
Jakarta – Polemik dan kegaduhan seputar kuota internet berbatas waktu telah lama menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Keluhan konsumen mengenai kuota yang ‘hangus’ atau tidak dapat digunakan setelah masa aktif berakhir seringkali menimbulkan rasa ketidakpuasan dan memicu debat tentang keadilan praktik bisnis operator telekomunikasi. Namun, di tengah riuhnya suara sumbang tersebut, pakar kebijakan publik, Trubus Rahardiansah, menyoroti akar masalah yang lebih dalam: lemahnya literasi masyarakat terhadap produk dan layanan operator telekomunikasi. Menurutnya, kesalahpahaman ini bukanlah cerminan dari praktik curang operator, melainkan kurangnya pemahaman konsumen terhadap syarat dan ketentuan yang berlaku.
Trubus menegaskan bahwa sebelum pulsa atau paket data dijual ke masyarakat, setiap operator telekomunikasi telah menyediakan penjelasan yang rinci mengenai syarat dan ketentuan yang menyertai setiap produknya. Informasi ini, menurutnya, mencakup durasi masa aktif, volume kuota, serta ketentuan lain yang relevan. "Menurut saya, syarat dan ketentuan penjualan pulsa dan kuota internet oleh operator seluler yang berbatas waktu sudah dijelaskan. Namun nampaknya publik kurang memahaminya. Ini menunjukkan lemahnya literasi publik," ujar Trubus dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/7/2025).
Lebih lanjut, dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti (Usakti) ini meyakini bahwa seluruh penjualan paket data atau pulsa yang dilakukan operator telekomunikasi sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ini mencakup Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan berbagai aturan yang tertuang dalam regulasi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), yang juga dikenal sebagai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Keyakinan Trubus ini didasari oleh fakta bahwa industri seluler merupakan sektor yang sangat teregulasi (highly regulated). Dalam menjalankan operasionalnya, operator telekomunikasi selalu berada di bawah pengawasan ketat regulator, memastikan setiap aspek bisnis mereka mematuhi standar dan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
Pengawasan ketat oleh Komdigi mencakup berbagai aspek, mulai dari penetapan tarif, kualitas layanan, penggunaan spektrum frekuensi, hingga praktik pemasaran dan perlindungan konsumen. Proses perizinan yang ketat dan audit berkala menjadi bukti bahwa operator tidak dapat bergerak bebas tanpa persetujuan dan pengawasan pemerintah. Oleh karena itu, jika ada pelanggaran substansial yang merugikan konsumen, Komdigi sebagai regulator memiliki kewenangan penuh untuk melakukan teguran, memberikan sanksi, bahkan menindak secara hukum. Fakta bahwa operator-operator besar masih beroperasi dan terus melayani jutaan pelanggan menunjukkan kepatuhan mereka terhadap kerangka regulasi yang ada.
Trubus mendorong Komdigi bersama para pelaku industri telekomunikasi untuk mengambil langkah proaktif dalam mengatasi kesenjangan literasi ini. Sosialisasi dan penjelasan yang lebih intens kepada masyarakat mengenai regulasi terkait penjualan kuota data dan pulsa menjadi krusial. Ini bukan hanya tentang memberitahu, tetapi juga mendidik konsumen agar lebih cerdas dalam memilih dan menggunakan layanan. "Langkah ini penting untuk mencegah kesalahpahaman yang dapat menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat," ungkapnya. Sosialisasi ini dapat dilakukan melalui berbagai kanal, mulai dari kampanye publik, edukasi melalui media massa, hingga informasi yang lebih mudah dipahami di setiap titik penjualan dan platform digital operator.
Jika merujuk pada regulasi yang berlaku di Komdigi, khususnya melalui Peraturan Menteri terkait penyelenggaraan telekomunikasi, disebutkan bahwa layanan telekomunikasi dapat menggunakan sistem yang memiliki batas waktu pemakaian. Ini adalah dasar hukum yang jelas bahwa penggunaan kuota atau pulsa dalam layanan operator seluler memang mengikuti masa aktif yang telah ditentukan sesuai ketentuan regulator telekomunikasi. Ketentuan ini bukan tanpa alasan. Batas waktu pemakaian memungkinkan operator untuk mengelola kapasitas jaringan secara efisien, menawarkan beragam skema harga, dan mendorong perputaran penggunaan data yang sehat. Tanpa batas waktu, ada potensi akumulasi kuota yang sangat besar, yang dapat membebani infrastruktur jaringan dan memengaruhi kualitas layanan bagi seluruh pengguna.
Sejarah evolusi layanan internet seluler juga memberikan konteks penting dalam memahami praktik kuota berbatas waktu ini. Pada awalnya, layanan internet berjalan berdasarkan pemotongan langsung dari pulsa utama sesuai dengan penggunaan, di mana biaya dihitung berdasarkan volume data yang diakses (misalnya, per kilobyte atau per megabyte). Pola ini, meskipun tampak fleksibel, seringkali membuat pelanggan membayar lebih mahal dan sulit mengontrol pengeluaran saat mengakses internet tanpa paket data, karena tarifnya dikenakan secara pay-per-use yang relatif tinggi. Konsumen seringkali terkejut dengan tagihan pulsa yang membengkak setelah beberapa kali mengakses internet tanpa menyadari biaya yang dikenakan.
Untuk memberikan kemudahan, efisiensi, dan kontrol biaya bagi pelanggan, operator seluler kemudian menghadirkan berbagai pilihan paket data berbasis volume dengan masa aktif tertentu. Pilihan ini bervariasi mulai dari harian, mingguan, hingga bulanan, bahkan ada yang memiliki masa aktif lebih panjang untuk penggunaan tertentu. Pendekatan ini dirancang agar pelanggan dapat menyesuaikan penggunaan internet sesuai kebutuhannya, sekaligus mendapatkan tarif yang jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan skema penggunaan langsung dari pulsa utama. Ini adalah bagian dari upaya operator untuk menyediakan layanan telekomunikasi yang inklusif dan dapat diakses oleh berbagai segmen masyarakat dengan daya beli yang berbeda.
Kehadiran paket layanan data dengan masa berlaku tertentu juga telah sesuai dengan ketentuan regulasi yang berlaku dari pemerintah. Regulasi tersebut memberikan ruang bagi operator untuk menetapkan layanan berbasis jenis, lokasi, volume, maupun waktu tertentu. Fleksibilitas regulasi ini memungkinkan operator seluler untuk berinovasi dalam menciptakan beragam pilihan paket data yang disesuaikan dengan profil dan kebutuhan pelanggan yang beragam. Misalnya, paket khusus untuk streaming video, paket untuk aplikasi media sosial, atau paket dengan kuota besar untuk penggunaan intensif. Dengan begitu, pelanggan memiliki fleksibilitas yang lebih besar dalam memilih layanan yang paling sesuai dengan pola penggunaan dan anggaran mereka.
Dari sudut pandang bisnis, penetapan masa aktif pada paket data adalah strategi yang memungkinkan operator untuk mengelola sumber daya jaringan secara optimal. Dengan adanya masa aktif, operator dapat memprediksi pola penggunaan data dan mengalokasikan kapasitas jaringan secara lebih efektif. Hal ini juga mendorong konsumen untuk menggunakan kuota yang telah mereka beli dalam jangka waktu tertentu, mencegah penumpukan kuota yang tidak terpakai yang dapat memengaruhi efisiensi jaringan. Selain itu, masa aktif juga menjadi bagian integral dari model penetapan harga yang bervariasi, di mana paket dengan masa aktif lebih pendek mungkin menawarkan harga per GB yang lebih murah, sementara paket dengan masa aktif lebih panjang mungkin memiliki harga total yang lebih tinggi namun memberikan fleksibilitas durasi.
Disampaikan Trubus, karena berbisnis untuk memberikan layanan terbaik bagi konsumen, seluruh kegiatan operator seluler juga sudah sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999. Dalam UU tersebut, operator seluler wajib memberikan informasi yang jelas dan transparan tentang harga yang harus dibayarkan konsumen, jumlah kuota, dan masa aktif layanan. Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen secara eksplisit menyebutkan hak-hak konsumen, antara lain hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa; hak untuk memilih barang dan/atau jasa; hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; serta hak untuk didengar pendapat dan keluhannya.
Operator telekomunikasi, melalui berbagai platform seperti situs web, aplikasi seluler, pesan SMS notifikasi, hingga pusat layanan pelanggan, telah berupaya memenuhi kewajiban transparansi ini. Informasi mengenai sisa kuota, masa aktif, dan notifikasi perpanjangan paket seringkali dikirimkan secara berkala kepada pelanggan. "Saya yakin sekali dalam menjalankan bisnisnya, operator telekomunikasi selalu menjunjung tinggi kepentingan dan perlindungan konsumen. Jika ada pelanggaran terhadap penjualan produk layanan operator seluler yang merugikan konsumen, pasti Komdigi sudah melakukan teguran dan penindakan," tutup Trubus.
Pernyataan Trubus ini menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara hak konsumen, kewajiban operator, dan peran regulator. Konflik atau kesalahpahaman yang muncul seringkali bukan karena niat jahat, melainkan karena kompleksitas layanan dan kurangnya pemahaman mendalam dari salah satu pihak. Oleh karena itu, upaya kolaboratif antara pemerintah, operator, dan masyarakat konsumen dalam meningkatkan literasi digital dan pemahaman terhadap regulasi menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem telekomunikasi yang lebih harmonis dan saling menguntungkan di masa depan.
