
Pemkot Mataram Siapkan Wihara hingga Hotel untuk Korban Banjir: Respons Tanggap Bencana Terbesar di Kota Seribu Masjid
Mataram dilanda banjir terparah dalam sejarahnya, sebuah musibah yang memaksa ribuan warga mengungsi dari rumah mereka yang terendam air bah. Dalam situasi darurat ini, Pemerintah Kota Mataram di bawah kepemimpinan Wali Kota Mohan Roliskana bergerak cepat dan inovatif, memastikan bahwa setiap warga terdampak mendapatkan tempat berlindung yang layak. Tak hanya tenda darurat, Pemkot Mataram bahkan memanfaatkan wihara hingga sejumlah hotel terdekat sebagai pusat evakuasi, menunjukkan komitmen kuat terhadap keselamatan dan kesejahteraan warganya.
Banjir yang menerjang Mataram pada Minggu malam (6/7/2025) bukanlah sekadar genangan air biasa. Ini adalah bencana hidrologi yang belum pernah terjadi sebelumnya, di mana tiga sungai utama yang melintasi kota, yaitu Sungai Jangkok, Sungai Ancar, dan Sungai Mata Air, meluap secara bersamaan. Hujan deras yang tak henti-hentinya mengguyur wilayah hulu sejak siang hari, ditambah dengan pasang air laut yang tinggi, menciptakan kombinasi mematikan yang menyebabkan debit air sungai meningkat drastis. Dalam hitungan jam, air setinggi pinggang hingga dada orang dewasa merendam permukiman padat penduduk, mengubah jalan-jalan menjadi sungai dadakan dan memaksa warga menyelamatkan diri dengan tergesa-gesa.
"Ini adalah banjir terbesar dan tertinggi yang pernah kami alami di Mataram. Debit air di beberapa kawasan yang dilalui Kota Mataram sangat besar, dan daerah-daerah di bantaran sungai terdampak semua," terang Wali Kota Mataram, Mohan Roliskana, saat meninjau langsung lokasi banjir di tengah guyuran hujan dan genangan air. Ekspresi keprihatinan jelas terpancar dari wajahnya, namun tekad untuk bertindak cepat tak luntur. Ia menekankan bahwa prioritas utama adalah evakuasi dan penyelamatan nyawa.
Respons cepat Pemkot Mataram segera terlihat di lapangan. Tim gabungan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), TNI, Polri, Basarnas, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan relawan segera diterjunkan ke titik-titik banjir. Dengan perahu karet, truk-truk tinggi, dan bahkan bantuan warga setempat, proses evakuasi dimulai di tengah kegelapan malam. Tangisan anak-anak, teriakan panik, dan raungan mesin perahu bercampur dalam suasana mencekam. Warga yang terjebak di lantai dua rumah mereka atau bahkan di atap, satu per satu dievakuasi menuju tempat yang lebih aman.
Salah satu inovasi penting dalam penanganan pengungsian kali ini adalah pemanfaatan berbagai jenis fasilitas sebagai tempat penampungan sementara. Wali Kota Mohan Roliskana secara khusus menyebutkan Wihara Avalokitesvara di Kelurahan Bertais sebagai salah satu pusat evakuasi utama. Wihara megah ini, yang dikenal sebagai salah satu pusat spiritual dan komunitas Buddha di Mataram, segera dibuka untuk menampung ratusan warga terdampak, tanpa memandang suku, agama, atau latar belakang. Ruang-ruang serbaguna, aula, dan bahkan beberapa area ibadah sementara disulap menjadi tempat istirahat darurat. Kasur lipat, selimut, dan makanan hangat segera didistribusikan kepada para pengungsi.
"Sementara kami evakuasi dahulu, yang di Riverside di wihara dan ada beberapa tempat lain juga," jelas Mohan. Keputusan untuk menggunakan wihara bukan hanya praktis dari segi kapasitas, tetapi juga mengirimkan pesan kuat tentang solidaritas dan toleransi di tengah bencana. Pengelola wihara dan umat Buddha setempat dengan sigap bahu-membahu menyiapkan segala kebutuhan, menunjukkan semangat kebersamaan yang luar biasa. Anak-anak yang sempat trauma akibat air bah, kini bisa bermain di area wihara yang aman, sementara orang dewasa mencoba menenangkan diri dan merencanakan langkah selanjutnya.
Selain wihara, Pemkot Mataram juga mengambil langkah luar biasa dengan menampung sebagian korban banjir di sejumlah hotel terdekat. Ini adalah upaya untuk memberikan kenyamanan dan privasi lebih bagi kelompok rentan, seperti lansia, ibu hamil, dan keluarga dengan bayi atau anak kecil. "Evakuasi juga ada yang di hotel yang kami tampung," tambah Mohan. Kerja sama dengan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi NTB memungkinkan ketersediaan kamar-kamar hotel untuk para pengungsi. Meskipun bersifat sementara, fasilitas hotel seperti kamar mandi pribadi, tempat tidur yang nyaman, dan suasana yang lebih tenang diharapkan dapat mengurangi beban psikologis yang dialami para korban. Biaya penginapan ditanggung sepenuhnya oleh Pemkot Mataram, dengan dukungan dari dana darurat bencana dan potensi bantuan dari sektor swasta melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Tidak hanya wihara dan hotel, Pemkot juga menyiapkan tenda darurat di sejumlah titik yang lebih aman dan tinggi. Lokasi seperti lapangan terbuka, area kompleks pemerintahan, dan halaman sekolah yang tidak terendam air, segera didirikan tenda-tenda pengungsian besar. Tenda-tenda ini dilengkapi dengan fasilitas dasar seperti toilet portabel, dapur umum, dan posko kesehatan. Distribusi logistik menjadi prioritas utama. Tim dapur umum beroperasi 24 jam nonstop, menyiapkan ribuan porsi makanan siap saji yang didistribusikan secara berkala kepada semua pengungsi, baik di tenda, wihara, maupun hotel.
Logistik lain yang disiapkan meliputi air bersih, pakaian layak pakai, selimut, perlengkapan kebersihan pribadi (sabun, sikat gigi, pembalut), popok bayi, dan obat-obatan dasar. Dinas Kesehatan Kota Mataram juga mendirikan posko-posko kesehatan di setiap titik pengungsian untuk menangani keluhan kesehatan umum seperti flu, demam, diare, dan masalah kulit akibat air kotor. Dukungan psikososial juga diberikan, terutama bagi anak-anak dan orang dewasa yang menunjukkan tanda-tanda trauma pasca-bencana. Para psikolog dan konselor relawan dikerahkan untuk memberikan pendampingan.
Banjir kali ini memang menyasar banyak titik krusial di Mataram. Kawasan-kawasan seperti Perumahan Riverside, Selagalas, Kekalek, Bertais, Abian Tubuh, Lingkungan Sweta Timur, dan Lingkungan Mayura adalah beberapa area yang paling parah terdampak. Kemudian, Lingkungan Gedur Kelurahan Abian Tubuh Baru, BTN Sweta, lingkungan di belakang Wihara Avalokitesvara Kelurahan Bertais, Lingkungan Pengempel Indah, dan Lingkungan Kebon Duren hingga Selagalas, semuanya merasakan dampak langsung dari luapan sungai dan genangan air yang tinggi. Akses jalan terputus di banyak lokasi, membuat tim evakuasi harus bekerja ekstra keras untuk mencapai warga yang terjebak.
Sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golongan Karya (Golkar), Mohan Roliskana juga mengajak seluruh elemen masyarakat, partai politik, organisasi kemasyarakatan, dan sektor swasta untuk bersatu padu membantu korban banjir. "Ini adalah saatnya kita menunjukkan solidaritas sebagai warga Mataram. Bersama-sama, kita akan melewati masa sulit ini dan bangkit lebih kuat," serunya. Ajakan ini disambut positif, dengan berbagai pihak segera membuka posko bantuan dan menggalang donasi.
Ke depan, Pemkot Mataram tidak hanya fokus pada penanganan darurat, tetapi juga mulai merencanakan langkah-langkah pemulihan pasca-banjir dan mitigasi bencana jangka panjang. Evaluasi menyeluruh terhadap sistem drainase kota akan dilakukan, serta normalisasi sungai-sungai yang meluap. Pembangunan tanggul dan peningkatan kapasitas resapan air juga menjadi agenda penting untuk mencegah terulangnya bencana serupa di masa mendatang. Sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan sungai dan lingkungan juga akan digencarkan.
Mohan Roliskana memastikan bahwa pendataan korban dan kerugian sedang dilakukan secara akurat untuk memastikan bantuan yang tepat sasaran dan proses rehabilitasi-rekonstruksi dapat berjalan lancar. "Kami akan pastikan tidak ada warga kami yang terlewatkan. Setiap keluarga akan kami bantu untuk kembali ke rumah mereka dan memulai hidup normal kembali," tegasnya. Banjir ini mungkin meninggalkan luka mendalam bagi ribuan warga Mataram, namun respons cepat dan inovatif dari Pemkot Mataram, ditambah dengan semangat gotong royong masyarakat, memberikan harapan bahwa Kota Mataram akan segera pulih dan menjadi lebih tangguh dalam menghadapi tantangan di masa depan.
