
Prof. Tatik Chikmawati, sosok inspiratif di balik penamaan spesies ini, adalah seorang akademisi dan peneliti yang telah mengabdikan dirinya selama puluhan tahun untuk pengembangan ilmu botani dan biosistematika. Lulusan doktor di bidang Plant Science dari University of Missouri, Amerika Serikat, beliau dikenal sebagai pengampu berbagai mata kuliah fundamental dan lanjutan di IPB University, serta pembimbing setia bagi ratusan mahasiswa di jenjang S1, S2, dan S3. Keahliannya dalam mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan memahami hubungan evolusi antar tumbuhan telah menjadi pilar penting dalam penelitian keanekaragaman hayati di Indonesia. Penghargaan berupa penamaan spesies baru ini adalah cerminan nyata dari dampak besar karyanya terhadap komunitas ilmiah dan pelestarian flora.
Penemuan monumental ini merupakan hasil kerja keras tim peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (PRBE), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Tim ini berhasil mengidentifikasi dan mendeskripsikan spesies Homalomena chikmawatiae di Provinsi Riau, sebuah wilayah yang dikenal kaya akan keanekaragaman hayati namun juga rentan terhadap perubahan lingkungan. Proses penemuan spesies baru melibatkan serangkaian tahapan yang ketat, mulai dari survei lapangan dan koleksi spesimen, analisis morfologi dan molekuler di laboratorium, perbandingan dengan spesimen herbarium yang ada di seluruh dunia, hingga akhirnya deskripsi formal dan publikasi ilmiah.
Hasil penelitian yang mendalam ini telah dipublikasikan dalam salah satu jurnal internasional terkemuka di bidang taksonomi tumbuhan, yaitu Webbia: Journal of Plant Taxonomy and Geography, Volume 80(1), halaman 99-104, pada April 2025. Artikel ilmiah berjudul ‘Nomenclatural Changes and New Species in Malesian Homalomena (Araceae)’ (Irsyam et al, 2025) ini tidak hanya mendokumentasikan penemuan Homalomena chikmawatiae tetapi juga berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik tentang genus Homalomena di kawasan Malesia. Prof. Tatik dengan bangga mengungkapkan bahwa artikel tersebut ditulis oleh dua alumni IPB University yang merupakan mantan mahasiswa bimbingannya saat menempuh studi S2 di IPB, yaitu Arifin SD Irsyam sebagai penulis pertama dan Muhammad R Hariri sebagai penulis terakhir. Hal ini menunjukkan keberhasilan Prof. Tatik dalam melahirkan generasi peneliti muda yang kompeten dan berdedikasi tinggi.
Homalomena chikmawatiae sendiri adalah anggota dari famili Araceae, kelompok tumbuhan yang dikenal luas sebagai aroid. Famili ini mencakup ribuan spesies dengan beragam bentuk dan ukuran, banyak di antaranya populer sebagai tanaman hias indoor seperti philodendron, monstera, anthurium, dan aglaonema. Keunikan Homalomena chikmawatiae tidak hanya terletak pada penampilannya, melainkan juga pada kemudahan perawatannya, menjadikannya pilihan ideal bagi para pemula maupun kolektor tanaman hias berpengalaman.
Prof. Tatik menjelaskan bahwa tanaman ini memiliki daya tarik estetika yang kuat. Daun-daunnya menampilkan perpaduan warna hijau gelap yang mendalam dengan urat-urat daun yang menonjol dan kontras, seolah-olah dilukis dengan tangan seniman. Pola unik pada daunnya memberikan sentuhan artistik yang membedakannya dari spesies Homalomena lainnya. Selain itu, karakteristiknya yang "sangat minim perawatan" dan "cocok untuk pemula" membuatnya sangat diminati. Tanaman ini memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan, khususnya di dalam ruangan. Ia lebih menyukai cahaya redup atau area yang teduh, sehingga tidak memerlukan paparan sinar matahari langsung yang intens. Kebutuhan airnya pun tidak berlebihan, cukup disiram secukupnya saat tanah mulai mengering. Yang lebih menarik lagi, Homalomena chikmawatiae terbukti mampu tumbuh subur bahkan di tanah yang tidak terlalu subur, sebuah fitur yang secara signifikan menghemat biaya dan tenaga perawatan bagi para penggemar tanaman. Habitat alaminya di daerah berbatu, miring, dan agak teduh di Riau semakin menguatkan preferensinya terhadap lingkungan dengan intensitas cahaya rendah.
Di luar pesona estetikanya, famili Homalomena memiliki sejarah panjang dalam pemanfaatan tradisional, terutama di kalangan masyarakat adat di berbagai belahan dunia. Tanaman-tanaman dari genus ini telah lama digunakan sebagai obat tradisional untuk berbagai kondisi, khususnya untuk mengobati pembengkakan dan infeksi, berkat kandungan metabolit sekundernya yang bersifat antibakteri. Contoh yang paling dikenal adalah Homalomena rubescens, yang tidak hanya dihargai sebagai tanaman hias tetapi juga diyakini mampu membantu membersihkan udara dari polutan tertentu, menjadikannya agen remediasi udara alami yang potensial.
Contoh lain adalah Nampu (Homalomena occulta), spesies yang secara turun-temurun dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk perawatan punggung dan lutut. Penelitian ilmiah telah mengidentifikasi bahwa Nampu mengandung senyawa kimia aktif seperti saponin, flavonoid, dan tanin. Saponin dikenal memiliki sifat anti-inflamasi dan ekspektoran, flavonoid sebagai antioksidan kuat, dan tanin sebagai agen astringen dan antibakteri. Kandungan-kandungan inilah yang memberikan dasar ilmiah bagi khasiat obat tradisionalnya, bahkan beberapa di antaranya telah dipasarkan sebagai suplemen herbal untuk menjaga kesehatan.
Prof. Tatik meyakini bahwa Homalomena chikmawatiae juga memiliki potensi besar di bidang kesehatan dan industri, meskipun perlu penelitian lanjutan yang komprehensif. "Selain menyerap polutan, tanaman ini juga berpotensi sebagai agen remediasi udara. Dalam jangka panjang, bisa juga dikembangkan untuk produk kesehatan atau pengobatan," ujarnya. Namun, ia menekankan bahwa untuk spesies baru ini, potensi tersebut masih harus dikaji lebih dalam secara ilmiah melalui uji farmakologis dan klinis yang ketat untuk memvalidasi khasiatnya.
Aspek penting lain yang disoroti Prof. Tatik adalah filosofi pelestarian spesies melalui pemanfaatan berkelanjutan. Menurutnya, ketika suatu tanaman memiliki nilai guna dan ekonomis, baik sebagai tanaman hias, bahan obat, atau bahkan bahan baku parfum, masyarakat akan terdorong untuk membudidayakannya secara aktif. Pembudidayaan ini, pada gilirannya, akan secara langsung mendukung upaya pelestarian spesies tersebut di habitat aslinya maupun melalui budidaya ex-situ. "Jika tanaman ini terus dimanfaatkan, baik untuk tanaman hias, obat, atau parfum, masyarakat akan merawatnya. Itulah bentuk pelestarian berbasis kebutuhan," jelasnya. Pendekatan ini merupakan strategi yang cerdas dan pragmatis dalam menghadapi ancaman hilangnya keanekaragaman hayati, karena mengintegrasikan kepentingan ekonomi dan ekologi.
Penemuan Homalomena chikmawatiae adalah bukti nyata kekayaan flora Indonesia yang tak terbatas dan potensi besar yang terkandung di dalamnya. Ini bukan hanya memperkaya keragaman flora Indonesia secara ilmiah, tetapi juga membuka jalan bagi pemanfaatan tumbuhan lokal yang lestari dan bernilai tinggi secara ekonomi. Penelitian semacam ini juga menjadi jembatan antara pengetahuan tradisional masyarakat lokal dan sains modern. "Kami meneliti bagaimana masyarakat memanfaatkan tumbuhan di sekitar mereka, terutama di daerah terpencil. Dari sana kami saring, lalu diuji di laboratorium dan dipublikasikan. Tinggal bagaimana nanti industri bisa menangkap peluang tersebut," tutup Prof. Tatik, memberikan harapan besar bagi kolaborasi lintas sektor untuk mengembangkan potensi luar biasa dari Homalomena chikmawatiae dan spesies flora Indonesia lainnya di masa depan.
