Mengapa Luar Angkasa Hampa Udara? Pemahaman Mendalam tentang Kekosongan Kosmik

Mengapa Luar Angkasa Hampa Udara? Pemahaman Mendalam tentang Kekosongan Kosmik

Jakarta – Konsep tentang luar angkasa seringkali memunculkan gambaran astronaut yang melayang bebas, terombang-ambing tanpa bobot di tengah kehampaan. Fenomena ini, yang dikenal sebagai kondisi tanpa bobot atau mikrogravitasi, terjadi karena antariksa adalah ruang hampa udara yang nyaris sempurna, sebuah kekosongan kosmik yang membuat tubuh manusia menjadi ringan dan melayang. Namun, mengapa luar angkasa hampa udara? Apa yang menyebabkan alam semesta, sebuah entitas yang begitu luas dan menakjubkan, sebagian besarnya justru merupakan kekosongan?

Dikutip dari Live Science, ruang angkasa adalah vakum yang mendekati sempurna, dipenuhi dengan kekosongan kosmik yang luas. Untuk dapat sepenuhnya memahami konsep kekosongan alam semesta, penting bagi kita untuk sejenak mengulas kembali apa sebenarnya yang dimaksud dengan ruang hampa atau vakum. Jackie Faherty, seorang ilmuwan senior di Departemen Astrofisika di Natural History Museum di New York City, AS, menjelaskan bahwa ruang hampa pada dasarnya tidak memiliki materi. Ia hampir sepenuhnya kosong, bukan karena adanya daya hisap seperti yang sering dibayangkan, melainkan karena ketiadaan substansi yang mengisi ruang tersebut.

Ketiadaan materi ini menghasilkan tekanan yang sangat rendah, mendekati nol. Meskipun secara teknis mustahil untuk meniru kekosongan absolut ruang angkasa di Bumi, para ilmuwan telah berhasil menciptakan lingkungan dengan tekanan yang sangat rendah, yang dikenal sebagai vakum parsial, di laboratorium. Alat seperti penyedot debu, meskipun sering digunakan sebagai analogi, sebenarnya tidak menciptakan vakum sejati; mereka bekerja dengan menciptakan perbedaan tekanan yang menarik udara dan partikel.

"Bahkan dengan analogi penyedot debu, memahami konsep vakum terasa hampir asing karena sangat bertentangan dengan cara kita hidup," kata Faherty. Pengalaman kita sebagai manusia sepenuhnya terbatas pada sebagian kecil alam semesta yang sangat padat dan dinamis. Atmosfer Bumi yang kaya akan molekul, lautan yang penuh air, dan daratan yang padat adalah lingkungan yang kita kenal dan tempat kita berinteraksi setiap hari. Oleh karena itu, sangat sulit bagi kita untuk benar-benar memahami ketiadaan atau kekosongan yang ekstrem.

"Namun kenyataannya, apa yang normal bagi kita di Bumi, sebenarnya jarang terjadi dalam konteks alam semesta, yang sebagian besarnya hampir kosong," jelas Faherty. Bumi dengan atmosfernya yang tebal, lautan, dan keanekaragaman hayati adalah sebuah anomali, sebuah "oasis" padat di tengah samudra kekosongan.

Gravitasi: Dalang di Balik Kekosongan Kosmik

Meskipun rata-rata ruang angkasa akan tetap cukup kosong bahkan tanpa adanya gravitasi — karena memang tidak banyak materi yang tersedia dibandingkan dengan volume alam semesta yang sangat luas — gravitasi memainkan peran krusial dalam memperkuat kekosongan di wilayah-wilayah tertentu. Menurut astrofisikawan teoretis dari Caltech, Cameron Hummels, kepadatan rata-rata alam semesta, berdasarkan data dari NASA, adalah sekitar 5,9 proton (artikel subatom bermuatan positif) per meter kubik. Angka ini sangat kecil jika dibandingkan dengan kerapatan udara di permukaan Bumi, yang mengandung triliunan molekul per sentimeter kubik.

Gravitasi kemudian bekerja sebagai "penarik" utama. "Pada dasarnya, dua benda bermassa akan saling tarik menarik. Itulah gravitasi. Dengan kata lain, materi suka berada di sekitar materi lain," kata Faherty. Di luar angkasa, gravitasi menarik benda-benda di dekatnya agar lebih dekat satu sama lain. Ketika materi-materi ini berkumpul, massa kolektif mereka meningkat. Semakin besar massa suatu objek atau kumpulan objek, semakin kuat pula tarikan gravitasi yang dapat mereka hasilkan untuk menarik lebih banyak materi ke dalam "gumpalan kosmik" mereka.

"Massa meningkat, lalu tarikan gravitasi, lalu massa. Ini efek pelarian," kata Hummels, menggambarkan sebuah siklus umpan balik positif yang terus-menerus. Proses ini adalah inti dari pembentukan struktur besar di alam semesta. Dari kumpulan materi awal yang relatif homogen, gravitasi mulai menarik partikel-partikel terkecil. Sedikit demi sedikit, gumpalan-gumpalan ini tumbuh, menjadi semakin besar dan padat, yang pada gilirannya menarik lebih banyak materi lagi. Proses inilah yang akhirnya membentuk asteroid, planet, bintang, tata surya, galaksi, hingga gugusan galaksi yang kita amati saat ini.

Ketika titik-titik panas gravitasi ini menarik materi di dekatnya, ruang di antara mereka menjadi kosong, menciptakan apa yang dikenal sebagai kekosongan kosmik atau "voids". Kekosongan ini bukan sekadar ruang kosong; mereka adalah wilayah yang secara aktif "dibersihkan" dari materi oleh gravitasi, yang menarik semua substansi yang ada menuju struktur-struktur padat di sekitarnya.

Evolusi Alam Semesta dari Big Bang hingga Kekosongan Modern

Namun, alam semesta tidak berawal seperti itu. Setelah peristiwa Big Bang, sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu, alam semesta berada dalam kondisi yang sangat berbeda. Materi di alam semesta tersebar jauh lebih merata, hampir seperti kabut atau sup plasma yang sangat panas dan padat. Pada tahap awal ini, tidak ada bintang, galaksi, atau kekosongan yang jelas. Alam semesta adalah tempat yang relatif homogen.

"Selama miliaran tahun, gravitasi telah mengumpulkan materi tersebut menjadi asteroid, planet, bintang, Tata Surya, dan galaksi, dan menyisakan kekosongan ruang antarplanet, antarbintang, dan antargalaksi di antara mereka," jelas Hummels. Proses ini, yang dikenal sebagai pembentukan struktur, dimulai dari fluktuasi kepadatan kuantum yang sangat kecil pada alam semesta awal. Sedikit saja perbedaan kepadatan ini diperkuat oleh gravitasi, membentuk benih-benih struktur yang akan datang.

Materi gelap, sebuah bentuk materi yang tidak berinteraksi dengan cahaya tetapi memiliki massa dan gravitasi, juga memainkan peran penting dalam proses ini. Materi gelap membentuk "kerangka" gravitasi di mana materi normal (baryonic) dapat berkumpul. Hasil akhirnya adalah "jaringan kosmik" raksasa, sebuah struktur berskala besar yang terdiri dari filamen-filamen padat berisi galaksi dan gugus galaksi, yang mengelilingi dan memisahkan wilayah-wilayah kekosongan yang sangat besar. Voids ini bisa membentang ratusan juta tahun cahaya, hampir tidak memiliki galaksi atau materi.

Kekosongan yang Tidak Sepenuhnya Kosong

Meskipun disebut "hampa" atau "kosong", bahkan ruang hampa yang paling ekstrem pun tidak sepenuhnya murni. Di antara galaksi-galaksi, di dalam ruang antargalaksi, terdapat kurang dari satu atom dalam setiap meter kubik. Ini berarti ruang antargalaksi tidak sepenuhnya kosong; ia masih mengandung atom hidrogen dan helium yang terionisasi, sinar kosmik, dan partikel-partikel subatom lainnya. Namun, materi di dalamnya jauh lebih sedikit daripada ruang hampa mana pun yang dapat disimulasikan manusia di laboratorium di Bumi. Vakum tertinggi yang dapat dicapai di Bumi masih mengandung miliaran molekul per sentimeter kubik, jauh lebih padat daripada ruang antargalaksi.

Selain materi biasa, alam semesta juga dipenuhi dengan materi gelap dan energi gelap. Materi gelap menyusun sekitar 27% dari total massa-energi alam semesta, dan energi gelap, kekuatan misterius yang mendorong percepatan ekspansi alam semesta, menyumbang sekitar 68%. Keduanya tersebar di seluruh ruang angkasa, termasuk di dalam kekosongan, meskipun dalam konsentrasi yang sangat rendah di daerah void.

Ekspansi Alam Semesta dan Masa Depan Kekosongan

Alam semesta terus mengembang, dan laju ekspansinya bahkan semakin cepat akibat pengaruh energi gelap. Ekspansi ini memastikan bahwa kosmos sebagian besar akan tetap kosong. Saat alam semesta mengembang, ruang di antara galaksi-galaksi (yang tidak terikat secara gravitasi) akan terus meregang, menjauhkan mereka satu sama lain. Hal ini secara efektif memperbesar volume kekosongan di antara struktur-struktur kosmik yang padat.

"Kedengarannya sangat sepi," kata Faherty, merujuk pada gambaran alam semesta yang semakin kosong dan dingin di masa depan jauh. Seiring waktu, bintang-bintang akan kehabisan bahan bakar dan mati, galaksi-galaksi akan bergabung, dan alam semesta akan menjadi tempat yang semakin gelap dan tersebar. Kekosongan akan menjadi norma, sementara gugusan materi akan menjadi semakin langka dan terisolasi.

Pada akhirnya, pemahaman tentang mengapa luar angkasa hampa udara membawa kita pada apresiasi yang lebih dalam terhadap skala dan dinamika alam semesta. Kekosongan kosmik bukanlah sekadar "tidak ada apa-apa," melainkan hasil dari interaksi fundamental antara materi dan gravitasi, sebuah bukti evolusi alam semesta dari kondisi yang padat dan homogen menjadi struktur-struktur megah yang terpisah oleh hamparan kekosongan yang luas dan dingin. Ini adalah pengingat bahwa Bumi, dengan kehidupannya yang padat dan bersemangat, adalah sebuah keajaiban yang langka di tengah samudra kehampaan kosmik yang tak terbatas.

Mengapa Luar Angkasa Hampa Udara? Pemahaman Mendalam tentang Kekosongan Kosmik

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *