
Perayaan ulang tahun ke-18 bintang muda Barcelona, Lamine Yamal, yang seharusnya menjadi momen penuh suka cita, justru berujung pada gelombang kecaman dan ancaman tindakan hukum. Kontroversi ini mencuat setelah terungkapnya penggunaan individu dengan dwarfisme sebagai bagian dari elemen hiburan dalam pesta mewah tersebut, sebuah praktik yang dengan keras dikecam sebagai "eksploitasi" oleh Asosiasi Penyandang Akondroplasia dan Displasia Skeletal dengan Dwarfisme (ADEE) Spanyol.
Yamal, salah satu talenta paling bersinar di kancah sepak bola dunia dan penggawa Tim Nasional Spanyol, genap berusia 18 tahun pada Minggu, 13 Juli 2025. Untuk merayakan tonggak penting dalam hidupnya ini, ia menggelar pesta akbar di salah satu resor mewah dan eksklusif di Barcelona. Acara tersebut dihadiri oleh lebih dari 250 tamu undangan, mulai dari rekan setimnya di Barcelona, staf pelatih, agen, keluarga, hingga teman-teman terdekat. Suasana pesta dirancang sedemikian rupa untuk menjaga privasi, dengan para tamu dilarang keras untuk merekam atau mengambil foto selama acara berlangsung. Protokol ketat ini bertujuan untuk memastikan bahwa momen personal Yamal tetap terjaga dari sorotan publik yang berlebihan.
Namun, kendati upaya penjagaan privasi yang ketat, beberapa foto dan cuplikan singkat dari pesta tersebut berhasil bocor dan tersebar luas di media sosial, memicu kegaduhan yang tidak terduga. Gambar-gambar yang beredar itu memperlihatkan gemerlap dan kemewahan acara, namun salah satu foto secara spesifik menjadi pemicu utama kontroversi. Foto tersebut menampilkan beberapa individu dengan dwarfisme yang terlihat berinteraksi dan menjadi bagian dari atraksi hiburan di pesta tersebut. Kehadiran mereka dalam konteks hiburan inilah yang kemudian memicu reaksi keras dari ADEE Spanyol.
ADEE, sebuah organisasi yang secara aktif memperjuangkan hak-hak dan martabat individu dengan akondroplasia dan displasia rangka lainnya dengan dwarfisme di Spanyol, segera mengeluarkan pernyataan resmi yang sangat tajam. Mereka menuding Yamal dan pihak penyelenggara pesta telah menggunakan orang-orang mini semata-mata sebagai "pertunjukan hiburan," sebuah tindakan yang mereka nilai sebagai bentuk eksploitasi yang tidak dapat diterima. Organisasi tersebut menyatakan bahwa praktik semacam ini melanggengkan stereotip usang dan merendahkan yang telah lama melekat pada komunitas dwarfisme, merusak citra mereka, dan secara langsung memicu diskriminasi.
"Pada acara ulang tahun pesepakbola muda tersebut, seorang tokoh terkemuka dalam olahraga Spanyol, penyandang dwarfisme dipekerjakan semata-mata untuk kegiatan hiburan dan promosi," demikian isi pernyataan resmi ADEE Spanyol yang diunggah di platform media sosial mereka, lengkap dengan tautan menuju rilis pers lengkap. Pernyataan itu tidak berhenti di situ. ADEE menegaskan bahwa tindakan tersebut sangat "tidak dapat ditoleransi" karena secara fundamental melanggar etika dan prinsip-prinsip hak asasi manusia. "ADEE menganggap praktik semacam ini tidak dapat ditoleransi karena melanggengkan stereotip, memicu diskriminasi, dan merusak citra serta hak-hak penyandang akondroplasia atau displasia skeletal lainnya, serta semua penyandang disabilitas," tegas mereka.
Lebih jauh, ADEE bahkan menyatakan kesiapan mereka untuk menempuh jalur hukum guna menuntut Lamine Yamal dan pihak-pihak terkait yang bertanggung jawab atas praktik ini. Mereka berpendapat bahwa tindakan sang pemain dinilai melanggar undang-undang anti-diskriminasi dan etika yang berlaku, khususnya bagi penyandang dwarfisme yang seringkali menjadi korban objectifikasi dan dehumanisasi. Organisasi yang dipimpin oleh Carolina Puente ini dikenal luas atas komitmennya dalam mempromosikan kesetaraan, inklusi, dan aksesibilitas universal bagi kehidupan orang-orang mini di seluruh Spanyol. Mereka telah lama berjuang untuk mengubah persepsi publik terhadap dwarfisme, dari objek tontonan menjadi individu yang berhak atas martabat dan kesetaraan penuh.
Kontroversi ini tidak hanya mengguncang dunia olahraga tetapi juga membuka kembali diskusi penting mengenai etika dalam hiburan dan representasi kelompok minoritas. Secara historis, individu dengan dwarfisme sering kali dieksploitasi dalam bentuk sirkus, "pertunjukan aneh," atau sebagai objek komedi yang merendahkan. Praktik-praktik seperti "midget tossing" (melemparkan orang kerdil) yang pernah populer di beberapa tempat, telah dikecam keras dan dilarang di banyak negara karena dianggap merendahkan martabat manusia secara ekstrem. Organisasi-organisasi advokasi di seluruh dunia telah bekerja tanpa lelah untuk mengakhiri objektivikasi semacam itu, mendorong masyarakat untuk melihat individu dengan dwarfisme sebagai manusia seutuhnya dengan hak dan martabat yang sama.
ADEE, dalam perjuangannya, menekankan bahwa meskipun niat di balik penggunaan individu dengan dwarfisme dalam pesta Yamal mungkin tidak disengaja untuk merendahkan, dampaknya tetap sama. Tindakan tersebut secara tidak langsung memperkuat narasi bahwa tubuh mereka adalah sesuatu yang "berbeda" dan dapat digunakan untuk hiburan semata, alih-alih mengakui mereka sebagai bagian integral dari masyarakat yang beragam. Ini adalah bentuk mikro-agresi dan diskriminasi yang, meskipun tidak selalu tampak eksplisit, secara kumulatif merusak citra diri dan peluang sosial bagi individu dengan dwarfisme.
Hingga saat berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi atau tanggapan dari pihak Lamine Yamal maupun klub Barcelona terkait insiden ini. Keheningan ini justru memperkeruh suasana, menimbulkan pertanyaan tentang kesadaran dan kepekaan mereka terhadap isu-isu hak asasi manusia dan diskriminasi. Sebagai seorang atlet muda yang kini menjadi sorotan global dan dianggap sebagai salah satu harapan masa depan sepak bola, setiap tindakan Yamal, baik di dalam maupun di luar lapangan, akan selalu menjadi perhatian publik. Insiden ini berpotensi mencoreng citranya sebagai role model dan memicu perdebatan lebih lanjut tentang tanggung jawab sosial para figur publik.
Reaksi di media sosial juga beragam. Banyak warganet yang mendukung sikap ADEE, menyerukan agar ada permintaan maaf dan edukasi lebih lanjut mengenai isu dwarfisme. Namun, ada pula sebagian kecil yang berpendapat bahwa ini adalah masalah sepele atau bahwa niatnya tidak buruk, sehingga tidak perlu dibesar-besarkan. Pandangan ini menunjukkan betapa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menghormati martabat setiap individu, terlepas dari kondisi fisik mereka.
Ancaman jalur hukum dari ADEE bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Hukum anti-diskriminasi di Spanyol dan Uni Eropa cukup kuat dalam melindungi hak-hak penyandang disabilitas. Jika terbukti ada eksploitasi atau tindakan diskriminatif, Yamal dan pihak penyelenggara bisa menghadapi konsekuensi hukum, mulai dari denda hingga tuntutan permintaan maaf publik dan program edukasi. Kasus ini bisa menjadi preseden penting bagi figur publik lainnya untuk lebih berhati-hati dalam setiap tindakan dan keputusan mereka, terutama yang melibatkan penggunaan individu dari kelompok minoritas.
Ke depannya, publik akan menantikan bagaimana Lamine Yamal dan Barcelona merespons kontroversi ini. Apakah mereka akan mengeluarkan permintaan maaf, melakukan tindakan korektif, atau justru memilih untuk tetap diam? Apapun responsnya, insiden ulang tahun ke-18 Yamal ini telah menjadi pengingat pahit bahwa perayaan personal seorang bintang pun dapat memicu perdebatan luas tentang etika, hak asasi manusia, dan tanggung jawab sosial dalam masyarakat modern yang semakin sadar akan isu-isu sensitif. Penting bagi semua pihak untuk belajar dari kejadian ini demi memastikan bahwa martabat dan hak setiap individu, termasuk penyandang dwarfisme, selalu dihormati dan dilindungi.
