
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) secara terang-terangan mengungkapkan adanya kekurangan pagu anggaran yang sangat signifikan untuk tahun fiskal 2026. Defisit anggaran ini, yang mencapai Rp 12,6 triliun, dianggap krusial untuk memastikan kelanjutan dan akselerasi pembangunan infrastruktur digital vital, termasuk Base Transceiver Station (BTS) dan operasional Pusat Data Nasional (PDN), serta berbagai program strategis lainnya yang menopang agenda transformasi digital Indonesia.
Pengungkapan kebutuhan anggaran mendesak ini disampaikan dalam Rapat Kerja antara Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) beserta jajarannya dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Rapat yang berlangsung pada Senin, 7 Juli 2025, di Gedung DPR RI, menjadi forum penting bagi Komdigi untuk memaparkan proyeksi dan urgensi kebutuhan anggaran tahun depan. Selain jajaran Komdigi, rapat tersebut juga dihadiri oleh perwakilan lembaga independen yang berada di bawah naungan Kementerian Komdigi, yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Komisi Informasi Pusat (KIP), serta Dewan Pers, menunjukkan komitmen Komdigi dalam mendukung ekosistem informasi yang sehat dan bertanggung jawab.
Sekretaris Jenderal Kementerian Komdigi, Ismail, dalam pemaparannya yang rinci, menjelaskan bahwa berdasarkan surat bersama dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Komdigi mendapatkan pagu indikatif untuk tahun anggaran 2026 sebesar Rp 7,75 triliun. Angka ini terdiri dari sumber rupiah murni sebesar Rp 2,9 triliun, ditambah beberapa alokasi anggaran lainnya yang telah masuk dalam pagu indikatif tersebut. Namun, setelah melakukan koordinasi internal yang mendalam dengan seluruh unit kerja Komdigi serta masukan dari lembaga-lembaga independen di bawah naungan kementerian, terungkap bahwa pagu indikatif tersebut jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan riil program-program prioritas di tahun 2026.
"Untuk kebutuhan 2026 kami sudah mendapatkan masukan dari seluruh unit kerja, kebutuhan Komdigi ini ada di angka Rp 20,3 triliun, sehingga dibutuhkan kekurangan anggaran Rp 12,6 triliun," ungkap Ismail. Angka ini menyoroti jurang yang sangat lebar antara alokasi indikatif yang diberikan dengan kebutuhan riil untuk mewujudkan visi digital Indonesia yang inklusif dan merata. Kekurangan anggaran sebesar Rp 12,6 triliun tersebut, lanjut Ismail, nantinya akan dialokasikan untuk empat program prioritas utama yang menjadi tulang punggung pembangunan digital nasional.
Program pertama adalah pengembangan dan penguatan infrastruktur digital, yang membutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp 7,7 triliun. Program ini merupakan fondasi vital bagi konektivitas nasional, terutama dalam menjangkau area-area terpencil, terluar, dan terdepan (3T). Ismail merinci bahwa dana tersebut akan digunakan untuk berbagai inisiatif, termasuk pengembangan BTS dan akses internet berbasis teresterial. Ini berarti akan ada fokus signifikan pada perluasan jangkauan infrastruktur darat untuk memastikan konektivitas yang stabil. Selain itu, anggaran juga dialokasikan untuk pemeliharaan BTS 4G, baik di wilayah Papua maupun non-Papua, pemeliharaan akses internet di fasilitas publik seperti sekolah dan puskesmas, operasional satelit multifungsi Satria-1 yang berperan dalam pemerataan akses internet di daerah terpencil, serta penyediaan layanan publik digital yang berkualitas. Tanpa infrastruktur yang memadai, cita-cita pemerataan akses digital dan pengurangan kesenjangan digital akan sulit tercapai, menghambat pertumbuhan ekonomi digital dan akses masyarakat terhadap informasi serta layanan esensial.
Prioritas kedua adalah program pengembangan dan penguatan ekosistem digital, yang membutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp 2,7 triliun. Ismail menjelaskan bahwa untuk program ini, kebutuhan anggaran yang diidentifikasi mencapai Rp 3,1 triliun, namun saat ini hanya tersedia Rp 412 miliar. Kekurangan anggaran ini sangat krusial untuk pemeliharaan operasional Pusat Data Nasional (PDN) dan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Keberadaan PDN sangat vital untuk menjaga kedaulatan data negara, efisiensi layanan publik berbasis digital, serta keamanan siber nasional. Selain itu, anggaran ini juga akan dialokasikan untuk pemeliharaan operasional Tata Kelola Pengendalian Penyelenggara Sistem Elektronik (TKPPSE) atau sistem pengawasan ruang digital, yang mencakup penanganan konten ilegal, penyelenggaraan pengawasan aktivitas dan transaksi elektronik, serta dukungan pengawasan ruang digital secara komprehensif. Aspek penting lainnya dalam program ini adalah pelatihan dan literasi digital untuk anak-anak dan kelompok rentan, guna meningkatkan kapasitas dan keamanan mereka dalam berinteraksi di ruang digital. Tidak hanya itu, anggaran juga akan mendukung program Digital Talent Scholarship (DTS) serta beasiswa S2 dan S3 di bidang digital, yang merupakan investasi jangka panjang untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) digital unggul yang mampu mendorong inovasi dan kompetisi di era digital.
Selanjutnya, program komunikasi publik dan media, meski dengan alokasi yang relatif lebih kecil, memegang peranan krusial dalam menyosialisasikan kebijakan, program, serta mengedukasi masyarakat tentang pemanfaatan teknologi digital secara positif dan aman. Ismail menyatakan bahwa kebutuhan anggaran untuk program ini belum tersedia dalam pagu indikatif, yang nantinya akan digunakan untuk pengelolaan komunikasi publik yang efektif dan menyasar berbagai lapisan masyarakat. Efektivitas komunikasi publik Komdigi sangat menentukan tingkat adopsi dan partisipasi masyarakat dalam agenda transformasi digital.
Terakhir, program dukungan manajemen membutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp 1,7 triliun. Dari kebutuhan total Rp 3,7 triliun untuk program ini, Komdigi baru memiliki pagu indikatif sebesar Rp 1,8 triliun. Anggaran ini akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar operasional kementerian, termasuk gaji dan tunjangan pegawai, serta berbagai hal yang sifatnya manajerial untuk menjalankan fungsi-fungsi pengawasan, administrasi, dan dukungan lainnya yang memastikan seluruh roda birokrasi Komdigi berjalan efisien dan efektif. Dukungan manajemen adalah tulang punggung operasional kementerian, memastikan seluruh program prioritas dapat dilaksanakan dengan baik.
Selain kebutuhan internal Komdigi, Ismail juga memaparkan kebutuhan anggaran untuk lembaga-lembaga independen di bawah naungan kementerian. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, yang berperan penting dalam mengawasi konten penyiaran dan memastikan standar etika media terpenuhi, memiliki pagu indikatif sebesar Rp 28,7 miliar, namun membutuhkan Rp 57,9 miliar, sehingga kekurangan anggaran mencapai Rp 29,2 miliar. Komisi Informasi Pusat (KIP), yang bertugas menjamin hak publik atas informasi dan memastikan transparansi lembaga publik, mendapatkan pagu indikatif Rp 24,6 miliar dari kebutuhan Rp 49,8 miliar, mengakibatkan kekurangan Rp 25,1 miliar. Sementara itu, Dewan Pers, yang menjaga kebebasan pers dan mengembangkan profesionalisme wartawan, hanya memperoleh pagu indikatif Rp 13,1 miliar dari kebutuhan Rp 70,1 miliar, yang berarti kekurangan anggaran sebesar Rp 56,9 miliar. Kebutuhan anggaran lembaga-lembaga ini sangat vital untuk menjaga independensi dan efektivitas mereka dalam menjalankan mandat konstitusionalnya, yang pada akhirnya berkontribusi pada ekosistem demokrasi dan informasi yang sehat.
Menkomdigi Meutya Hafid menegaskan kembali pentingnya tambahan anggaran ini dalam penutup rapat. "Pagu indikatif tahun anggaran 2026, memang ada kekurangan sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Sekjen terkait program-program prioritas pengembangan dan penguatan infrastruktur digital, pengembangan dan penguatan ekosistem digital, komunikasi publik dan media, dan dukungan manajemen. Demikian kami sampaikan kepada para pimpinan Komisi I," pungkas Menkomdigi. Pernyataan Menkomdigi ini menggarisbawahi urgensi permintaan tambahan anggaran, bukan sebagai permintaan semata, melainkan sebagai investasi strategis untuk masa depan digital Indonesia yang berdaya saing dan inklusif.
Defisit anggaran yang signifikan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kelanjutan program-program prioritas Komdigi yang vital bagi agenda transformasi digital nasional. Tanpa tambahan anggaran yang memadai, pembangunan infrastruktur digital berisiko melambat, kesenjangan digital antar wilayah mungkin akan semakin melebar, dan upaya penguatan ekosistem digital, termasuk keamanan siber dan pengembangan SDM, akan terhambat. Hal ini berpotensi berdampak pada efisiensi layanan publik, pertumbuhan ekonomi digital, serta kapasitas Indonesia dalam menghadapi tantangan dan peluang di era revolusi industri 4.0. Oleh karena itu, dukungan dari Komisi I DPR RI serta koordinasi lintas kementerian, terutama dengan Kementerian Keuangan dan Bappenas, menjadi sangat krusial untuk memastikan bahwa kebutuhan anggaran Komdigi dapat terpenuhi. Keputusan akhir terkait alokasi anggaran ini akan sangat menentukan arah dan kecepatan pembangunan infrastruktur serta ekosistem digital Indonesia di tahun-tahun mendatang.