Skandal Subsidi Kendaraan Listrik Guncang BYD dan Chery: Audit Ungkap Klaim Fiktif Miliaran Rupiah

Skandal Subsidi Kendaraan Listrik Guncang BYD dan Chery: Audit Ungkap Klaim Fiktif Miliaran Rupiah

Industri kendaraan listrik (EV) global, yang tengah berada dalam fase pertumbuhan eksplosif, dikejutkan oleh kabar tak sedap dari Tiongkok. Dua raksasa otomotif Tiongkok, BYD dan Chery, terjerat dalam pusaran kontroversi terkait dugaan manipulasi subsidi pemerintah untuk kendaraan energi baru (NEV). Audit mendalam yang dilakukan oleh Kementerian Industri dan Teknologi Informasi (MIIT) Tiongkok mengungkap bahwa sebagian besar klaim subsidi yang diajukan oleh kedua perusahaan tersebut, senilai miliaran Rupiah, ternyata tidak memenuhi syarat. Skandal ini tidak hanya menyoroti integritas program subsidi yang masif di Tiongkok, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius tentang transparansi dan akuntabilitas dalam salah satu pasar EV terbesar di dunia.

Laporan yang pertama kali diungkap oleh Reuters, berdasarkan temuan audit MIIT, menyebutkan bahwa Chery dan BYD diduga mengakali skema subsidi pemerintah untuk kendaraan ramah lingkungan yang mereka jual di pasar domestik Tiongkok. Selama periode lima tahun hingga tahun 2020, kedua produsen tersebut dikabarkan telah mengklaim subsidi senilai total USD 53 juta, atau setara dengan sekitar Rp 861 miliar dengan kurs saat ini. Namun, yang mengejutkan, audit tersebut menemukan bahwa hampir 60 persen dari klaim subsidi tersebut seharusnya tidak pernah disetujui karena kendaraan yang diajukan tidak memenuhi persyaratan kelayakan yang ditetapkan.

Secara spesifik, dokumen audit MIIT merinci bahwa sebanyak 21.725 unit mobil dari berbagai merek seharusnya tidak mendapatkan subsidi. Dari jumlah tersebut, Chery menyumbang porsi signifikan dengan 7.663 unit mobil yang dianggap tidak memenuhi syarat, sementara BYD tidak kalah terlibat dengan 4.973 unit mobilnya yang juga masuk dalam daftar tersebut. Nilai total subsidi yang tidak layak diklaim untuk kendaraan-kendaraan ini mencapai 864,9 juta yuan, sebuah angka yang mencerminkan besarnya potensi kerugian negara akibat praktik semacam ini. Angka-angka ini menjadi bukti konkret atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh kedua perusahaan, yang selama ini dikenal sebagai pionir dan pemain kunci dalam transisi energi di sektor otomotif Tiongkok.

Baca Juga:

Meskipun dokumen audit tidak secara eksplisit menyebutkan sanksi spesifik yang akan diterima oleh para produsen yang terbukti melanggar, pemerintah Tiongkok sebelumnya telah mengeluarkan pernyataan tegas bahwa pabrikan harus mengembalikan uang subsidi untuk kendaraan yang tidak memenuhi persyaratan, terutama terkait jarak tempuh yang dijanjikan. Persyaratan jarak tempuh ini krusial karena merupakan salah satu indikator utama efisiensi dan performa kendaraan energi baru yang menjadi dasar pemberian subsidi. Jika terbukti bahwa kendaraan-kendaraan tersebut tidak mencapai standar yang ditetapkan, maka klaim subsidi otomatis menjadi tidak sah. Potensi pengembalian dana ini bisa menjadi pukulan finansial yang signifikan bagi BYD dan Chery, di tengah persaingan pasar EV yang semakin ketat.

Menanggapi tuduhan serius ini, Chery Automobile Co. Ltd. dengan cepat mengeluarkan bantahan. Melalui pernyataan resminya, Chery menegaskan bahwa mereka tidak pernah melakukan tindakan curang dalam pengajuan subsidi. Perusahaan mengklaim bahwa masalah yang muncul adalah terkait hilangnya tanda terima penjualan untuk mobil-mobil yang telah terjual lebih dari lima tahun lalu. Menurut Chery, mereka telah melakukan konsultasi dengan pihak berwenang mengenai masalah dokumentasi ini, dan pemerintah telah menyarankan perusahaan untuk tetap mendeklarasikan mobil-mobil tersebut agar kementerian dapat melakukan verifikasi dan menentukan apakah kendaraan-kendaraan tersebut memenuhi persyaratan atau tidak, meskipun tanpa bukti penjualan akhir yang lengkap. "Perusahaan kami telah melaporkan dengan jujur kepada pihak berwenang bahwa kami tidak mengumpulkan kwitansi untuk penjualan akhir, tidak ada tindakan curang," tegas Chery dalam pernyataannya. Penjelasan ini menyiratkan bahwa mereka bertindak transparan dalam melaporkan kekurangan dokumen, bukan menyembunyikan fakta. Namun, validitas alasan ini masih menjadi pertanyaan besar di mata publik dan regulator, mengingat besarnya jumlah subsidi yang tidak memenuhi syarat.

Di sisi lain, BYD Co. Ltd., salah satu produsen EV terbesar di dunia yang didukung oleh Warren Buffett, memilih untuk tetap bungkam terkait tuduhan ini. Hingga berita ini ditulis, belum ada komentar resmi dari BYD mengenai temuan audit tersebut. Keheningan BYD ini memicu berbagai spekulasi. Bisa jadi perusahaan sedang melakukan investigasi internal menyeluruh, merumuskan strategi respons hukum, atau sengaja menunda pernyataan untuk menghindari memperkeruh situasi. Mengingat posisi BYD sebagai pemimpin pasar dan simbol kebanggaan industri EV Tiongkok, respons mereka akan sangat dinantikan dan memiliki dampak besar terhadap citra perusahaan maupun industri secara keseluruhan.

Untuk memahami konteks skandal ini, penting untuk meninjau kembali program subsidi kendaraan energi baru di Tiongkok. Pemerintah Tiongkok telah mengimplementasikan program subsidi yang sangat agresif dan masif untuk kendaraan energi baru (NEV) antara tahun 2009 dan 2022. Program ini mencakup subsidi untuk berbagai jenis kendaraan, termasuk kendaraan listrik murni (BEV), hibrida plug-in (PHEV), dan kendaraan sel bahan bakar (FCEV). Tujuan utama dari program ini adalah ganda: pertama, untuk mendorong adopsi kendaraan ramah lingkungan guna mengurangi polusi udara dan ketergantungan pada bahan bakar fosil; dan kedua, untuk menjadikan Tiongkok sebagai pemimpin global dalam teknologi dan produksi kendaraan listrik.

Strategi subsidi ini terbukti sangat berhasil. Berkat insentif finansial yang besar, baik bagi produsen maupun konsumen, penjualan NEV di Tiongkok melonjak drastis, bahkan melampaui penjualan mobil berbahan bakar konvensional dalam beberapa segmen. Tiongkok berhasil membangun ekosistem EV yang kuat, dengan rantai pasokan yang terintegrasi dari baterai hingga perakitan kendaraan. Namun, keberhasilan ini juga diiringi oleh kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan dan ketergantungan industri pada subsidi. Seiring dengan kematangan pasar dan peningkatan volume penjualan, pemerintah Tiongkok mulai mengurangi dan akhirnya mengakhiri program subsidi besar-besaran pada akhir tahun 2022, beralih fokus ke insentif non-finansial dan pembangunan infrastruktur pengisian daya. Audit seperti yang menimpa BYD dan Chery ini bisa jadi merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menutup buku program subsidi dengan bersih dan memastikan akuntabilitas.

Skandal subsidi ini bukan yang pertama kali terjadi dalam sejarah program insentif otomotif Tiongkok. Pada tahun-tahun sebelumnya, beberapa produsen mobil kecil juga pernah tersandung kasus serupa, di mana mereka mengklaim subsidi untuk kendaraan yang tidak pernah diproduksi, atau memproduksi kendaraan dengan spesifikasi yang tidak memenuhi syarat. Insiden-insiden tersebut mendorong pemerintah untuk memperketat pengawasan dan audit. Namun, temuan kali ini melibatkan pemain sekelas BYD dan Chery, yang notabene adalah tulang punggung industri EV Tiongkok, sehingga dampak dan sorotannya jauh lebih besar. Ini menunjukkan bahwa bahkan perusahaan besar dengan reputasi solid pun tidak luput dari potensi pengawasan ketat pemerintah.

Dampak dari skandal ini bisa meluas. Pertama, secara finansial, BYD dan Chery mungkin diwajibkan untuk mengembalikan miliaran Rupiah kepada pemerintah, yang dapat memengaruhi laporan keuangan dan rencana investasi mereka. Kedua, reputasi kedua perusahaan bisa tercoreng, baik di mata konsumen domestik maupun investor internasional. Kepercayaan konsumen terhadap klaim efisiensi dan keandalan kendaraan listrik mereka bisa menurun jika ada persepsi bahwa perusahaan telah memanipulasi data. Ketiga, skandal ini dapat memicu pengawasan yang lebih ketat lagi dari pemerintah Tiongkok terhadap seluruh industri NEV. Regulator mungkin akan menerapkan mekanisme audit yang lebih canggih dan hukuman yang lebih berat untuk mencegah terulangnya praktik serupa di masa depan. Ini bisa berarti beban kepatuhan yang lebih tinggi bagi semua produsen EV di Tiongkok.

Selain itu, insiden ini juga berpotensi memengaruhi citra Tiongkok sebagai pemimpin global dalam inovasi kendaraan listrik. Di tengah ketegangan geopolitik dan persaingan dagang, isu transparansi dan praktik bisnis yang adil menjadi semakin penting. Jika produsen Tiongkok dituduh melakukan manipulasi, hal ini dapat merusak kredibilitas mereka di pasar internasional dan memicu keraguan terhadap keandalan data yang mereka sajikan. Terlebih lagi, ketika merek-merek Tiongkok seperti BYD dan Chery sedang gencar melakukan ekspansi ke pasar global, termasuk Eropa dan Asia Tenggara, kabar semacam ini tentu bukan kabar baik bagi upaya mereka membangun kepercayaan dan pangsa pasar di luar negeri.

Para analis industri memandang insiden ini sebagai pengingat akan tantangan yang melekat dalam program subsidi berskala besar. Meskipun subsidi dapat secara efektif mendorong pertumbuhan industri baru, mereka juga rentan terhadap penyalahgunaan jika mekanisme pengawasan tidak cukup ketat. Ini juga menyoroti pergeseran fokus pemerintah Tiongkok dari "pertumbuhan kuantitas" menjadi "pertumbuhan kualitas" dalam industri EV. Daripada hanya mendorong volume penjualan, pemerintah kini lebih bertekad untuk memastikan bahwa kendaraan yang diproduksi benar-benar memenuhi standar teknis dan lingkungan yang ditetapkan, serta bahwa dana publik digunakan secara efisien dan tanpa kecurangan.

Ke depan, insiden ini kemungkinan akan memicu reformasi lebih lanjut dalam kebijakan industri Tiongkok. Pemerintah mungkin akan semakin mengurangi intervensi langsung dalam bentuk subsidi tunai, dan lebih fokus pada kebijakan yang mendorong inovasi teknologi, efisiensi produksi, dan pembangunan infrastruktur. Bagi BYD dan Chery, tantangannya adalah bagaimana memulihkan kepercayaan publik dan regulator, serta menunjukkan komitmen mereka terhadap praktik bisnis yang etis dan transparan. Respons mereka selanjutnya, baik dalam bentuk penjelasan lebih lanjut, tindakan korektif, atau kerja sama penuh dengan otoritas, akan sangat menentukan bagaimana skandal ini akan berakhir dan bagaimana reputasi mereka akan terbentuk di mata dunia. Pasar kendaraan listrik Tiongkok, meskipun tetap menjadi yang terbesar dan paling dinamis, kini menghadapi ujian integritas yang serius.

Skandal Subsidi Kendaraan Listrik Guncang BYD dan Chery: Audit Ungkap Klaim Fiktif Miliaran Rupiah

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *