
Seri bergengsi Piala Dunia Panjat Tebing Federasi Olahraga Panjat Tebing Internasional (IFSC) kembali berlanjut, kali ini singgah di Chamonix, Prancis, sebuah lokasi ikonik yang kaya akan sejarah pendakian dan olahraga ekstrem. Dari tanggal 11 hingga 13 Juli, sorotan dunia tertuju pada kecepatan dan ketepatan para pemanjat tebing terbaik. Indonesia, sebagai salah satu kekuatan dominan di nomor kecepatan, turut mengirimkan delegasi terbaiknya dengan ambisi besar. Sebanyak 10 atlet nomor speed—lima putra dan lima putri—serta tiga atlet nomor lead diterjunkan oleh Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) untuk menghadapi tantangan di arena internasional ini. Hasil kualifikasi nomor speed yang telah rampung pada hari pertama, 11 Juli, menunjukkan performa yang beragam dari kontingen Merah Putih, dengan empat wakil berhasil melaju ke babak final, namun tanpa kehadiran nama besar Veddriq Leonardo, pemegang rekor dunia speed.
Nomor speed, yang merupakan disiplin paling dinamis dan memacu adrenalin dalam panjat tebing, menuntut kecepatan, kekuatan eksplosif, dan presisi tinggi dari setiap atlet. Mereka berkompetisi untuk mencapai puncak dinding setinggi 15 meter dengan kemiringan tertentu secepat mungkin, menggunakan pegangan dan pijakan yang distandardisasi secara global. Kedisiplinan ini telah menjadi sorotan utama, terutama sejak diresmikan sebagai bagian dari Olimpiade. Di Chamonix, persaingan di babak kualifikasi sangat ketat, di mana hanya 16 atlet terbaik dari setiap kategori (putra dan putri) yang berhak melaju ke babak final yang menggunakan sistem gugur.
Dari kategori putra, dua pahlawan Indonesia berhasil mengamankan tempat di final: Kiromal Katibin dan Raharjati Nursamsa. Kiromal, yang dikenal dengan julukan "Manusia Kilat" berkat konsistensinya mencetak waktu di bawah lima detik, kembali menunjukkan performa impresif dengan catatan waktu terbaik 4,93 detik. Angka ini menempatkannya di antara para pemanjat tercepat dunia dan menegaskan statusnya sebagai salah satu favorit juara. Tak kalah cemerlang, Raharjati Nursamsa juga membuktikan kelasnya dengan membukukan waktu 4,98 detik. Konsistensi kedua atlet muda ini dalam menembus batas waktu 5 detik menunjukkan kematangan teknik dan mental yang luar biasa. Pencapaian mereka ini bukan tanpa preseden, mengingat pekan sebelumnya mereka baru saja meraih medali emas dan perak di IFSC Climbing World Cup Krakow, Polandia, yang menandakan performa puncak yang berkelanjutan.
Namun, kejutan terjadi di kategori putra dengan tidak lolosnya Veddriq Leonardo ke babak final. Veddriq, yang memegang rekor dunia panjat tebing speed dengan waktu 4,90 detik yang ia torehkan di Seoul pada tahun 2023, hanya mampu mencatatkan waktu 5,11 detik. Waktu ini menempatkannya di peringkat ke-20 babak kualifikasi, sebuah hasil yang jauh di bawah ekspektasi dan standar performa Veddriq biasanya. Ketatnya persaingan di nomor speed memang seringkali menyisakan kejutan. Sebuah kesalahan kecil, entah itu slip jari, penempatan kaki yang kurang sempurna, atau bahkan sedikit keraguan sesaat, dapat membedakan antara lolos ke final dan tereliminasi. Bagi Veddriq, hasil ini menjadi pengingat bahwa di level kompetisi tertinggi, margin antara sukses dan kegagalan sangat tipis. Meski demikian, pengalaman ini tentu akan menjadi pelajaran berharga baginya untuk kompetisi selanjutnya.
Dua atlet putra lainnya dari kontingen Indonesia, Antasyafi Robby Al Hilmi dan Alfian Muhammad Fajri, juga harus puas mengakhiri perjuangan mereka di babak kualifikasi. Antasyafi mencatatkan waktu 5,13 detik, menempatkannya di peringkat ke-21, sementara Alfian membukukan 5,21 detik di peringkat ke-27. Meskipun waktu yang mereka raih terbilang cepat dalam konteks umum panjat tebing, namun dalam arena Piala Dunia, di mana atlet-atlet top dunia bersaing ketat, catatan waktu tersebut belum cukup untuk menembus dominasi para pemanjat papan atas yang secara konsisten mencetak waktu di bawah 5 detik.
Di kategori putri, Indonesia berhasil mengirimkan dua wakil terbaiknya ke babak final, yakni Desak Made Rita Kusuma Dewi dan Rajiah Sallsabillah. Desak Made Rita Kusuma Dewi kembali menunjukkan performa cemerlangnya dengan mencatatkan waktu terbaik 6,42 detik. Desak, yang juga merupakan peraih medali di Krakow pekan sebelumnya, terus memperlihatkan konsistensi dan dominasinya di nomor speed putri. Tekniknya yang presisi dan kekuatan fisiknya yang prima menjadikannya salah satu kandidat kuat peraih medali di setiap seri Piala Dunia.
Sementara itu, lolosnya Rajiah Sallsabillah ke final menjadi kisah inspiratif tersendiri. Rajiah berhasil mencatatkan waktu 6,94 detik, sebuah capaian yang luar biasa mengingat perjuangan panjang yang telah ia lalui. FPTI secara khusus menyoroti bahwa momen ini adalah penampilan perdananya di seri Piala Dunia tahun ini setelah absen lama karena menjalani pemulihan pasca-operasi cedera tulang belakang. Cedera tulang belakang adalah salah satu cedera paling menakutkan bagi atlet, membutuhkan proses rehabilitasi yang panjang dan mental baja untuk kembali ke performa puncak. Keberhasilan Rajiah menembus final di Chamonix adalah bukti nyata dari ketekunan, dedikasi, dan semangat pantang menyerahnya. Ini bukan hanya tentang kecepatan, tetapi juga tentang kekuatan mental untuk bangkit dari keterpurukan.
Tiga atlet putri Indonesia lainnya, Kadek Adi Asih, Puja Lestari, dan Susan Nur Hidayat, juga harus puas mengakhiri langkah mereka di babak kualifikasi. Kadek Adi Asih mencatatkan waktu 7,12 detik (peringkat 18), diikuti oleh Puja Lestari dengan 7,13 detik (peringkat 19), dan Susan Nur Hidayat dengan 7,23 detik (peringkat 22). Sama seperti di kategori putra, persaingan di nomor speed putri juga sangat ketat, di mana sepersekian detik dapat menjadi penentu lolos atau tidaknya seorang atlet ke babak selanjutnya. Meskipun belum berhasil menembus final, partisipasi mereka di level tertinggi ini memberikan pengalaman berharga dan memacu mereka untuk terus meningkatkan kemampuan demi target-target di masa depan.
Bagi Desak, Kiromal, dan Raharjati, babak final di Chamonix akan menjadi final kedua mereka secara beruntun dalam dua pekan terakhir, sebuah pencapaian yang menandakan konsistensi performa puncak mereka di kancah internasional. Minggu sebelumnya, mereka telah membuktikan diri dengan meraih medali emas dan perak di IFSC Climbing World Cup Krakow. Pengalaman meraih medali di ajang sebelumnya tentu akan menjadi modal berharga dan menambah kepercayaan diri mereka untuk kembali bertarung memperebutkan podium di Prancis.
Babak final disiplin speed di Piala Dunia Panjat Tebing Chamonix dijadwalkan berlangsung pada Minggu dini hari, 13 Juli, pukul 02.00 WIB. Pertanyaan besar yang kini menggantung adalah: Mampukah Desak, Raharjati, dan Kiromal mengulang kesuksesan gemilang mereka seperti di Krakow? Akankah Rajiah Sallsabillah mampu menorehkan sejarah manis dalam comeback-nya dengan meraih medali?
Kompetisi ini bukan hanya sekadar ajang perebutan medali, tetapi juga bagian penting dari perjalanan panjang menuju Olimpiade Paris 2024. Setiap seri Piala Dunia memberikan poin penting bagi para atlet untuk meningkatkan peringkat dunia mereka, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada jalur kualifikasi Olimpiade. Dengan empat wakil di final, Indonesia menunjukkan bahwa mereka adalah kekuatan yang harus diperhitungkan di nomor speed panjat tebing dunia. Dukungan penuh dari FPTI dan masyarakat Indonesia akan menjadi motivasi tambahan bagi para atlet untuk memberikan yang terbaik di babak final. Semoga mereka mampu membawa pulang medali dan mengharumkan nama bangsa di kancah dunia.
