dilakukan dengan sangat hati-hati dan mengedepankan akuntabilitas yang tinggi. Proses ini seringkali melibatkan antrean panjang di kantor pos, di mana setiap penerima harus datang secara fisik untuk verifikasi data dan pengambilan dana. Kendati demikian, Menaker memberikan apresiasi tinggi terhadap kinerja PT Pos Indonesia dalam menjaga integritas data dan pelaporan.
“Memang yang butuh waktu itu penyaluran lewat PT Pos. Memang itu kan satu-satu, ya, orang datang, mengantre di PT Pos,” ujar Menaker. Namun, ia menekankan bahwa kerja sama dengan PT Pos Indonesia telah berlangsung selama empat tahun terakhir, menunjukkan pengalaman dan kepercayaan yang terbangun. “Ini sudah tahun keempat Kementerian Ketenagakerjaan bekerja sama dengan PT Pos, dan kita apresiasi kerja PT Pos dalam hal laporannya,” tambahnya. Aspek akuntabilitas menjadi prioritas utama, di mana setiap penerima BSU yang datang ke kantor pos difoto sebagai bukti penerimaan, memastikan transparansi dan meminimalkan potensi penyalahgunaan. Sistem pelaporan yang detail ini, menurut Menaker, sangat baik dalam menjaga validitas data penyaluran.
Meskipun demikian, Kemenaker telah meminta komitmen dari PT Pos Indonesia untuk mempercepat proses penyaluran tanpa mengurangi standar akuntabilitas. Percepatan ini penting mengingat urgensi bantuan bagi para pekerja yang sangat membutuhkan. Selain melalui PT Pos Indonesia, penyaluran BSU umumnya juga dilakukan melalui transfer rekening bank, yang cenderung lebih cepat dan efisien. Namun, metode bank transfer ini hanya dapat menjangkau pekerja yang sudah memiliki rekening bank aktif dan terdaftar dalam sistem data penerima. Bagi mereka yang belum memiliki akses perbankan atau berada di daerah terpencil, PT Pos Indonesia menjadi jembatan penting untuk memastikan bantuan tetap sampai.
Pemerintah sendiri tidak menetapkan tenggat waktu penyaluran secara kaku, namun Kemenaker berkomitmen untuk terus berupaya mempercepat insentif tersebut secepat mungkin. Fleksibilitas dalam penetapan tenggat ini memberikan ruang bagi proses verifikasi yang cermat dan adaptasi terhadap kondisi lapangan, namun tetap dengan target penyelesaian yang optimal.
Dasar hukum pelaksanaan program BSU tahun ini telah diperbarui melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 5 Tahun 2025. Aturan ini merupakan perubahan atas Permenaker No. 10 Tahun 2022 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah Berupa Subsidi Gaji/Upah bagi Pekerja/Buruh. Revisi regulasi ini menunjukkan adaptasi pemerintah terhadap kondisi terkini serta penyempurnaan kriteria dan mekanisme penyaluran agar lebih efektif dan inklusif.
Dalam Permenaker terbaru tersebut, pekerja/buruh yang berhak menerima BSU harus memenuhi sejumlah persyaratan ketat guna memastikan bantuan tepat sasaran. Pertama, penerima harus merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang dibuktikan dengan kepemilikan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Persyaratan NIK ini sangat krusial untuk mencegah duplikasi data dan memastikan setiap bantuan hanya diterima oleh satu individu yang sah.
Kedua, penerima harus terdaftar sebagai peserta aktif program jaminan sosial ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan sampai dengan bulan April 2025. Kriteria ini menekankan fokus BSU pada pekerja di sektor formal yang terdaftar dan terlindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan, serta memastikan validitas data kepesertaan mereka. Data dari BPJS Ketenagakerjaan menjadi basis utama dalam penentuan calon penerima BSU, sehingga akurasi data kepesertaan sangat vital.
Ketiga, penerima harus memiliki gaji atau upah paling banyak sebesar Rp3,5 juta per bulan. Batasan upah ini bertujuan untuk menargetkan bantuan kepada pekerja/buruh yang secara ekonomi lebih rentan dan paling membutuhkan subsidi. Angka Rp3,5 juta dipilih sebagai ambang batas untuk memastikan bahwa BSU benar-benar menyentuh segmen pekerja dengan pendapatan menengah ke bawah yang mungkin lebih tertekan oleh biaya hidup.
Adapun besaran bantuan yang diberikan adalah sebesar Rp300 ribu per bulan untuk dua bulan, yang akan dibayarkan sekaligus. Dengan demikian, setiap penerima BSU akan mendapatkan total Rp600 ribu. Nominal ini diharapkan dapat membantu meringankan beban pengeluaran sehari-hari, seperti kebutuhan pokok, transportasi, atau biaya lainnya, sehingga daya beli pekerja tetap terjaga. Pembayaran sekaligus juga bertujuan untuk mempermudah proses administrasi dan memastikan dana langsung dapat dimanfaatkan oleh penerima.
Penyaluran BSU didasarkan pada jumlah pekerja/buruh yang memenuhi persyaratan dan ketersediaan pagu anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Ketenagakerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa program BSU adalah inisiatif yang terencana dengan matang dan memiliki alokasi anggaran yang jelas dari pemerintah, mencerminkan komitmen fiskal untuk program kesejahteraan sosial. Transparansi dalam penggunaan anggaran menjadi kunci, dan DIPA menjadi instrumen penting untuk memastikan akuntabilitas keuangan.
Program BSU sendiri memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas ekonomi dan sosial. Di tengah fluktuasi harga komoditas dan tantangan inflasi, bantuan tunai seperti BSU dapat menjadi bantalan yang signifikan bagi rumah tangga pekerja. Dengan adanya BSU, konsumsi masyarakat diharapkan tetap terjaga, yang pada gilirannya akan menopang roda perekonomian nasional. Selain itu, BSU juga berfungsi sebagai bentuk apresiasi pemerintah terhadap kontribusi pekerja/buruh dalam pembangunan ekonomi, sekaligus sebagai upaya mitigasi risiko sosial akibat ketidakpastian ekonomi.
Tantangan dalam penyaluran BSU tidak hanya terbatas pada aspek teknis seperti kecepatan distribusi via PT Pos Indonesia, tetapi juga mencakup akurasi data. Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan terus berkoordinasi untuk memastikan data penerima adalah valid dan mutakhir. Proses pemadanan data, verifikasi rekening, dan penanganan aduan dari masyarakat menjadi bagian integral dari upaya menjaga integritas program. Berbagai kanal pengaduan dan informasi telah disiapkan untuk memfasilitasi pekerja yang mungkin mengalami kendala atau memiliki pertanyaan terkait BSU.
Ke depan, pemerintah melalui Kemenaker akan terus mengevaluasi dan menyempurnakan mekanisme penyaluran BSU serta program-program bantuan sosial lainnya. Pemanfaatan teknologi digital diharapkan dapat lebih dioptimalkan untuk mempercepat proses verifikasi dan distribusi, mengurangi ketergantungan pada metode manual, dan meningkatkan efisiensi. Inovasi dalam layanan digital, seperti penggunaan aplikasi atau sistem informasi terintegrasi, akan menjadi kunci untuk mencapai target penyaluran yang lebih cepat dan lebih luas di masa mendatang.
Secara keseluruhan, capaian 85 persen penyaluran BSU dari 15 juta penerima merupakan bukti nyata dari komitmen pemerintah dalam menjaga kesejahteraan pekerja/buruh. Meskipun ada tantangan, terutama dalam hal kecepatan penyaluran melalui metode tertentu, upaya peningkatan akuntabilitas dan efisiensi terus menjadi fokus utama. Dengan dukungan regulasi yang kuat dan kerja sama lintas sektor, program BSU diharapkan dapat terus memberikan dampak positif yang signifikan bagi kehidupan pekerja dan stabilitas ekonomi Indonesia. Pemerintah menegaskan bahwa bantuan ini bukan sekadar subsidi finansial, melainkan investasi strategis dalam sumber daya manusia dan fondasi ekonomi bangsa yang lebih tangguh dan berdaya.
