Misteri Laut Terdalam: Gunung Bawah Laut Dua Kali Burj Khalifa Ditemukan di Lepas Pantai Guatemala

Misteri Laut Terdalam: Gunung Bawah Laut Dua Kali Burj Khalifa Ditemukan di Lepas Pantai Guatemala

Lautan luas kita, dengan kedalamannya yang tak terduga, terus menyimpan rahasia dan keajaiban yang menantang pemahaman manusia. Jauh di bawah permukaan yang tenang, tersembunyi topografi yang kompleks dan beragam, termasuk pegunungan, lembah, dan ngarai yang skalanya dapat menyaingi bentang alam di daratan. Salah satu misteri terbesar adalah keberadaan gunung-gunung bawah laut, atau yang secara ilmiah disebut ‘seamount’, yang banyak di antaranya belum pernah terjamah atau bahkan terpetakan oleh manusia. Namun, berkat teknologi canggih dan dedikasi para penjelajah samudra, tirai misteri itu perlahan-lahan tersingkap.

Salah satu penemuan paling mencengangkan baru-baru ini datang dari Schmidt Ocean Institute (SOI), sebuah organisasi nirlaba yang berdedikasi untuk memajukan eksplorasi dan penelitian samudra. Dalam salah satu ekspedisi penelitian rutinnya pada musim panas tahun 2023, tim ilmuwan di atas kapal riset Falkor (RV Falkor) membuat penemuan yang luar biasa. Menggunakan alat pindai sonar canggih jenis EM124 multibeam echosounder, mereka berhasil mendeteksi keberadaan gunung bawah laut raksasa di lepas pantai Guatemala, sebuah wilayah yang sebelumnya belum terpetakan secara rinci.

Gunung bawah laut yang ditemukan memiliki tinggi menjulang sekitar 1.600 meter dari dasar laut, dengan luas area mencapai 14 kilometer persegi. Fakta yang paling mencengangkan adalah perbandingannya dengan struktur buatan manusia tertinggi di dunia, Gedung Burj Khalifa di Dubai. Dengan tinggi sekitar 830 meter hingga ujung antenanya, Burj Khalifa adalah simbol ketinggian arsitektur modern. Bayangkan sebuah gunung yang tingginya dua kali lipat dari Burj Khalifa, tersembunyi di kedalaman samudra. Gunung laut ini sendiri berada di lautan dengan kedalaman sekitar 2.400 meter. Ini berarti puncak gunung tersebut masih berada 800 meter di bawah permukaan laut, menjadikannya ‘harta karun’ tersembunyi yang tak kasat mata dari atas. Penemuan ini menunjukkan betapa banyak topografi bawah laut yang masih belum terungkap, bahkan di era teknologi modern sekalipun.

Lokasi persis penemuan ini adalah sekitar 84 mil laut di luar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Guatemala. Zona Ekonomi Eksklusif adalah area laut di mana suatu negara memiliki hak berdaulat untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam, baik hayati maupun non-hayati. Berada di luar ZEE menunjukkan bahwa gunung laut ini berada di perairan internasional, menyoroti pentingnya upaya pemetaan global yang tidak terbatas pada batas-batas wilayah negara.

Wendy Schmidt, Cofounder dan Presiden Schmidt Ocean Institute, mengungkapkan kegembiraannya atas penemuan ini. "Pada setiap ekspedisi, mereka yang naik Falkor menemukan yang tidak diduga, menginspirasi, dan baru," ujarnya. Pernyataannya mencerminkan filosofi SOI untuk terus mendorong batas-batas eksplorasi dan membuka mata dunia terhadap keajaiban yang tersembunyi di kedalaman.

Secara ilmiah, struktur geologis ini dikenal sebagai ‘seamount’ atau gunung laut. Seamount adalah struktur yang terbentuk dari dasar laut yang naik secara signifikan tetapi tidak mencapai permukaan air. Sebagian besar seamount adalah gunung berapi yang sudah tidak aktif atau gunung berapi yang dulunya aktif namun kini telah mati, terbentuk dari aktivitas vulkanik di sepanjang punggung tengah samudra atau di atas titik panas (hotspot) di kerak bumi. Seiring waktu, lempeng tektonik bergerak, membawa gunung-gunung berapi ini menjauh dari sumber panasnya dan menjadi tidak aktif. Ada pula seamount yang terbentuk dari proses tektonik lainnya, seperti pergerakan lempeng atau patahan.

Namun, terlepas dari asal-usulnya, seamount adalah ekosistem yang sangat penting dan seringkali menjadi ‘oasis’ kehidupan di tengah hamparan dasar laut yang luas. Arus laut yang bertemu dengan lereng seamount seringkali membawa nutrisi dari kedalaman ke perairan yang lebih dangkal, menciptakan lingkungan yang subur. Selain itu, permukaan yang keras dari seamount menyediakan tempat perlekatan yang ideal bagi berbagai organisme yang tidak dapat hidup di dasar laut berlumpur. Berbagai bentuk kehidupan laut dalam, mulai dari koloni koral laut dalam yang berusia ribuan tahun, spons raksasa, anemon, hingga invertebrata unik dan spesies ikan yang belum teridentifikasi, menjadikan seamount sebagai rumah mereka. Mereka menjadi hotspot keanekaragaman hayati yang mendukung jaringan makanan kompleks dan berfungsi sebagai tempat berkembang biak, mencari makan, dan berlindung bagi banyak spesies, termasuk spesies komersial penting.

"Makin banyak yang kita harus pahami seiring banyaknya penemuan, tapi masih banyak yang kita belum tahu di dalam samudra. Kami sungguh senang bisa melanjutkan penjelajahan ini," tambah Wendy Schmidt, menekankan bahwa setiap penemuan baru hanya membuka lebih banyak pertanyaan dan memicu keingintahuan untuk terus menjelajahi kedalaman yang belum terjamah.

Fakta bahwa gunung setinggi lebih dari 1,5 kilometer ini baru terdeteksi pada tahun 2023 adalah pengingat tajam akan betapa minimnya pengetahuan kita tentang topografi dasar laut. Pencitraan satelit dari NOAA Ocean Exploration memperkirakan ada lebih dari 100.000 gunung laut yang tingginya lebih dari 1.000 meter yang belum dijelajahi, apalagi dipetakan secara rinci. Tantangan dalam memetakan dasar laut sangat besar: kegelapan abadi, tekanan air yang luar biasa, dan luasnya area yang harus dicakup. Oleh karena itu, pemetaan bawah laut menjadi kunci yang sangat penting untuk memahami samudra secara menyeluruh.

Dr. Jyotika Virmani, Direktur Eksekutif SOI, menegaskan urgensi ini. "Gunung laut setinggi lebih dari 1,5 km selama ini tersembunyi di bawah lautan, menunjukkan betapa banyak hal yang belum kita temukan. Oleh karena itu peta dasar laut yang lengkap adalah hal mendasar untuk memahami samudra," katanya. Peta dasar laut yang komprehensif tidak hanya membantu kita menemukan fitur geografis baru seperti seamount, tetapi juga krusial untuk berbagai tujuan lain, mulai dari navigasi kapal, pengelolaan sumber daya perikanan, mitigasi bencana alam seperti tsunami, hingga memahami sirkulasi laut dan dampaknya terhadap iklim global.

Schmidt Ocean Institute, yang berdiri sejak tahun 2009 oleh Eric dan Wendy Schmidt, memiliki misi utama untuk mendorong penemuan ilmiah dan berbagi informasi tentang samudra secara terbuka. Kapal riset mereka, RV Falkor, adalah laboratorium bergerak canggih yang dilengkapi dengan teknologi mutakhir seperti ROV (Remotely Operated Vehicle) dan AUV (Autonomous Underwater Vehicle) serta sistem pemetaan dasar laut seperti EM124 multibeam echosounder yang digunakan dalam penemuan ini. Sejak tahun 2013, SOI telah menunjukkan komitmennya yang kuat terhadap pemetaan dasar laut, berhasil memetakan lebih dari 1,44 juta kilometer persegi dasar lautan.

SOI adalah mitra kunci dalam proyek global ambisius bernama Seabed 2030. Inisiatif ini diluncurkan oleh Nippon Foundation, sebuah yayasan filantropi Jepang, bekerja sama dengan General Bathymetric Chart of the Ocean (GEBCO), sebuah organisasi antar-pemerintah yang berfokus pada pemetaan dasar laut. Tujuan utama Seabed 2030 adalah untuk memetakan seluruh dasar laut dunia hingga tahun 2030, sebuah target yang ambisius namun sangat vital. Hingga saat ini, hanya sekitar 23% dari dasar laut dunia yang telah dipetakan dengan resolusi tinggi. Proyek ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan data tersebut dengan mengumpulkan dan mengintegrasikan semua data batimetri (kedalaman) yang ada, serta mendorong eksplorasi dan pengumpulan data baru.

Pemetaan dasar laut secara lengkap memiliki implikasi yang luas dan mendalam. Selain menemukan gunung-gunung bawah laut yang belum terpetakan, data ini esensial untuk:

  1. Navigasi dan Keselamatan Maritim: Peta yang akurat sangat penting untuk jalur pelayaran yang aman, terutama bagi kapal besar.
  2. Pengelolaan Sumber Daya: Membantu mengidentifikasi habitat ikan penting, zona mineral laut dalam, dan sumber daya lainnya untuk pengelolaan yang berkelanjutan.
  3. Pemahaman Proses Bumi: Memberikan wawasan tentang geologi bawah laut, lempeng tektonik, dan fenomena seperti gempa bumi dan tsunami.
  4. Model Iklim: Topografi dasar laut mempengaruhi arus laut, yang pada gilirannya berperan dalam regulasi iklim global dan distribusi panas di Bumi.
  5. Konservasi Laut: Mengidentifikasi dan melindungi ekosistem laut dalam yang rentan, seperti seamount dan lubang hidrotermal, yang menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati yang unik.
  6. Penemuan Ilmiah: Membuka jalan bagi penemuan spesies baru, proses biologis yang tidak biasa, dan bahkan senyawa bioaktif yang berpotensi untuk pengobatan.

Penemuan gunung laut raksasa di lepas pantai Guatemala ini hanyalah sekelumit dari misteri yang masih disembunyikan oleh lautan. Ini adalah bukti nyata bahwa meskipun kita telah mencapai kemajuan teknologi yang luar biasa, sebagian besar planet kita—terutama dunia bawah laut—masih belum terjamah dan belum sepenuhnya dipahami. Dengan komitmen dari organisasi seperti Schmidt Ocean Institute dan inisiatif global seperti Seabed 2030, masa depan eksplorasi laut tampak cerah. Setiap ekspedisi baru membuka jendela ke dunia yang sebelumnya tak terlihat, memperkaya pemahaman kita tentang planet ini dan mengingatkan kita akan tanggung jawab untuk melindunginya.

Misteri Laut Terdalam: Gunung Bawah Laut Dua Kali Burj Khalifa Ditemukan di Lepas Pantai Guatemala

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *