
Penjualan mobil listrik global, termasuk mobil plug-in hybrid (PHEV), mencatat lonjakan signifikan sebesar 24 persen pada Juni 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Data terbaru dari firma riset pasar terkemuka, Rho Motion, menunjukkan bahwa total penjualan kendaraan listrik (EV) di seluruh dunia mencapai angka impresif 1,8 juta unit dalam satu bulan tersebut, menandai percepatan yang kuat dalam transisi menuju mobilitas berkelanjutan. Angka ini tidak hanya mencerminkan minat konsumen yang terus meningkat, tetapi juga hasil dari kebijakan pemerintah yang mendukung dan inovasi teknologi yang pesat di sektor otomotif. Lonjakan penjualan ini terutama didorong oleh pasar-pasar kunci seperti China dan Eropa, yang secara konsisten menunjukkan komitmen kuat terhadap elektrifikasi armada kendaraan mereka.
China, sebagai pasar otomotif terbesar di dunia dan pionir dalam adopsi EV, sekali lagi menjadi lokomotif utama pertumbuhan. Pada Juni 2025, penjualan mobil listrik di Negeri Tirai Bambu tersebut melonjak tajam 28% dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya, mencapai 1,11 juta kendaraan. Angka ini mengukuhkan dominasi China dalam peta jalan elektrifikasi global, di mana pemerintahnya telah lama memberikan insentif substansial, baik dalam bentuk subsidi langsung, pembebasan pajak, maupun kebijakan preferensial seperti akses plat nomor yang lebih mudah bagi kendaraan listrik dibandingkan kendaraan konvensional. Ekosistem EV di China juga sangat matang, dengan jaringan pengisian daya yang luas, persaingan ketat antar produsen lokal seperti BYD, Nio, Xpeng, dan Li Auto, serta fokus pada inovasi teknologi baterai dan perangkat lunak kendaraan. Keberadaan rantai pasokan EV yang terintegrasi dari hulu ke hilir juga memberikan keunggulan kompetitif bagi China.
Meskipun sempat ada laporan mengenai potensi perlambatan akibat habisnya beberapa skema subsidi di kota-kota tertentu, Manajer Data Rho Motion, Charles Lester, optimis terhadap prospek pasar China. "Ada laporan selama beberapa bulan terakhir tentang potensi perlambatan di China karena beberapa kota kehabisan subsidi," ujar Lester. Namun, ia menambahkan, "secara keseluruhan, kami memperkirakan semester kedua akan ada lebih banyak subsidi yang tersedia." Proyeksi ini mengindikasikan bahwa China akan terus menjadi pendorong utama pertumbuhan volume penjualan mobil listrik global, dengan ekspektasi peningkatan signifikan menjelang akhir tahun, seiring dengan upaya pemerintah untuk terus menstimulasi pasar dan menjaga momentum elektrifikasi.
Baca Juga:
- Suzuki Siapkan Gebrakan Mobil Listrik e-Vitara di GIIAS 2025: Momen Penting Transformasi Suzuki di Indonesia.
- Wuling Air EV Terbakar Hebat di Bandung, Insiden Viral Guncang Persepsi Keamanan Mobil Listrik di Indonesia
- BYD Seagull Siap Menggebrak Pasar Mobil Listrik Indonesia: Detail Spesifikasi, Teknologi Unggul, dan Strategi Harga Kompetitif.
- Sachsenring Memanggil: Antusiasme Puncak MotoGP Jerman 2025, Mampukah Marc Marquez Perkokoh Takhtanya?
- Pungli ‘Hantu’ di Balik Truk ODOL: Beban Rp 150 Juta per Tahun dan Kerugian Triliunan Rupiah Logistik Nasional
Di benua Eropa, transisi menuju kendaraan listrik juga berlangsung pesat, didorong oleh regulasi emisi yang ketat dari Uni Eropa dan kesadaran lingkungan yang tinggi di kalangan konsumen. Pada Juni 2025, Eropa mencatat peningkatan penjualan EV sebesar 23% dibandingkan tahun lalu, mencapai sekitar 390.000 unit. Pasar-pasar utama seperti Jerman, Prancis, Inggris, dan Spanyol terus memimpin adopsi, didukung oleh berbagai insentif bagi pembeli ritel dan armada, seperti potongan harga pembelian, insentif pajak, dan akses ke zona emisi rendah di perkotaan. Jaringan pengisian daya di seluruh Eropa juga terus berkembang pesat, mengurangi kekhawatiran konsumen terkait "range anxiety" atau kecemasan jarak tempuh.
Salah satu fenomena menarik di pasar Eropa adalah peningkatan kehadiran dan pangsa pasar merek-merek kendaraan listrik dari China. Menurut Charles Lester, kendaraan listrik dari merek-merek China, termasuk raksasa seperti BYD, kini menguasai pangsa pasar yang signifikan di Eropa dan menjadi motor penggerak pertumbuhan di pasar-pasar berkembang. Keunggulan harga dan inovasi teknologi yang ditawarkan oleh produsen China, ditambah dengan portofolio model yang semakin beragam mulai dari hatchback kompak hingga SUV mewah, telah menarik minat konsumen Eropa yang mencari opsi kendaraan listrik yang lebih terjangkau namun tetap berkualitas. Ini juga mendorong produsen otomotif tradisional Eropa untuk mempercepat strategi elektrifikasi mereka dan menawarkan model yang lebih kompetitif. Insentif yang ditujukan bagi pembeli ritel dan armada di pasar-pasar utama seperti Jerman dan Spanyol, di samping meningkatnya ketersediaan kendaraan listrik yang lebih terjangkau, diperkirakan dapat mendukung penjualan mobil listrik hingga paruh kedua tahun ini.
Berbanding terbalik dengan tren positif di China dan Eropa, pasar Amerika Utara menunjukkan perlambatan yang mencolok. Penjualan mobil listrik di wilayah ini turun 9% pada Juni 2025, dengan total lebih dari 140.000 unit. Secara spesifik, Amerika Serikat, pasar mobil terbesar kedua di dunia, mencatat penurunan penjualan EV sebesar 1% pada bulan tersebut. Perlambatan di AS dipercaya akan kesulitan untuk pulih tahun ini, terutama setelah rancangan undang-undang belanja yang diusulkan oleh Presiden Donald Trump memotong kredit pajak lebih cepat. Kebijakan ini, jika diberlakukan, dapat secara signifikan mengurangi daya tarik finansial bagi konsumen yang ingin beralih ke kendaraan listrik, mengingat harga beli EV yang masih cenderung lebih tinggi dibandingkan kendaraan konvensional.
Selain potensi pemotongan kredit pajak, produsen mobil global juga menghadapi tantangan besar berupa tarif impor sebesar 25 persen di Amerika Serikat. Tarif ini berpotensi menaikkan harga kendaraan listrik impor secara substansial, membatasi pilihan konsumen, dan mengurangi daya saing model-model asing di pasar AS. Kebijakan proteksionis semacam ini, meskipun bertujuan untuk mendukung produksi domestik, dapat menghambat laju adopsi EV secara keseluruhan jika tidak diimbangi dengan insentif dan infrastruktur yang kuat. Faktor lain yang turut berkontribusi pada perlambatan di AS meliputi kekhawatiran konsumen terkait ketersediaan infrastruktur pengisian daya yang belum merata, harga kendaraan listrik yang masih dianggap tinggi oleh sebagian besar segmen pasar, serta persaingan ketat dari kendaraan bermesin pembakaran internal (ICE) yang masih dominan dan seringkali ditawarkan dengan harga yang lebih kompetitif. Budaya otomotif Amerika yang sangat bergantung pada truk pikap dan SUV besar, yang elektrifikasinya masih dalam tahap awal dan mahal, juga menjadi tantangan tersendiri.
Di luar dinamika regional, pertumbuhan global kendaraan listrik didorong oleh beberapa faktor fundamental yang lebih luas. Pertama, dorongan global untuk mengurangi emisi karbon dan memerangi perubahan iklim telah mendorong pemerintah di seluruh dunia untuk menetapkan target ambisius untuk elektrifikasi transportasi, seringkali melalui regulasi emisi yang ketat dan insentif fiskal. Kedua, kemajuan pesat dalam teknologi baterai telah meningkatkan jangkauan (range) kendaraan listrik, mengurangi waktu pengisian daya, dan secara bertahap menurunkan biaya produksi, menjadikannya lebih kompetitif dibandingkan kendaraan konvensional dalam hal biaya operasional jangka panjang. Ketiga, kesadaran konsumen akan manfaat lingkungan dan ekonomi dari EV semakin meningkat, didukung oleh kampanye informasi dan pengalaman positif dari pengguna awal.
Meskipun tren pertumbuhan tampak kuat, industri kendaraan listrik tidak luput dari tantangan. Isu-isu seperti ketersediaan dan harga bahan baku baterai, pengembangan infrastruktur pengisian daya yang memadai secara global, serta volatilitas kebijakan pemerintah di beberapa negara, tetap menjadi perhatian utama. Transisi menuju EV juga memerlukan investasi besar dalam pembangunan pabrik baru, pelatihan tenaga kerja, dan pengembangan teknologi daur ulang baterai. Selain itu, adopsi massal kendaraan listrik juga sangat bergantung pada edukasi konsumen dan penyediaan model yang sesuai dengan berbagai segmen pasar, dari kendaraan perkotaan yang ringkas hingga SUV dan truk listrik yang mampu memenuhi kebutuhan beragam.
Namun, prospek jangka panjang industri EV tetap cerah. Inovasi terus berlanjut, dengan pengembangan baterai solid-state yang menjanjikan jangkauan lebih jauh dan pengisian lebih cepat, peningkatan efisiensi motor listrik, dan integrasi kendaraan ke dalam jaringan pintar (smart grids) untuk manajemen energi yang lebih baik. Produsen otomotif tradisional pun semakin gencar berinvestasi besar-besaran dalam elektrifikasi, meluncurkan puluhan model baru setiap tahun untuk bersaing dengan pemain murni EV dan merebut pangsa pasar yang terus berkembang. Transformasi ini bukan hanya tentang kendaraan, tetapi juga tentang perubahan fundamental dalam ekosistem otomotif global, dari rantai pasokan hingga model bisnis penjualan dan layanan purna jual. Perusahaan-perusahaan energi, penyedia infrastruktur, dan sektor teknologi juga turut berperan aktif dalam membentuk masa depan mobilitas listrik.
Secara keseluruhan, data penjualan mobil listrik pada Juni 2025 dari Rho Motion menegaskan bahwa momentum transisi energi di sektor transportasi terus berlanjut dengan kecepatan tinggi. Meskipun ada perbedaan signifikan dalam laju adopsi antar wilayah, terutama dengan tantangan yang dihadapi Amerika Utara, keberhasilan China dan Eropa dalam mendorong elektrifikasi menunjukkan bahwa masa depan mobilitas global semakin condong ke arah listrik. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, inovasi berkelanjutan, dan investasi pada infrastruktur, industri kendaraan listrik siap untuk mencapai volume penjualan yang jauh lebih besar di tahun-tahun mendatang, mewujudkan visi transportasi yang lebih bersih, efisien, dan berkelanjutan bagi dunia.
